Di Balik Sekolah
Angin sore membawa desiran aneh ketika Alpha, Beta, dan anggota klub detektif lainnya tiba di area CCTV yang rusak. Tempat itu terasa sunyi, terlalu sunyi, seolah menyimpan rahasia gelap yang tak ingin ditemukan. Matahari hampir tenggelam, meninggalkan semburat oranye yang memudar di langit, membuat bayangan mereka tampak memanjang di tanah yang berdebu.
Alpha berjalan mendekat, matanya menyapu tiang CCTV yang sudah miring, seperti sosok yang terluka. Ia mengamati dari berbagai sudut, mencoba menangkap sesuatu yang tak kasat mata. Beta, dengan buku catatannya, mencatat setiap detail—goresan, jejak kaki, bahkan serpihan logam kecil yang mungkin terlepas dari perangkat. Eta berjongkok di dekat perangkat CCTV, tangannya cekatan memeriksa sisa-sisa komponen dengan alatnya.
Theta berdiri dengan tangan di pinggang, raut wajahnya memancarkan campuran bingung dan bersemangat. "Kalau ini cuma kerusakan biasa, kenapa rasanya kayak tempat ini punya cerita lain?" gumamnya, nyaris tak terdengar.
Alpha menyentuh tiang CCTV. Besi dingin itu terasa kasar di ujung jarinya. "Kalau ini masalah teknis, kita bisa selesaikan dengan cepat," ujarnya, suaranya rendah, namun penuh tekanan. "Tapi jika ini sabotase..." Kalimat itu menggantung, seperti ancaman yang menggema di udara.
Beta menunjuk goresan mendalam di sekitar tiang. "Lihat ini," katanya pelan, namun nadanya serius. "Bekas ini terlalu dalam untuk disebut kerusakan biasa. Sepertinya ada sesuatu yang menghantamnya, entah benda berat atau..." Ia tak melanjutkan, seolah tak ingin mengatakan kemungkinan terburuk.
Eta mengamati bekas itu dengan saksama, lalu mengangguk. "Ini bukan karena hujan atau angin. Ini hasil benturan keras. Mungkin palu besar... atau seseorang yang punya tenaga luar biasa."
Theta tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. "Atau mungkin ada yang lagi marah terus nggak sengaja nendang? Hahaha, kalau gitu pelakunya pasti lecet tuh kakinya. Gimana kalau kita cari tahu dengan tes tendangan?"
Beta melirik Theta, wajahnya datar. "Kita nggak di sini buat bercanda." Ia kembali mencatat, kali ini menunjuk jejak sepatu yang terlihat samar di tanah. "Jejak ini aneh. Dalam sekali, seperti orang yang berlari dengan membawa sesuatu yang berat. Dan arah jejaknya..." Ia berhenti sejenak, menoleh ke arah lapangan olahraga yang terbentang di kejauhan. "Mengarah ke sana."
Alpha mengikuti pandangan Beta, alisnya berkerut. "Lapangan olahraga?" gumamnya. "Kenapa ke sana? Itu tempat terbuka. Terlalu mudah terlihat."
Beta mendesah pelan. "Kalau orang ini sengaja mengalihkan perhatian, mungkin dia tahu ada sesuatu di sana yang harus kita lihat." Ia menutup bukunya, pandangannya tajam. "Kita perlu akses ke rekaman CCTV lainnya."
Di Lab Komputer
Layar monitor di depan Beta menampilkan antarmuka sistem CCTV sekolah. Jari-jarinya bergerak cepat di atas keyboard, matanya fokus, seolah menembus kode-kode yang terhampar di layar. Alpha berdiri di sampingnya, kedua lengannya terlipat, wajahnya serius. Theta dan Eta berada di belakang, suasana di antara mereka berat, penuh ketegangan yang tak terucap.
"Aku menemukannya," Beta berkata akhirnya. "Rekaman ini beberapa detik sebelum CCTV mati."
Semua mata tertuju pada layar. Di sana, seorang sosok muncul. Wajahnya tak terlihat, tertutup masker dan topi hitam. Gerakannya cepat namun tenang, seperti bayangan yang terlatih. Sosok itu mendekati panel di dekat kamera, tangannya mengutak-atik sesuatu dengan presisi yang menakutkan. Tak lama, layar berubah hitam.
Beta menegakkan punggung, ekspresinya kaku. "Ini sabotase. Seseorang sengaja mematikan sistem. Dan dia tahu persis apa yang dia lakukan."
Theta bersiul pelan. "Wah, jadi dia nggak mau ketahuan ngapain di lapangan olahraga? Ini beneran makin menarik, kan?"
Alpha mengepalkan tangannya, matanya tajam. "Kita harus tahu siapa dia. Ini lebih besar dari yang kita duga."
Di Ruang Kerja Klub Detektif
Beta melanjutkan analisisnya di laptop, layar menampilkan baris demi baris data yang terasa seperti teka-teki tanpa ujung. Alpha duduk di sampingnya, fokus pada setiap detail.
"Log aktivitasnya nggak sinkron," Beta berkata pelan, tapi dengan nada penuh kecurigaan. "Ada sesuatu yang diubah. Ini sengaja dihapus."
Alpha mencondongkan tubuh, menatap layar dengan serius. "Kalau ada yang memanipulasi data, kita menghadapi seseorang yang sangat hati-hati. Dan dia tahu caranya menutupi jejak."
Di sudut ruangan, Eta duduk dengan santai. Di balik laptopnya, jari-jarinya bekerja cepat, menyisipkan jejak palsu ke dalam sistem. Setiap gerakannya terukur, senyum tipis menghiasi wajahnya saat ia memastikan manipulasi itu terlihat seperti gangguan sistem biasa.
"Tunggu," Beta tiba-tiba berkata, alisnya bertaut. "Data ini... berubah lagi. Ada sesuatu yang nggak beres."
Eta mengangkat bahu, wajahnya tetap santai. "Mungkin sistemnya memang sudah rusak dari awal. Kita kan cuma coba-coba."
Alpha melirik Beta, lalu Eta. "Mungkin kamu benar, Eta," katanya, suaranya tetap tegas. "Tapi kita tetap harus periksa lebih dalam."
Eta mengangguk, menutup laptopnya perlahan. Matanya memancarkan kepuasan yang nyaris tersembunyi. Ia tahu rencananya berhasil untuk saat ini. Di sisi lain ruangan, Alpha dan Beta terus membedah data, tak menyadari bahwa musuh mereka berdiri tepat di tengah-tengah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detektif Sekolah : Kasus CCTV yang rusak
AksiAlpha adalah seorang anak dari detektif yang sangat terkenal, namun saat ibunya terbunuh ayahnya yang seorang detektif terbaik pun jatuh depresi. Dia pun bertekad untuk menjadi detektif yang lebih hebat dari ayahnya agar bisa menguak kasus pembunuha...