Hari terakhir Ulangan Akhir Semester (UAS) akhirnya tiba. Setelah empat hari menghadapi berbagai mata pelajaran, mulai dari yang penuh perhitungan seperti Matematika, yang menantang pemahaman bahasa seperti Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, hingga yang membutuhkan keterampilan gerak seperti Seni Tari dan PJOK, kini para siswa menghadapi ulangan Muatan Lokal (Mulok).
Bagi sebagian besar siswa, mata pelajaran ini tidak terlalu membebani. Muatan Lokal di sekolah mereka mencakup materi tentang Bahasa Daerah, Budaya Lokal, dan Kearifan Lokal yang sering kali sudah mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, meskipun tampak mudah, tetap saja ada beberapa siswa yang meremehkan dan tidak terlalu mempersiapkan diri dengan baik.
Pagi itu, suasana di kelas sedikit lebih santai dibanding hari-hari sebelumnya.
"Akhirnya, hari terakhir!" seru Adi dengan wajah cerah sambil meregangkan tangannya. "Aku merasa sudah melewati gunung tinggi."
"Kita baru selesai kalau lembar jawabannya dikumpulkan, Di," Yasmin mengingatkan sambil tersenyum.
Venesya duduk dengan tenang di bangkunya, melihat soal yang baru saja dibagikan oleh Bu Sinta, guru Muatan Lokal. Ia tersenyum tipis saat membaca soal pertama:
"Jelaskan makna dari rumah adat yang terdapat di daerah kita dan sebutkan unsur-unsurnya!"
Venesya menulis dengan lancar:
"Rumah adat daerah kita disebut Rumah Panjang. Rumah ini mencerminkan kehidupan masyarakat Dayak yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Unsur-unsurnya mencakup tiang kayu ulin yang kokoh, ukiran khas yang melambangkan filosofi hidup, serta bentuk memanjang yang mencerminkan kehidupan komunal."Sementara itu, di sisi lain kelas, Raka tampak kebingungan. Ia menggaruk kepalanya sambil melirik ke langit-langit.
"Rumah Panjang... Panjangnya berapa meter ya?" gumamnya.
Syifa yang duduk di depannya menahan tawa. "Itu bukan bagian pentingnya, Ra. Kamu cuma perlu menjelaskan maknanya."
Soal berikutnya menguji pemahaman siswa tentang makanan khas daerah.
"Apa saja makanan khas daerah kita, dan jelaskan filosofi yang terkandung di dalamnya?"
Venesya menulis dengan tenang:
"Salah satu makanan khas kita adalah Bubur Pedas. Makanan ini mencerminkan kearifan lokal dalam pemanfaatan rempah-rempah dan sayuran, serta filosofi bahwa hidup harus seimbang, seperti kombinasi rasa pedas dan gurih dalam bubur ini."Syifa pun menulis jawaban serupa, menambahkan bahwa Bubur Pedas sering disajikan dalam acara adat dan memiliki nilai kebersamaan karena sering disantap bersama-sama.
Namun, tidak semua siswa menganggap soal ini mudah.
Adi menoleh ke Raka. "Bubur Pedas itu pedas banget nggak sih?"
"Namanya aja Bubur Pedas, Di."
"Tapi aku nggak pernah makan..."
"Ya sudah, tulis saja makanan khas lainnya," saran Yasmin.
Adi akhirnya menulis tentang lemang, meskipun hanya sedikit yang ia ketahui tentang makanan tersebut.
Salah satu pertanyaan yang cukup menarik perhatian berbunyi:
"Mengapa budaya daerah perlu dilestarikan, dan bagaimana cara generasi muda bisa ikut serta dalam melestarikannya?"Venesya dengan cepat menuliskan:
"Budaya daerah adalah identitas dan warisan leluhur yang mencerminkan jati diri bangsa. Jika budaya tidak dilestarikan, maka akan hilang tergantikan oleh pengaruh luar. Generasi muda bisa melestarikan budaya dengan mempelajari dan mengenalkan budaya daerah di media sosial, mengikuti kegiatan seni tradisional, serta menerapkan nilai-nilai budaya dalam kehidupan sehari-hari."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Philosopher : Next Generation
Teen FictionVenesya, seorang gadis remaja berusia 11 tahun, pindah dari kota romantis Venesia, Italia ke sebuah kota kecil di Indonesia karena pekerjaan ayahnya. Awalnya, Venesya merasa canggung dan kesulitan beradaptasi dengan budaya dan lingkungan barunya. Na...