23

784 68 43
                                    

Jalal telah menyelesaikan acara pembukaan kantor cabangnya. Kini saatnya untuk berterus terang pada Jodha dan keluarganya. Entah bagaimana sikap Jodha bila mengetahui ini semua.

Sore hari Jalal tidak pulang ke rumahnya namun ke rumah Jodha. Meskipun jantungnya berdebar-debar, tpi dia harus tetap bersikap tenang supaya tidak gugup saat bicara.

Begitu tiba rumah Jodha, Jalal mengambil nafas dan menghembuskannya perlahan. Dia mengetuk pintu. Meena yang membuka pintu.

"Sore Bu. Apa Jodha sudah pulang?"

"Masuklah," ucap Meena dengan datar.

Jalal masuk ke dalam. Di ruang tamu semua orang berkumpul. Di sana ada Bharmal, Bhairam, Meena, Salima, Aryan dan Shivani. Kecuali Jodha.

"Duduklah Jalal."

Jalal duduk di depan Bharmal. Semua mata memandang padanya dengan wajah marah. Jalal seperti tersangka yang akan mendapat hukuman dari hakim. Dia kembali gugup.

"Ehm ... Paman. Saya ingin mengatakan sesuatu ... "
Belum Jalal selesai bicara, Bharmal memotongnya dengan memberikan sebuah majalah.

"Apa ini?"

Jalal menerima majalah itu dan melihat sampul depan yang ada foto dirinya. Dia terkejut.

"Pantas saja aku merasa seperti pernah mengenalmu. Ternyata kamu putra dari Humayun. Kenapa kamu membohongi kami?"

Jalal langsung bersimpuh di depan Bharmal.

"Paman, saya minta maaf jika sudah membohongi kalian. Saya melakukan ini karena jika terus terang dari awal, kalian pasti tidak akan menerimaku." Jalal mengatupkan kedua tangan di depan dadanya dan menundukkan kepala merasa bersalah.

"Seharusnya kamu bilang dari awal. Aku pasti tidak akan marah." Bharmal memegang kedua bahu Jalal agar berdiri.

Jalal mendongakkan wajahnya. Dia terharu karena Bharmal tidak marah padanya.

"Jadi, Paman tidak marah padaku?"

"Tentu saja aku masih marah padamu karena kamu tidak jujur, tapi hanya sedikit. Bagaimanapun juga kamu tidak punya salah apa-apa. Semua itu hanya salah paham antara aku dan ayahmu. Aku sudah memaafkannya dari dulu," ucap Bharmal dengan tersenyum.

"Papaku sudah tahu kalau paman Abul Mali yang merencanakan semuanya. Papa minta maaf karena sudah meragukan Paman. Dia menyesal sudah memperlakukan Paman seperti itu. Untuk itulah papa membuka kantor cabang karena itu adalah hak Paman." Jalal menjelaskan perihal papanya. Dan semua yang ada disana jadi tersentuh dengan penjelasannya.

"Papa terus merasa bersalah karena perbuatannya dan dia mulai mencari keberadaan Paman. Ketika papa tahu kalau Paman tinggal di Shimla, papa langsung membangun kantor cabang disini."

"Papamu memang pria dan sahabat yang baik."

"Awalnya kami marah padamu karena sudah membohongi kami. Tapi karena kamu pria yang baik dan banyak membantu kami. Kemarahan kami menghilang begitu saja," ucap Bhairam.

"Kamu tidak perlu takut kalau kami tidak memaafkanmu. Karena kamu tidak bersalah Jalal." Meena menyahut.

Semua orang yang ada disana tersenyum. Jalal merasa lega karena semua orang mau memaafkannya.

"Terima kasih kalian semua mau memaafkanku, tapi bagaimana dengan Jodha?"
Semuanya diam.

Shivani mengajak Jalal ke sebuah tempat, "Ayo Kak. Aku akan mengantar kakak ke tempat kak Jodha bila dia sedang ada masalah."

Jalal meminta izin pada semua orang. Dia mengikuti Shivani dari belakang. Hatinya yang tadi merasa lega, kini kembali gelisah. Akankah Jodha mau memaafkannya?

Sampailah mereka di sebuah danau di dekat peternakan milik Bhairam. Dari kejauhan, Jalal melihat Jodha duduk di sebuah bangku kayu di pinggir danau sambil melempar kerikil kecil.

"Itu kak Jodha. Semoga dia mau memaafkanmu," ucap Shivani.

"Terima kasih, Shivani."

Shivani mengangguk lalu pergi meninggalkan Jalal. Dengan langkah pelan dia mendekati Jodha.

"Jodha."

Jodha terkejut dan menoleh. Matanya menatap tajam ke arah Jalal. Tatapan penuh amarah. Jodha berdiri dari duduknya namun dengan sigap Jalal menarik tangannya.

"Tolong dengarkan penjelasanku."

"Lepas!"

"Tidak akan kulepaskan sebelum kau mendengarkan penjelasanku."

"Penjelasan apalagi, Tuan Jalal Akbar Khanna yang terhormat! Kamu sudah berhasil membohongiku dan membuatku seperti orang bodoh."

"Aku tidak bermaksud seperti itu. Jika aku jujur dari awal, kamu pasti tidak mau menerimaku."

"Tentu saja aku tidak akan menerimamu! Anak dari orang yang sudah membuat keluargaku menderita."

"Apa salahku? Kenapa kamu membenciku atas kesalahan yang tidak pernah aku lakukan."

"Kamu ingin tahu kesalahanmu. Karena kamu anak Humayun. Orang yang paling aku benci. Gara-gara dia, ayahku diusir dengan tidak terhormat dari kantornya. Karena ayahmu, aku dan keluargaku harus pindah dari Delhi. Karena ayahmu, ayahku dianggap sebagai penggelap uang perusahaan. Apa masih perlu aku sebutkan semua kesalahan ayahmu!" Jodha menangis bila mengingat masa lalunya.

"Papaku menyesal, Jodha. Dia sudah menyadari kesalahannya. Tak bisakah kau memaafkannya?" Jalal berusaha mengusap airmata di pipi gadis itu tapi Jodha menepisnya dengan kasar.

"Apakah permintaan maaf ayahmu bisa mengembalikan kehormatan yang sudah ayahmu lakukan pada keluargaku?"

"Apa yang harus kulakukan agar kamu mau memaafkanku, Jodha?"

"Pergi dari kehidupanku."

Tidak!

Bagaimana mungkin dia bisa jauh dari Jodha bila separuh hatinya sudah dimiliki oleh gadis itu.

LOVE FAITH (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang