28

868 62 8
                                    

" Kebencian tidak bisa menghancurkan kebencian. Hanya cinta yang bisa menghancurkan itu."

"Hatred can not destroy hate. Only love that can destroy it."




"Tunangan? apa tidak terlalu cepat, Yah?" ucap Jodha.

"Kalian sudah saling mengenal dengan baik. Sudah waktunya mengikat hubungan kalian ke jenjang yang lebih serius. Menunggu apa lagi?"

Jodha menelan ludah. Percuma saja dia membantah. Ayahnya pasti akan marah. Yang bisa dia lakukan hanya menurut.

"Jalal, nanti aku akan beritahu ayahmu tentang hal ini. Aku harap kalian menyiapkan diri."

"Baik, Paman."

"Jangan panggil aku dengan Paman. Mulai hari ini panggil Ayah."

"Iya, Ayah."

Shivani berdiri dan memeluk Jodha. "Selamat ya, Kak."

Jodha tersenyum tipis. Sebenarnya dia masih terkejut dengan kabar ini hingga tidak bisa berkata apa-apa. Entah dia harus senang atau sedih. Saat ini dia belum bisa memaafkan Humayun dan kini tanpa persetujuannya, ayahnya telah mengumumkan pertunangannya.

Jalal tahu jika Jodha masih terkejut dengan semua ini, tapi tindakan yang dilakukan oleh Bharmal memang benar. Semakin cepat mereka mengikat hubungan, maka kemungkinan untuk Jodha memaafkannya dan juga Humayun akan terbuka.
Jodha mencintainya. Hanya karena ego, Jodha mencoba mengelaknya.

Setelah berbincang-bincang, Jalal berpamitan pulang pada semua orang. Hanya Jodha yang masih tidak memperdulikannya.

*

Di kamarnya, Jodha belum tertidur. Dia masih memikirkan tentang pertunangannya yang terkesan mendadak. Ketika dia melamun, ada seseorang yang mengetuk pintunya.

"Jodha, apa kau sudah tidur?"

"Belum, Bu."

"Ibu boleh masuk?"

"Iya."

Meena membuka pintu dan masuk. Dia melihat Jodha duduk ditepi ranjang. Meena
duduk disampingnya.

"Kenapa belum tidur?" Meena membelai rambut Jodha.

"Masih belum mengantuk."

"Apa kamu memikirkan tentang pertunanganmu?"

Jodha mengangguk lesu dan meletakkan kepalanya di pangkuan Meena.

"Kenapa kamu terlihat sedih? apakah kamu tidak bahagia?"

"Aku tidak tahu, Bu. Aku hanya merasa masih belum siap."

"Kamu harus bisa menghilangkan kebencianmu pada Humayun. Apalagi Jalal tidak bersalah ikut kamu benci juga. Semua orang pasti punya kesalahan. Mereka sudah sadar dan minta maaf. Kita sebagai sesama harus memaafkan." Meena menasehati Jodha agar terbuka hatinya.

Jodha diam mendengarkan nasihat ibunya.

"Mungkin untuk saat ini aku belum bisa memaafkan mereka, Bu. Jika ingat masa kecilku dulu, hatiku kembali sakit." Meena tersenyum.

"Berdamailah dengan masa lalu. Setelah itu dengarkan kata hatimu. Ibu yakin kamu masih mencintai Jalal."

Jodha bangun dari pangkuan ibunya. Dia memang tidak bisa menyembunyikan apapun dari Meena. Jodha menunduk.

Meena menangkup dagu Jodha agar melihatnya.

"Kamu tidak bisa menyembunyikan apapun dariku. Sekarang Ibu tanya. Apa kamu sayang ayah dan ibu?

"Tentu saja aku sayang kalian."

"Kalau kamu memang menyayangi kami. Terimalah pertunangan ini."

Jodha mengangguk lalu memeluk ibunya. Malam ini dia bisa tidur dengan nyenyak setelah berbicara dengan Meena.

៛៛៛

Jodha bersiap pergi ke kantor. Setelah merapikan penampilannya, Jodha keluar dari kamar lalu sarapan bersama ayah dan ibunya.

"Selamat pagi Ayah, Ibu."

"Pagi, sayang."

"Jodha, hari ini ayah tidak ikut ke kantor karena ada urusan. Kamu berangkat dulu."

"Iya, Ayah."

Setelah sarapan, Jodha pamit pada mereka. Meena mengantar Jodha sampai di depan rumah. Di halaman depan sudah ada Jalal berdiri dan menyunggingkan senyum.

Ada yang berbeda dari Jalal. Pria itu memotong rambutnya lebih rapi. Bulu halus di sekitar rahangnya juga dicukur. Membuatnya terlihat lebih muda dan fresh. Jodha terpana melihatnya. Jalal berjalan ke arah mereka.

"Selamat pagi, Bu. Pagi, Jodha."

"Selamat Pagi."

"Kenapa kamu disini?" tanya Jodha ketus.

"Jodha." Meena memperingatkan.

"Hari ini Birbal ada keperluan lain. Jadi, aku yang menjemputmu."

"Apa kamu sudah sarapan, Jalal? Kalau belum, ayo sarapan dulu."

"Saya sudah sarapan, Bu. Terima kasih atas tawarannya."

"Baiklah."

Mereka berdua berpamitan pada Meena. Jalal mempersilahkan Jodha jalan terlebih dahulu ke mobil dan membukakan pintu untuknya. Setelah masuk ke mobil, Jalal mengemudikan mobilnya menuju kantor.

Dalam perjalanan, Jalal bersiul.

"Kamu terlihat bahagia sekali." Jodha penasaran kenapa Jalal terus tersenyum sedari tadi. Apalagi bersiul.

"Kau benar."

"Kenapa?"

"Karena kita akan bertunangan." Jodha diam.

"Apa kau tidak bahagia dengan pertunangan kita?"

"Apa kau tidak merasa ini terlalu cepat?" Jodha balik bertanya.

"Kita sudah saling mengenal, Jodha. Kita saling mencintai. Lebih cepat akan lebih baik bila hubungan kita serius." Jodha kembali diam.

Dalam keheningan, terdengar suara yang sangat keras. Mobil yang dikemudikan Jalal oleng. Dengan sigap Jalal mengerem. Beruntung jalanan tidak terlalu ramai sehingga tidak sampai menabrak mobil lain.

"Aw ..."

Kepala Jodha terbentur dashboard mobil.

"Kenapa kamu berhenti mendadak?"

"Maaf, Jodha. Aku hanya reflek. Sepertinya ada yang tidak beres dengan mobil ini. Aku lihat dulu."

Jalal turun dan melihat keadaan mobilnya. Ternyata bunyi keras tadi berasal dari ban mobil belakangnya yang bocor.

"Sial! Kenapa harus bocor." Jalal berkacak pinggang. Jodha turun dan melihat apa yang terjadi.

"Ada apa?"

"Bannya bocor."

"Apa? bocor? Lalu bagaimana? Kita bisa terlambat."

"Aku akan telepon asistenku untuk kesini mengurus mobil ini."

Jodha berdecak kesal. Dia mengambil tas kerjanya dan mulai berjalan meninggalkan Jalal yang masih menelepon.

"Jodha, kau mau kemana?"

"Aku naik taksi saja."

Jalal mengejar Jodha yang berjalan cepat di depannya. Meninggalkan mobil di tepi jalan dan menuju ke halte bis.

Sesampainya di halte, tidak ada taksi yang lewat. Jodha mulai kesal. Sesekali dia melirik arlojinya. Dia tidak sabar.

"Lebih baik kita naik bis saja
Jika menunggu taksi, mungkin akan lama."

Sikap Jalal berbanding terbalik dengan Jodha. Dia terlihat santai.

"Ini semua karenamu. Aku bisa terlambat."

Jalal hanya tersenyum mendengar ocehan Jodha. Sepertinya hari ini sedikit berbeda. Dia bisa lebih banyak menghabiskan waktunya bersama Jodha.

LOVE FAITH (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang