45

1.7K 377 28
                                    

Keesokan harinya, seperti apa yang Andreas katakan, orang yang akan memangkas rambutnya datang membawa perlengkapan matang atas pesan dari sang pelanggan. Seorang pria dewasa dan memiliki pengalaman dalam bidangnya memperkenalkan diri sebagai John, Andreas benar-benar memilih orang profesional hanya untuk memangkas rambut anaknya.

Duduk dikursi berhadapan dengan cermin dan wastafel. Mereka sengaja melakukannya di kamar mandi agar rambut yang terpotong nanti tidak terlalu berceceran mengotori lantai. Ditubuhnya sudah terpasang jubah penutup khusus sedang John tengah menyiapkan peralatannya, dan Andreas berdiri dibelakang memperhatikan.

Aurelian menggerakan kakinya yang melayang akibat dari tinggi kursi, menatap kearah cermin, senyumannya terbit dengan begitu cerah saat manik madunya bertemu dengan mata kelam milik sang papa yang membuat Andreas turut menarik sudut bibirnya.

"Tuan muda, saya akan mulai memangkas rambut anda." Ujar John. Ia menyisir terlebih dahulu rambut Aurelian, tertegun saat terdapat banyak sekali helaian yang rontok di sisir tersebut. Ia lantas berbalik menatap pada Andreas.

"Kenapa John? Apa rambut ku rontok lagi?" Aurelian tiba-tiba saja bertanya kala ia melihat reaksi John yang terpantul dari cermin.

Tersentak, ia beralih kembali pada Aurelian saat melihat Andreas tersenyum sendu dan mengangguk kecil. Matanya mengarah pada rambut Aurelian yang benar-benar sudah menipis hingga bisa memperlihatkan kulit kepalanya. Entah mengapa sekarang hatinya terasa sakit membayangkan pada yang tengah anak itu perjuangkan.

Menarik nafas dalam, John berkedip saat matanya terasa basah. Tangannya kembali bergerak menyisir rambut Aurelian meskipun setiap tarikan yang dibuatnya membuat helaian lain kembali terlepas, "anda sangat hebat tuan muda."

"Hm? Kenapa tiba-tiba, John?" Alis Aurelian terangkat.

John menggeleng pelan, ia lantas membasahi rambut Aurelian dengan air sebelum mulai memotongnya, "hanya saja, saya merasa kagum karena anda masih bisa tersenyum ditengah kondisi anda sekarang."

Pipi pucat Aurelian perlahan merona, sudut bibirnya terangkat menampakan senyuman malu-malu, "apa aku sedang dipuji? Senang mendengarnya."

John yang melihat raut wajah menggemaskan dari putra Andreas itu pun turut mengumbar senyuman. "Benar, tuan muda. Saya memuji kehebatan dan ketegaran anda yang tetap tenang."

"Tapi John, jika bukan karena papa dan saudara ku, aku pasti tidak akan seperti sekarang." Dirinya kembali menatap Andreas dari cermin dan tersenyum lembut, "jadi, itu berarti yang layak mendapatkan pujian adalah mereka, bukan aku."

Langkah Andreas mendekat menatap balik pada sang anak, lalu berdiri disamping Aurelian, "tapi putra papa juga layak untuk mendapatkannya. Faktanya, Aurelian nya papa itu sangat hebat." Ujar Andreas yang diam-diam disetujui oleh John.

Pipi anaknya semakin merona, kepala itu menunduk dengan bibir mengulum malu. "Papa jangan buat Lian malu, dong." Cicitnya lirih.

Hal itu membuat Andreas terkekeh pelan, "tidak apa. Lian juga selalu memuji papa, kenapa papa tidak boleh?"

Aurelian cemberut saat pipinya ditarik pelan oleh tangan papanya, cubitannya tidak sakit justru Andreas melakukannya dengan lembut tanpa memberikan tekanan berlebih. Ia tidak menjawabnya memilih untuk mendiamkan Andreas yang menertawakannya.

John tersenyum melihat interaksi manis dari papa dan anak itu, ia mulai memotong rambut Aurelian secara perlahan. Helaian pekat dari rambut anak itu jatuh mengotori lantai kamar mandi, dengan tenang Aurelian terdiam membiarkan John melakukan pekerjaannya meskipun dihatinya ada sedikit perasaan tidak rela. Nanti juga tumbuh lagi, Lian. Batinnya mengobati diri.

HyacinthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang