04

9.6K 955 30
                                    

Note:
Cetak miring berarti flashback.




***




Kini Wilhelm family tengah berkumpul bersama di ruang utama dengan Andreas memangku Aurelian, menyandarkan kepala sang ayah pada dadanya sedang tangannya mengelus kepala Aurelian yang nampak nyaman.

Calix mencuri pandang pada wajah adiknya itu, ingin memulai percakapan tetapi ia terlalu bingung harus bagaimana. Di sisi lain rasa bersalahnya masih sangat besar hingga ia hanya bisa menundukkan kepala serta mengalihkan pandangannya pada saat Aurelian berbalik menatapnya.

Orion si bungsu pun tidak berbeda jauh, selama ini ia yang selalu mengadukan Aurelian pada Andreas hanya karena masalah sepele berakhir dengan membuat kakak ketiganya itu mendapat hukuman. Dalam benak tengah memikirkan cara seperti apa yang harus ia lakukan untuk bisa meminta maaf pada Aurelian karena jujur saja Orion tipe orang angkuh hingga kata-kata seperti itu sulit sekali untuk keluar dari mulutnya.

"Tuan, makan malam sudah siap." Ujar salah satu pelayan menyela keterdiaman yang terjadi di antara mereka.

Andreas mengangguk, setelahnya langsung menggendong Aurelian dalam sekali gerakan seolah anak itu seringan kapas, "papa, Lian bisa berjalan sendiri." Ujar Aurelian.

"Diam lah. Kau tidak boleh terlalu kelelahan." Sahut Andreas mulai berjalan menuju ruang makan dimana makanan sudah selesai di siapkan dan di tata rapih di atas meja.

Aurelian menunduk merasa tak enak dengan sang papa, "Lian berat papa."

"Berat? Justru kau harus lebih menaikan berat badan mu lagi, boy. Aku khawatir kau akan terbang terbawa angin saking ringannya."

Menatap sang papa dengan wajah cemberutnya, Aurelian mendelik, "mana ada."

Melihat sang anak yang menggemaskan mengundang kekehan ringan bagi Andreas. Ia mendudukan Aurelian di kursinya tepat di antara Calix dan Orion sedang dirinya kembali berjalan menuju kursi kepala keluarga meninggalkan kecanggungan diantara anak-anaknya, terutama bagi Calix dan Orion yang tidak tahu harus bersikap bagaimana setelah perbincangan mereka sebelumnya.

Aurelian yang terlihat biasa saja mengedarkan pandangannya meneliti lauk apa saja yang akan ia tambahkan ke piringnya. Mata berbinar saat melihat udang yang diolah dengan mentega, kaldu ayam serta perasan lemon, itu makanan kesukaannya.

Calix yang memang sedari tadi memperhatikan pun dengan inisiatif mengambilkannya, menaruh udang itu diatas piring Aurelian yang terlihat tertegun. Dengan canggung adiknya itu menundukan kepalanya pelan sembari mencuri pandang kearahnya, "terimakasih, kak." Cicitnya.

Calix terdiam sesaat setelahnya menaruh kembali sendok yang tadi di gunakan untuk mengambil udang ke tempatnya tanpa menjawab Aurelian. Ia hanya bingung harus bagaimana untuk menghadapi perasaannya yang masih campur aduk, tetapi di sisi lain Andreas yang memperhatikan justru mengulas senyuman tipisnya merasa senang dengan inisiatif yang di ambil oleh putra keduanya.

Calix itu keras kepala, ia tidak akan meminta maaf sebelum orang tersebut melakukannya terlebih dahulu tidak peduli bahkan jika dirinya lah yang salah. Tipe yang cenderung mementingkan dirinya sendiri ketimbang orang lain, sosok yang keras dengan lidah tajam dan sekenanya.

Melihatnya luluh seperti ini membuat Andreas bersyukur, yah setidaknya sedikit demi sedikit itu sudah termasuk hal yang sangat bagus. Ia yakin jika kedepannya semuanya akan menjadi lebih baik lagi.

'Terimakasih Eve, jika bukan karena kau yang mendatanginya, aku yakin Calix akan tetap keras kepala seperti biasanya'. Batin Andreas.

"Ini, makan ini juga."

HyacinthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang