26

913 47 6
                                    

Jodha sarapan bersama ayah dan ibunya sebelum berangkat kerja.

"Jodha, ada yang ingin ayah dan ibu katakan padamu."

"Iya, Yah."

"Kemarin Ayah sudah membicarakan ini dengan Humayun. Dia telah memberikan kantor cabang itu padaku. Ayah harap kamu mau membantu mengelolanya."

Jodha menelan makanannya dengan cepat. Mendengar nama Humayun, darahnya seketika mendidih. Dia hanya diam.

"Ayah minta kamu berhenti bekerja dari butik," ucap Bharmal tegas.

"Berhenti kerja? Aku nyaman kerja disana."

"Ini demi ayahmu, Jodha. Apa kamu tega melihat ayahmu memimpin perusahaan itu sendirian," sahut Meena.

Jodha terdiam sejenak. Benar juga apa yang dikatakan ibunya.

"Bagaimana dengan Resham?"

"Kamu jelaskan saja padanya. Dia pasti mengerti."

"Kamu izin masuk setengah hari pada Resham untuk acara serah terima jabatan di kantor besok. Setelah itu kamu mengajukan resign," ucap Bharmal.

"Baiklah Ayah." Jodha menghela nafas.

"Bagaimana aku bisa menjadi wakil ayah bila aku tidak mengerti tentang bisnis tekstil?"

"Kamu tenang saja. Jalal nanti yang akan membantumu. Dia bersedia mengajarimu."

"Kenapa dia?"

"Karena hanya dia yang tahu seluk beluk perusahaan. Apa kamu tidak mau?"

"Baiklah. Aku menurut saja apa kata Ayah."

Semakin lama udaranya semakin panas. Daripada harus berdebat terus dengan ayahnya, lebih baik Jodha segera menyelesaikan sarapannya. Ayahnya tidak akan mengerti betapa bencinya dia pada Humayun dan Jalal, tapi dia harus mengalah.

Setelah sarapan selesai, Jodha pamit pada ayah dan ibunya lalu berangkat ke butik.

₪₪₪

Jodha meminta izin ke Resham untuk masuk kerja setengah hari besok dan menjelaskan jika dia akan resign dari butik.

Resham menghembuskan nafas berat.

"Tidak kusangka jika kamu akan berhenti kerja. Aku pasti akan kehilangan pegawai kompeten sepertimu."

"Aku juga sedih harus kehilangan boss sexi sepertimu." Resham tersenyum.

"Apakah kamu sudah memaafkan Humayun?"

Jodha kaget dengan pertanyaan Resham.

"Aku tidak akan pernah memaafkannya."

"Tidak baik menyimpan sakit hati terlalu dalam. Dia sudah menebus kesalahannya." Resham berusaha membujuknya. Karena dia tidak ingin sahabatnya ini menyimpan rasa benci.

"Itu tidak seberapa dengan apa yang telah dia lakukan dulu. Masa kecilku yang seharusnya ceria seperti anak lain, tapi tidak denganku. Itu semua karena dia. Aku sering dicemooh oleh teman-teman sekolahku." Jodha mengingat kembali masa kecilnya yang menyedihkan. Bagaimana dia dibully dan dihina dengan sebutan anak koruptor.

"Beruntung ada Paman Bhairam yang menolong. Dia yang membantu keluargaku hingga bisa seperti sekarang. Katakan padaku Resham, apa aku salah membencinya?" Jodha mengusap air matanya.

Resham diam. Dia juga tidak tahu bagaimana kehidupan masa kecil Jodha. Baru sekarang Jodha menceritakannya.

"Yang aku dengar, saudaranyalah yang telah menghasut Humayun hingga dia tidak mempercayai ayahmu. Sebenarnya ini hanya salah paham." Resham masih mencoba membuka mata hati Jodha.

Jodha mengernyitkan keningnya. Pertanda dia tidak suka jika Resham terus membela Humayun.

"Dia dan ayahku sudah bersahabat sejak lama. Apa tidak bisa membedakan apakah ayahku jujur atau tidak? Bahkan ayahku membunuh semut saja tidak pernah. Apalagi sampai menyakiti sahabatnya sendiri."

"Sudahlah. Aku tidak mau membahas ini lagi. Lebih baik aku bekerja." Jodha beranjak dari ruangan Resham dengan wajah marah.

Kenapa tidak ada yang mau mengerti dirinya. Bahkan sahabatnya sendiri lebih membela Humayun daripada dia.

Resham hanya menggelengkan kepala. Maksud hati ingin membantu melupakan kebenciannya, tapi Resham malah terkena amukan juga.

"Aku hanya tidak ingin suatu saat kamu menyesal. Tidak baik menyimpan kebencian dalam hati," gumam Resham.

^^^

Jodha dan Bharmal telah siap menuju ke kantor cabang Bharmaltex. Itulah nama perusahaan kantor cabang di Shimla. Mereka berangkat dijemput oleh supir suruhan Humayun. Humayun sudah menyiapkan mobil dan supir yang akan mengantar jemput Bharmal setiap hari ke kantor.

Mobil jemputan datang. Supir yang bernama Birbal membantu Bharmal untuk masuk ke mobil. Sedangkan kursi rodanya ditaruh di bagasi belakang.

Hari ini Jodha terlihat cantik memakai blouse putih dilengkapi blazer berwarna pink. Dan memakai rok hitam selutut. Bharmal juga masih terlihat gagah dengan balutan setelan jas warna hitam, meskipun umurnya sudah tidak muda lagi.

Perjalanan menuju ke kantor lumayan lancar karena jalanan tidak begitu macet. Jodha merasa gugup karena akan bertemu dengan Humayun dan Jalal. Dia tidak tahu harus bersikap bagaimana pada mereka. Sejujurnya dia tidak ingin mengecewakan ayahnya. Bharmal melihat Jodha yang gelisah, mencoba menenangkannya. Bharmal mengelus rambut Jodha dengan lembut.

"Kamu jangan gugup, Jodha. Semuanya akan baik-baik saja. Ayah harap kamu bisa menjaga sikap. Bedakan urusan pribadi dengan pekerjaan."

Jodha tersenyum melihat Bharmal memberikan dukungan padanya. Ayahnya benar, dia harus profesional dalam bekerja. Jodha harus bisa menekan rasa bencinya agar tidak mengganggunya dalam bekerja.

Mereka telah sampai di kantor. Begitu turun dari mobil, mereka berdua disambut oleh Atghah shah, asisten Humayun.

"Selamat datang tuan Bharmal dan Nona Jodha. Saya Atghah Shah, asisten tuan Humayun. Saya yang akan mengantar anda. Silahkan." Atghah memperkenalkan dirinya lalu mengantar Bharmal dan Jodha keruang rapat.

Bharmal dibantu Atghah mendorong dirinya dengan kursi roda. Sedangkan Jodha berjalan disebelahnya.

Kantor cabang lumayan besar dan luas dibanding dengan bangunan disekitarnya. Humayun memang tidak tanggung-tanggung dalam memberikan yang terbaik untuk Bharmal. Juga untuk menebus kesalahannya.

LOVE FAITH (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang