Seperti yang sudah di jadwalkan jauh-jauh hari sebelumnya. Mereka berdua pergi ke taman hiburan. Karena kondisinya yang sedang hamil, Xiao Zhan di batasi hanya bermain wahana yang tenang.
Beberapa jam telah terlewati, mereka berdua kemudian mengakhiri ke senangan di taman hiburan. Hari pun mulai petang, Xiao Zhan agaknya juga telah ke lelahan sehabis puas bermain.
Melihat Xiao Zhan ke lelahan seperti itu tentu membuat hati Tuan Zhao lemah. Dia sangat kasihan pada anak itu, mengingat anak itu juga tengah hamil dan di tinggalkan suaminya, hal itu semakin membuat Tuan Zhao merasa sedih.
Karena jarak dari taman hiburan dan kediamannya tidak terlalu jauh, Tuan Zhao akhirnya memutuskan untuk mampir pulang ke rumahnya. Di perduaan, ia langsung memutar setir ke arah kanan. Hal itu lantas membuat Xiao Zhan beralih menatap Tuan Zhao di sampingnya.
“Kita mau ke mana?” tanya Xiao Zhan bingung.
“Ke rumahku,” jawab Tuan Zhao.
“Tapi, kenapa kita ke sana?”
Xiao Zhan tidak takut di culik, dia hanya ingin tahu mengapa Tuan Zhao membawanya ke sana.
Tuan Zhao sesekali melirik ke arah Xiao Zhan. “Kamu terlihat lelah, Ayah tidak tega. Jadi kita istirahat di sana dulu.”
Mendapat jawaban, Xiao Zhan akhirnya mengangguk mengerti. Dia kembali menyandarkan tubuhnya pada jok mobil.
Begitu sampai, Xiao Zhan lalu di persilakan masuk. Sejak ia pertama kali menginjakkan kakinya di sana, mata kelinci itu tidak henti-hentinya melihat ke seluruh penjuru rumah ini.
Dari luar, arsitektur rumah keluarga Zhao dan Wang Yibo sangatlah berbeda, dan begitu ia masuk, keadaan di dalamnya pun juga sangat berbeda.
Rumah keluarga Zhao memang tidak sebesar keluarga Wang. Akan tetapi rumah keluarga Zhao memiliki unsur seni Victoria lama, sehingga setiap sisi rumah ini begitu sangat memanjakan mata.
Ketika matanya memindai ke setiap sudut, ada satu hal yang menarik atensinya. Xiao Zhan berjalan pada lemari panjang yang rendah. Di atas lemari itu terdapat ornamen guci, patung, dan beberapa bingkai foto.
Tuan Zhao berdiri satu meter di belakang Xiao Zhan, ia membiarkan Xiao Zhan melihat-lihat apa pun yang menarik minatnya di rumah ini.
Xiao Zhan meraih sebuah bingkai yang menarik atensinya tadi. Di dalamnya terdapat potret ayah dan anak saja. Bisa ia tebak, itu adalah Tuan Zhao dan Zhao Liying ketika masih kecil.
Bingkai foto yang kedua pun juga sama, hanya saja yang membedakannya adalah jarak usia dari foto sebelumnya. Di kedua foto itu mereka berdua berpose berpelukan dengan sangat bahagia.
Jujur saja, ketika ia melihat dua bingkai itu, hatinya terselipkan rasa iri pada Zhao Liying. Sejak kecil, Zhao Liying telah memiliki semua yang tidak pernah ia miliki. Termasuk cinta seorang ayah.
Di bingkai foto ketiga, itu adalah waktu di mana Tuan Zhao mengabadikan momentum berharga di hari pernikahan putrinya bersama dengan Wang Yibo.
Anehnya, di setiap foto itu tidak terdapat potret diri Ibu Zhao Liying.
Seperti seorang cenayang, Tuan Zhao melontarkan pertanyaan pada Xiao Zhan. “Kamu penasaran, kan, kenapa tidak ada foto Ibunya Liying?”
Xiao Zhan terkesiap, hampir saja ia menjatuhkan bingkai itu dari tangannya. Xiao Zhan menoleh pada Tuan Zhao yang ternyata sudah ada di sampingnya.
“Istriku telah lama meninggal. Itu terjadi delapan tahun yang lalu karena kecelakaan lalu lintas,” beritahunya.
Mata Xiao Zhan membola, terlampau lebih terkejut dari pada yang ia rasakan tadi. Ia baru tahu kalau Ibu Liying Jie telah tiada. Perlahan ia meletakkan bingkai tadi ke tempat asalnya.
Di sampingnya, Tuan Zhao masih memandang pada bingkai pernikahan. Sorot mata pria tua itu terlihat redup.
Sebelah tangannya yang kecil bergerak impulsif menyentuh lengan Tuan Zhao, ia berniat menyadarkan pria tua itu dari lamunannya.
“Aku turut berduka,” bisik Xiao Zhan pelan.
Tuan Zhao menoleh pada Xiao Zhan, dia mengulum senyum tipis. “Terima kasih, ‘Nak. Baiklah, sekarang kamu bisa istirahat di sini dulu.” Tuan Zhao menunjuk pada pintu coklat di depan mereka.
Xiao Zhan mengangguk. Dia lalu masuk ke dalam kamar itu untuk beristirahat setelah mengucapkan terima kasih kepada pria paruh baya itu.
Sebelumnya, ia sudah menghubungi Wang Yibo kalau ia akan pulang malam. Beruntung pria itu mengizinkannya setelah ia mengatakan kalau ia takut Nyonya Wang datang lagi ke rumah secara tiba-tiba seperti kemarin.
Wang Yibo hari ini memang cukup sibuk di kantor, sehingga dia tidak punya waktu untuk menemani Xiao Zhan di rumah. Zhao Liying pun hari ini juga sibuk bersama ibunya. Jadi, ia tidak punya alasan untuk melarang Xiao Zhan pergi ke manapun.
•••
Sore berlalu begitu cepat dan tak terasa hari sudah mulai gelap. Tuan Zhao awalnya berniat mengajak Xiao Zhan untuk makan malam dulu sebelum dia mengantarnya pulang, tetapi anak itu terus menolak.
Xiao Zhan akhirnya di antar pulang oleh Tuan Zhao pada jam tujuh malam, begitu ia sampai ternyata Wang Yibo telah menunggunya di depan rumah.
Mobil berhenti, Xiao Zhan buru-buru melepaskan sabuk pengaman miliknya. Sebelum turun dari mobil, Xiao Zhan menyempatkan diri berterima kasih pada Tuan Zhao di sampingnya.
“Ayah, terima kasih untuk hari ini. Aku sangat senang.”
“Sama-sama, lain waktu Ayah akan mengajakmu ke tempat yang menarik lagi,” janji Tuan Zhao.
Xiao Zhan tersenyum senang mendengarnya. “Aku menunggu hari itu tiba. Baiklah, aku keluar dulu.”
Ketika Xiao Zhan keluar dari mobil Tuan Zhao, kalung itu menyembul keluar dari pakaiannya. Mata cokelat hazelnut milik pria tua itu memicing melihat kalung itu, tetapi karena pencahayaan di dalam mobil yang kurang, Tuan Zhao tidak terlalu melihatnya dengan jelas.
Namun, Tuan Zhao seperti mengenali bentuk itu. Rasanya, liontin yang Xiao Zhan kenakan sekarang ini terasa sangat familiar, tetapi ia tidak tahu kapan ia pernah melihat itu sebelumnya.
Tbc ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Temporary Happiness [PDF✓]
Fanfiction[drama] [three love] [intersex] Keinginan Zhao Liying dalam menginginkan seorang anak menjadi awal mula kehancuran rumah tangganya bersama Wang Yibo, suaminya. Xiao Zhan yang hanya seorang waiter terseret dalam konflik rumah tangga mereka. Awalnya...