Chapter 16 : Sia-sia

2 0 0
                                    

Setelah Eta membuka semua rahasia yang tersembunyi, suasana di ruangan itu berubah. Wajah-wajah mereka dipenuhi tekad yang mendalam, seolah setiap kata yang baru saja diucapkan oleh Eta semakin memperjelas betapa pentingnya langkah yang harus mereka ambil selanjutnya. Alpha, Beta, Theta, Omega, dan Eta duduk melingkar di sekitar meja, berpikir keras, merencanakan langkah-langkah berikutnya. Keputusan mereka untuk membawa kasus ini lebih jauh sudah tercermin dalam ekspresi masing-masing.

Alpha yang pertama kali membuka suara, suaranya penuh ketegasan.
"Kita tidak bisa tinggal diam. Kita harus melaporkan ini ke polisi. Jika Sigma sudah begitu besar pengaruhnya, kita butuh bantuan yang lebih kuat."

Beta mengangguk setuju, matanya berkilau penuh semangat.
"Betul. Kalau kita terus bekerja sendirian, kita hanya akan terjebak. Polisi punya sumber daya yang kita butuhkan."

Namun, Theta, yang biasanya tenang dan rasional, kini terlihat sedikit ragu. Wajahnya mencerminkan kecemasan yang tak bisa disembunyikan.
"Tapi, apakah polisi benar-benar akan peduli dengan kasus ini? Jika mereka sudah tahu tentang kartel ini, bisa jadi mereka malah menutup mata. Kita perlu hati-hati."

Omega, yang biasanya santai dan tak terlalu banyak bicara, kali ini terlihat lebih serius. Dia melipat tangannya dan berbicara dengan nada yang sedikit kesarungan di wajahnya.
"Ya, kita bisa coba, tapi jangan terlalu berharap banyak. Mereka mungkin sudah dikendalikan. Kita harus siap menghadapi apapun yang terjadi."

Eta, yang selama ini diam, menatap teman-temannya dengan tatapan penuh kecemasan. Ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri sebelum akhirnya berbicara dengan nada khawatir.
"Baik, kita coba dulu. Tapi kita harus berpikir cepat. Kalau polisi menutup mata atau malah menyabotase kita, kita harus punya rencana cadangan."

Telepon Pertama - Ke Polisi

Alpha menarik telepon genggamnya dengan tangan yang sedikit gemetar. Wajahnya serius, penuh keputusan, namun juga dibebani kecemasan. Ia mencari nomor polisi di daftar kontaknya dan menekan tombol untuk menghubungi.

Suara Alpha terdengar tegas, meskipun ada sedikit kegugupan di ujungnya.
"Hallo, ini Alpha, kami ingin melaporkan aktivitas kriminal yang melibatkan jaringan narkoba di sekolah kami, termasuk ancaman terhadap keselamatan kami."

Sementara itu, anggota lainnya duduk dengan tegang, menunggu hasil percakapan yang berlangsung. Waktu terasa sangat lama. Beberapa detik berlalu, dan mendekati menit kedua, telepon yang ada di genggaman Alpha terputus dengan suara bingkai yang nyaring. Hening sejenak, hanya terdengar suara nafas mereka yang tersisa.

Alpha mengerutkan kening, wajahnya dipenuhi rasa bingung dan frustrasi.
"Apa yang terjadi? Mereka menutup telepon begitu saja..."

Beta yang tak bisa menahan kekesalannya segera menatap Alpha dengan ekspresi terkejut.
"Apa?! Tidak mungkin! Mereka langsung memutuskan begitu saja?!"

Omega menggeram marah, matanya yang tajam kini dipenuhi rasa tidak percaya.
"Ini pasti ada yang salah. Mereka pasti sudah disetir oleh pihak tertentu. Tidak mungkin begitu cepat mereka tutup mata."

Theta, yang biasanya tenang, kali ini berbicara dengan suara yang lebih tenang, meskipun ada nada waspada yang jelas terdengar.
"Tunggu, jangan langsung panik. Kita coba lagi. Jika ini benar-benar besar, kita tidak bisa membiarkan mereka menang dengan begitu mudah."

Telepon Kedua - Ke Kepala Sekolah

Dengan rasa cemas yang semakin menggebu, Alpha mencoba langkah lain. Kali ini, dia memutuskan untuk menghubungi kepala sekolah, berharap bahwa pihak sekolah bisa memberikan dukungan yang lebih kuat dan membuka jalan bagi mereka.

Alpha menarik napas dalam-dalam sebelum menekan tombol untuk menelepon. Suaranya terdengar lebih tegas, meskipun ada kecemasan yang tak bisa disembunyikan.
"Pak, ini Alpha. Ada sesuatu yang sangat serius yang terjadi di sekolah ini. Kami butuh bantuan segera—ini tentang narkoba dan ancaman yang melibatkan Sigma."

Telepon berbunyi beberapa kali, dan semakin lama, semakin terasa gelapnya suasana yang menyelimuti hati Alpha. Semakin banyak waktu yang berlalu, semakin berat beban yang mereka rasakan. Tapi tak ada jawaban yang datang. Suara telepon yang berdering terus terdengar, kosong, tanpa ada balasan dari pihak sekolah.

Alpha mencoba berbicara lebih keras, suaranya terdengar sedikit lebih keras, mencoba meyakinkan.
"Pak, tolong angkat teleponnya! Ini sangat penting."

Namun, yang mereka dengar hanya suara mesin, dan suara itu perlahan menghilang tanpa ada jawaban.

Beta, yang kini tak mampu menahan kekesalannya, tampak kecewa dan putus asa.
"Ini gila! Kepala sekolah pun tidak menjawab?! Sepertinya ada yang menghalangi kita di semua lini."

Theta, yang masih mencoba untuk tetap tenang, berbicara dengan suara yang lebih dalam dan tegas.
"Ada yang salah. Kita tidak bisa hanya bergantung pada pihak luar. Kita harus berpikir lebih jauh dan lebih hati-hati. Ada sesuatu yang lebih besar di balik ini, dan kita harus siap menghadapi kenyataan itu."

Detektif Sekolah : Kasus CCTV yang rusakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang