because of you

15 2 0
                                    

Langit senja perlahan berubah jingga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Langit senja perlahan berubah jingga. Di sebuah pantai yang sepi, zoe duduk di atas pasir, memeluk lututnya. Tatapannya kosong, tertuju pada ombak yang datang dan pergi, seolah mengulang-ulang kenangan yang tak pernah bisa ia lupakan.

Sudah berbulan-bulan sejak ia dan atlan, mantan kekasihnya, berpisah. Namun, bagi zoe, luka itu masih terasa segar. Dia rindu tawa atlan, cara atlan menggenggam tangannya, dan janji-janji yang dulu terasa begitu nyata.

“aku kangen kak atlan, dia udah 2 bulan engga kelihatan di kota ini.” bisiknya pada dirinya sendiri, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.

Tiba-tiba, suara langkah mendekat dari belakang. zoe menoleh, mendapati seorang pria berdiri tidak jauh darinya. Itu jean.

“ngapain ke sini mulu sih jo, sendirian lo?” tanya Jean sambil duduk tak jauh darinya.

zoe mengangguk pelan, tak tahu harus berkata apa, "gua sendirian"

“Pantai nya indah jo, tapi muka lo di tekuk Mulu akhir akhir ini ada masalah baru atau masih tentang atlan?” tanya jean lembut.

zie terdiam sejenak. Entah kenapa, kehadiran Jean kali ini membuatnya ingin berbicara "maaih tentang atlan, gua kangen dia je..”

jean tersenyum tipis, meski ada sedikit rasa pahit yang tak bisa ia sembunyikan. “secinta itu yah lo sama dia?”

zoe mengangguk, air mata mulai jatuh tanpa ia sadari. “gua kangen banget sama dia. tapi di satu sisi gua berharap engga pernah ketemu dia dari awal.”

jean menatap zoe dengan mata penuh pengertian. Dia tahu ini bukan waktu yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya. Tapi dia juga tidak ingin membiarkan zoe terus larut dalam kesedihan.

“Kamu tahu, zoe, kadang kita memang harus merelakan sesuatu yang pernah membuat kita bahagia. Mungkin sulit sekarang, tapi gua yakin… di depan sana, ada kebahagiaan baru yang nunggu lo” ucap jean dengan suara yang tulus.

zoe mengangkat wajahnya, menatap jean yang tersenyum hangat. Kata-kata itu seperti angin segar yang menyentuh hatinya.

“tumben lo bisa lembut gini ke gua je, tapi makasih lho,” kata zoe lirih.

jean hanya tersenyum. Dia tahu perjalanan zoe untuk melupakan atlan masih panjang. Tapi dia juga tahu, dia ingin menjadi bagian dari perjalanan itu, bukan sebagai pengganti, melainkan sebagai seseorang yang selalu ada di sisinya.

"sampai kapan atlan akan menetap di hati lo zoe? apa ada kesempatan itu buat gua?" batin jean, kepalanya menunduk menatap pasir pasir putih yang mulai melekat di kaki nya

"sampai kapan atlan akan menetap di hati lo zoe? apa ada kesempatan itu buat gua?" batin jean, kepalanya menunduk menatap pasir pasir putih yang mulai melekat di kaki nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


suasana kamar gelap hanya diterangi oleh cahaya redup dari jendela kecil, seorang laki-laki  duduk di sudut ruangan. Sudah sekitar dua bulan lamanya ia mengurung diri, tak pernah keluar, bahkan untuk sekadar menyapa dunia luar. Rambutnya berantakan, tubuhnya kurus kering, dan lingkar hitam di bawah matanya menunjukkan malam-malam tanpa tidur.

Setiap hari ia duduk termenung, mencoba mengurai simpul-simpul ingatannya tentang sebuah malam yang terus menghantui pikirannya. Malam itu, sesuatu terjadi yang membuat hidupnya berubah. Namun, semakin ia mencoba mengingat, semakin kabur bayangan yang muncul. Seolah-olah ingatannya sengaja mengaburkan detail-detail penting yang ingin ia ketahui.

Setiap malam, ia memutar ulang ingatan itu dalam kepalanya, mencoba merekonstruksi apa yang terjadi.

Hari demi hari berlalu, dan kesepiannya semakin dalam. Ia bahkan mulai berbicara pada dirinya sendiri, berdebat tentang apa yang harus ia lakukan. “cewek bajingan, dia ngejebak gua!”

di sisi lain

Angin dingin menerpa wajah seorang perempuan muda yang berdiri di tepi sebuah gedung tinggi. malam itu ia merasa hidupnya telah mencapai titik akhir. Segala beban yang ia pikul rasa sakit, kehilangan, dan kecewa seolah menumpuk tanpa ruang tersisa.

Ia menatap ke bawah, melihat dunia yang terasa begitu jauh dari dirinya. Lampu-lampu kota berkelap-kelip seperti sedang mengejek keputusannya. Langkah terakhir ini adalah kebebasan, pikirnya. Satu langkah, dan semua rasa sakit akan hilang.

Namun sebelum ia sempat melangkah, suara lembut tapi tegas memecah keheningan di belakangnya.

"sella... lo mau ngapain!?"

sella terkejut. Ia menoleh dan melihat seorang laki-laki berdiri tak jauh darinya. Wajahnya terlihat tenang, dengan senyum kecil yang mencoba menenangkan suasana.

"Jangan dekat-dekat!" seru sella panik. "gua mau lompat!"

Xavier mengangkat kedua tangannya perlahan, seperti ingin menunjukkan bahwa ia tak bermaksud menyakiti. "sella jangan.. turun sel.. lo cerita ke gua lo kenapa?!"

"lo engga perlu ikut campur" jawabnya akhirnya, suaranya serak dan hampir tak terdengar. "dan lo engga akan ngerti sama apa yang gua rasain."

xavier mengangguk pelan, seolah memahami. "gua tau sel tapi ini bukan jalan terbaik sella.. turunn kita selesaikan semua nya baik baik Tampa harus ada yang pergi"

sella ragu sejenak. Ia menatap xavier, mencoba mencari tanda-tanda niat buruk di wajahnya, tapi yang ia temukan hanya ketulusan. Akhirnya, ia mulai berbicara, pelan-pelan mengungkapkan beban yang selama ini ia pendam.

"gua hamil, gua engga tau harus ngapain, gua udah telpon atlan, tapi dia menghilang gitu aja, dua bulan vier gua sendirian cari atlan ayah dari anak ini!"

Xavier mendengarkan dengan serius, tanpa memotong atau memberi komentar. Ketika sella selesai, ia menarik napas panjang, merasa sedikit lebih ringan meskipun ia masih berdiri di tepi.

"sella," kata xavier akhirnya, "keputusan lo buat bunuh diri itu bukan akhir yang akan membahagiakan lo sella, lo dan anak itu berhak hidup terlepas dari "

sella menatap xavier, matanya mulai berkaca-kaca. Kata-kata itu menusuk hatinya, seolah menyentuh bagian yang selama ini ia tutupi dengan dinding kepahitan.

xavier melanjutkan, "gua nggak tahu apa yang akan terjadi besok, atau lusa, atau minggu depan. Tapi gua tau satu hal: kalau lo lompat malam ini, lo enggak akan pernah tahu apa yang ada di depan sana. Mungkin, ada sesuatu yang baik  nunggu lo. Sesuatu yang layak diperjuangkan."

Air mata mulai mengalir di pipi sella. Kata-kata xavier menyadarkannya bahwa mungkin, hanya mungkin, ada alasan untuk bertahan, meskipun ia belum menemukannya sekarang.

Akhirnya, dengan tubuh gemetar, sella melangkah mundur dari tepi gedung. xavier bergerak cepat dan membantunya berdiri tegak. Tanpa berkata apa-apa, sella menangis terisak, dan xavier memeluknya perlahan, memberikan rasa aman yang selama ini tak pernah ia rasakan.

••••

nexttt>>>

sorry baruuu upload, fyi akuuu punya cerita baruu nihh judul nya back or broken for life itu upload tiap harii kalo engga sibuk aku usahain, jangan lupa di baca dan vote juga yahh, yang ini mau aku selesaiin jugaa 🩵

obs'd me [On Going] Giselle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang