Diplomasi yang Berkelas

66 7 4
                                    

Namjoon duduk tegap di kursinya, senyum tipis menghiasi wajahnya. Talk show malam ini adalah salah satu acara paling bergengsi di Amerika Serikat, dan ia diundang sebagai tamu utama. Di depannya, pembawa acara terkenal—pria berusia lima puluhan dengan karisma kuat dan reputasi sebagai penghasut halus—tersenyum lebar. Namjoon tahu, ini bukan wawancara biasa.

Setelah beberapa pertanyaan ringan tentang musik dan budaya pop, pembawa acara melontarkan pertanyaan yang mengubah suasana studio.

“Jadi, Namjoon,” katanya, suaranya penuh antisipasi, “Industri hiburan di Korea Selatan sering dianggap terlalu keras. Ada tekanan besar pada para artis—jadwal gila, standar kecantikan yang tidak masuk akal, hingga kasus-kasus bunuh diri yang menyedihkan. Bukankah itu menunjukkan sesuatu yang sangat salah dalam budaya hiburan di negaramu?”

Penonton di studio terdiam. Pertanyaan itu seperti bom yang dilemparkan ke tengah panggung. Namjoon bisa merasakan atmosfer di ruangan berubah. Matanya menatap pembawa acara dengan tenang, menganalisis setiap kata yang baru saja diucapkan.

Ia tahu apa yang diinginkan pria itu.

Provokasi.

Reaksi emosional.

Sesuatu yang bisa dijadikan bahan berita viral. Tapi Namjoon adalah pemimpin yang telah menghadapi hujatan, hinaan, dan tekanan sejak hari pertama ia melangkah ke dunia hiburan. Ia telah belajar membaca situasi seperti ini dengan sangat baik.

“Pertanyaan yang menarik,” ujar Namjoon setelah jeda sejenak, cukup lama untuk membuat suasana semakin tegang. Suaranya tenang, tetapi ada kekuatan di balik nada itu. “Dan aku rasa, ini kesempatan bagus untuk memberikan perspektif yang lebih dalam.”

Pembawa acara sedikit terkejut dengan ketenangan Namjoon. Namun, ia tetap mempertahankan senyum khasnya, memberikan isyarat agar Namjoon melanjutkan.

“Korea Selatan adalah negara kecil yang punya sejarah panjang dan sulit,” Namjoon memulai. Ia berbicara perlahan, setiap kata dipilih dengan hati-hati. “Kami pernah dijajah, dihancurkan oleh perang saudara, dan hingga kini, kami hidup di tengah ancaman konflik yang terus membayangi. Kami tumbuh dalam kondisi yang mengajarkan kami satu hal penting: tidak ada yang datang dengan mudah. Semuanya harus diperjuangkan.”

Ia berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya menggantung di udara. “Dalam industri kami, kerja keras adalah nilai utama. Itu mungkin terlihat keras dari luar, tetapi bagi kami, itu adalah bentuk penghormatan. Penghormatan kepada mereka yang datang sebelum kami, yang membangun jalan ini dari nol. Kami menghargai setiap tetes keringat, setiap usaha, karena kami tahu betapa rapuhnya keberhasilan ini.”

Sang MC mencoba memotong, “Tapi apakah itu membenarkan tekanan yang diberikan kepada—”

Namjoon mengangkat tangannya, memberi isyarat halus tetapi tegas. “Maaf, izinkan aku menyelesaikan.” Suaranya tetap tenang, tetapi kini lebih tajam.

“Orang-orang Barat,” lanjutnya, menatap langsung ke mata pembawa acara, “mungkin sulit memahami ini. Karena, dalam sejarah kalian, keberhasilan sering kali datang dari merebut, menjajah, dan mengambil apa yang bukan milik kalian. Kalian tidak perlu membangun dari nol, karena kekayaan itu sudah kalian rampas dari orang lain.”

Penonton terdiam.

Beberapa orang saling memandang, tak percaya bahwa Namjoon berani mengatakan hal seperti itu. Pembawa acara tampak terkejut, kehilangan kata-kata untuk beberapa saat.

“Tetapi Korea berbeda,” Namjoon melanjutkan, suaranya kini lebih dalam. “Kami belajar dari sejarah bahwa sesuatu yang diraih dengan cara seperti itu tidak akan bertahan lama. Karena itu, kami memilih jalan yang lebih sulit. Kami bekerja keras, meskipun itu berarti menghadapi tekanan. Karena kami tahu, menjaga apa yang kami miliki jauh lebih sulit daripada sekadar merebut.”

Ruangan itu terasa seperti membeku. Bahkan napas penonton hampir tidak terdengar. Sang MC akhirnya memaksakan senyum, mencoba mengambil alih kembali kendali. “Itu… jawaban yang sangat… mendalam.”

Namjoon hanya tersenyum tipis, anggukan kecil sebagai tanggapan. “Aku hanya berbicara berdasarkan pengalaman kami. Aku harap itu memberikan perspektif yang lebih jelas.”

*******

Setelah wawancara selesai, Namjoon meninggalkan panggung dengan kepala tegak. Di belakang panggung, manajernya mendekat, wajahnya penuh kecemasan. “Namjoon, kau sadar apa yang baru saja kau lakukan? Ini Amerika! Kata-katamu bisa memicu kontroversi besar!”

Namjoon hanya tersenyum kecil, memandang ke arah pintu keluar. “Kadang-kadang, kebenaran perlu disampaikan, meskipun itu tidak nyaman.”

Keesokan harinya, klip wawancara itu menjadi viral di seluruh dunia. Banyak yang memuji keberanian Namjoon, menyebutnya sebagai simbol diplomasi berkelas. Sementara itu, media barat sibuk menganalisis kata-katanya, mencari makna di balik sindiran halus yang disampaikan di tanah mereka sendiri.

Namjoon tahu apa yang ia lakukan berisiko, tetapi ia tidak menyesal. Baginya, menyuarakan kebenaran dengan cara yang elegan adalah cara terbaik untuk menunjukkan siapa dirinya dan apa yang ia perjuangkan.

*******

Maaf ya guys author belum bisa move on dari Coach Shin. Katanya ET udah konferensi ya?

Jadi dia itu wawancarai orang di hari natal. Aku sebagai orang Muslim...

Wah, dia ini kenapa deh? Nggak toleransi banget.

Ada yang kristen atau katolik di sini? Kalian kalo ada panggilan kerja di hari natal mau nggak?

Katanya pelatihnya dari Belanda kan? Kayaknya dia belum tentu Muslim. Siapa tahu dia itu kristen atau katolik.

Berarti dia nggak ibadah dong...

Dan...rekam jejaknya dia pernah terlibat kasus perjudian.

Sebenarnya, menurutku nggak ada hubungannya. Kan dia tugasnya jadi pelatih... cuman...

Gimana ya? Lucu aja gitu, mereka lagi pengalihan isu korupsi 300 triliun, terus masukin pelatih mantan penjudi.

Bukannya malah tambah issu. Awas aja ya, kalo tetiba muncul berita pelatih timnas terlibat judol.

Makin hancur lah Indonesia. Udah uangnya di korupsi, dipake judi lagi...

Apa mereka ini nggak bisa briefing gosip atau gimana?

Tak bisa ber word-word...

Move on... guys move on. Dukung skuad Garuda siapapun pelatihnya.

Cuma masalahnya...ya gitulah...tau ah gelap.

Katanya Coach Shin terlalu keras karena nggak tahu cara main Barat. Coba kalian baca lagi cerita di atas.

Aku pikir jawaban Namjoon Cukup menjadi jawaban.

Uri Leader, Kim Namjoon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang