6

1K 75 12
                                    

Jalal kini berada di kantor ayahnya. Setelah dia diperkenalkan dengan para karyawannya, Humayun mengajak putranya ke ruangannya untuk bicara. Mereka duduk berhadapan di sofa. Humayun memberikan sebuah amplop besar ke Jalal.

"Apa ini, Pa?"

"Buka saja dulu. Nanti Papa jelaskan."

Jalal membuka isi amplop itu. Dia masih belum mengerti maksud dari isi berkas itu.

Humayun kemudian menjelaskan, "Berkas itu adalah proposal pembukaan cabang baru kantor kita di Shimla."

"Shimla? kenapa Papa buka cabang disana?"

"Tempatnya strategis dan juga kota itu sekarang berkembang pesat. Sebenarnya ada alasan lain mengapa Papa ingin membuka cabang kantor kita disana." Humayun berhenti sebentar sambil mengambil nafas lalu melanjutkan kata-katanya, "Papa ingin menebus kesalahan Papa pada seseorang, Nak. Dia adalah sahabat Papa, tapi karena kesalahpahaman dan juga ego Papa, dia harus mengalami penderitaan. Bharmal kehilangan pekerjaan dan juga rumahnya." Jalal mendengarkan papanya dengan seksama.

"Dan dalang dari semua ini adalah Abul mali, pamanmu sendiri."

"Paman Abul mali? Apa yang dia lakukan?"

"Abul mali telah menggelapkan uang perusahaan tapi dia memfitnah Bharmal untuk meloloskan rencananya. Papa begitu terpengaruh dengan kata-katanya dan tidak mempercayai sahabat Papa sendiri." Humayun sangat menyesali perbuatannya.

"Aku tidak menyangka paman Abul mali akan melakukan semua itu."

"Seseorang bisa berbuat apapun demi harta dan tahta. Namun Papa sekarang bisa bernafas lega karena Abul mali sudah dipenjara dan mendapat hukumannya."

Humayun kemudian berdiri menuju jendela kantornya sambil melihat pemandangan diluar.

"Untuk menebus semua kesalahanku, maka Papa membuka kantor cabang baru atas nama Bharmal. Papa ingin kamu yang mengawasi kegiatan disana sebelum kantor itu selesai dibangun."

Humayun mengambil amplop coklat dan menyerahkannya ke Jalal.

"Selama 5 tahun ini Papa mencari keberadaan Bharmal, tapi dia tidak ada di kota ini. Papa menyewa seorang detektif untuk mencari Bharmal dan keluarganya. Ternyata mereka ada di Shimla."
Jalal membuka amplop itu.

"Di dalam amplop itu ada alamat tempat tinggal mereka. Dia tinggal bersama adiknya yang mempunyai peternakan sapi dan kuda."

Jalal melihat satu persatu kertas-kertas itu. Lalu ada beberapa lembar foto Bharmal dan keluarganya.

"Itu adalah foto Bharmal dulu waktu putrinya masih kecil. Dan yang ada dibelakangnya adalah foto putrinya yang sekarang. Kira-kira umurnya 24 tahun."

Setelah Jalal melihat foto Bharmal, Meena dan Jodha waktu masih kecil, dia melihat foto Jodha dewasa.
Jodha yang sekarang menjadi gadis yang sangat cantik. Jalal sampai terpana menatapnya. Dia merasa seperti pernah melihat Jodha sebelumnya. Tapi dimana?

Saat melihat mata Jodha, dia baru sadar kalau mata Jodha persis dengan gadis yang ada dalam mimpinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Saat melihat mata Jodha, dia baru sadar kalau mata Jodha persis dengan gadis yang ada dalam mimpinya.

Jalal menggumam, "Dia gadis yang sangat cantik."

Humayun yang mendengar gumaman Jalal tersenyum. "Ada apa Jalal?"

Jalal tersadar dari lamunannya.

"Ah ... hm ... tidak, Pa. Tidak ada apa-apa." Jalal salah tingkah saat Humayun menatapnya.

"Mungkin mereka kini sangat membenciku." Humayun berkata dengan sendu, "Papa minta tolong padamu untuk tidak memberitahu pada mereka tentang kantor cabang baru ini. Papa ingin kamu melihat keadaan mereka disana. Kantor itu sekarang masih dalam tahap pembangunan 90%. Selama ini yang mengawasi keadaan disana adalah Atghah shah, orang kepercayaan Papa dan sekarang aku alihkan padamu untuk mengurusnya. Tempat tinggalmu juga sudah diatur disana. Kamu mau kan membantu Papa?"

"Iya, Pa. Dengan senang hati aku akan membantu Papa."

"Terima kasih, Nak. Kau memang anak Papa yang bisa diandalkan." Humayun menepuk pundak Jalal, "Terus terang, Papa malu bila berhadapan dengan Bharmal. Dia pasti tidak akan memaafkanku."

"Jangan berkecil hati, Pa. Pasti mereka akan memaafkan Papa. Aku janji akan membantu mereka. Jadi, mulai kapan aku berangkat?"

"Lusa kamu berangkat. Nanti disana kamu akan dijemput oleh Abdul. Dia yang menyiapkan segalanya disana dan juga akan membantumu."

"Baik, Pa. Sekarang aku minta ijin ke ruanganku untuk mempelajari berkas kantor cabang ini."

"Baiklah. Sekali lagi terima kasih." Jalal mengangguk lalu pergi meninggalkan ayahnya. Namun saat Jalal  akan membuka knop pintu, suara Humayun menghentikannya.

"Oh iya, Jalal. Ada yang lupa Papa katakan padamu." Jalal berhenti lalu berbalik.

"Sebenarnya dulu aku dan Bharmal mempunyai rencana untuk menjodohkanmu dengan Jodha."

Jalal terkejut mendengar ucapan Humayun. Sedetik kemudian dia tersenyum. Entah mengapa hatinya merasa bahagia meskipun belum bertemu dengan Jodha. Seperti ada ikatan tak kasat mata antara dia dan Jodha.

"Aku pergi, Pa." Jalal membuka pintu dengan senyuman masih bertengger di bibirnya. Humayun merasa lega karena Jalal sepertinya tidak menolak perjodohan ini. Dan Humayun berharap semoga Bharmal dan keluarganya mau memaafkannya.

Dua hari kemudian, Jalal berangkat ke Shimla menggunakan kereta api. Hamidah, Sehnaz, Sonia dan Sallu mengantar Jalal sampai stasiun.

"Hati-hati Jalal. Jika sudah sampai disana jangan lupa hubungi Mama. Papamu itu keterlaluan! Kamu baru saja tiba dari london, sekarang disuruh ke Shimla. Mama kan masih kangen."

"Mama tidak usah khawatir. Jika ada waktu luang, aku akan pulang."

Setelah Jalal bersalaman dengan semuanya. Dia naik kereta sambil melambaikan tangan ke arah mereka. Kereta berangkat meninggalkan Delhi. Selama dalam kereta, Jalal tak pernah berhenti memandangi foto Jodha. Dia belai foto itu.

"Tunggu aku Jodha."

Setelah beberapa jam perjalanan. Tibalah kereta di stasiun Shimla. Abdul sudah menunggu disana. Abdul adalah asisten pribadi Jalal sekaligus teman baiknya. Begitu melihat Jalal, Abdul menghampirinya lalu membawakan koper milik Jalal.

"Hai Abdul. Sudah lama menungguku?" Jalal menepuk pundak Abdul.

"Tidak boss. Hanya setengah jam saja. Mari kuantar ke mobil."

"Ok."

Handphone Jalal berbunyi. Dia menerima telepon itu. Ketika asyik menelepon, tak sengaja ada seseorang yang menabraknya dari samping.

Bruk ...

LOVE FAITH (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang