10

929 59 10
                                    

"Tidak, Pak. Saya baru pertama kali kesini." Jalal mengatakannya dengan tenang meskipun sebenarnya dia gugup.

"Oh. Mari silahkan duduk."

Jalal lalu duduk. Jantungnya berdetak cepat seperti maling yang ketahuan setelah mencuri.

"Kamu bekerja dimana?"

"Saya bekerja di perusahaan ekspor import. Saya seorang manajer pemasaran yang sedang dimutasikan kesini untuk mengurus proyek baru."

Shivani, Jodha dan Aryan memperhatikan pembicaraan Jalal dan Bharmal.

Shivani berbisik, "Hei kak. Kak Jalal tampan kan? Dia juga manajer. Hm ... benar-benar pria idaman."

"Kamu bicara apa sih!"

Shivani tersenyum sambil tetap memperhatikan Jalal. Meena mengajak Jalal untuk makan malam bersama. Jalal menolaknya. Meena bersikeras meminta Jalal makan malam. Akhirnya dia mau.

Kini mereka makan malam bersama. Selama makan, Jalal sesekali melirik ke Jodha. Namun gadis itu bersikap acuh meskipun dia tahu kalau Jalal sedang meliriknya.

"Oh iya nak Jalal, entah kenapa aku benar-benar seperti pernah mengenalmu sebelumnya, tapi dimana?" Bharmal masih penasaran.

Jalal hampir tersedak mendengar Bharmal bicara. Namun dia mencoba menghapus rasa gugupnya.

"Mungkin itu hanya perasaan Bapak. Kita baru saja bertemu." Jalal mencoba menyakinkan Bharmal. Kedoknya tidak boleh terbuka, karena misinya akan gagal.

"Kau benar. Mungkin hanya perasaanku saja." Jalal merasa lega Bharmal tidak mengenalinya. Dia harus tetap berhati-hati.

Setelah makan malam, mereka kembali berbincang-bincang di ruang tamu. Jodha kembali mengajari Aryan belajar. Bharmal dan Meena terlihat akrab dengan Jalal. Mereka merasa seperti sudah lama mengenalnya.

Suasana begitu hangat dengan kehadirannya. Sesekali Jodha mencoba melirik kearahnya. Dia heran, kenapa orang tuanya cepat akrab dengan Jalal Padahal mereka baru saja kenal. Ketika Jalal menoleh ke arahnya, Jodha salah tingkah dan mengalihkan pandangannya. Jalal tersenyum melihat Jodha yang ketahuan meliriknya.

"Apakah saya boleh main kesini lain waktu? Karena saya jauh dari orang tua. Saya sering merindukan mereka. Melihat Bapak dan Ibu, saya merasa berada di antara keluarga saya. Itu pun jika tidak keberatan."

"Tentu saja boleh. Anggap saja kami seperti keluargamu sendiri. Kamu boleh main kapan saja kesini."

"Terima kasih." Jalal tersenyum sumringah.

Malam semakin larut. Jalal berpamitan untuk pulang. Mereka mengantarnya sampai didepan rumah. Tidak lupa sebelum masuk ke mobil, Jalal tersenyum kearah Jodha.

*

Hari berikutnya. Jalal datang ke rumah Jodha. Namun, gadis itu sedang tidak ada di rumah. Jalal disambut oleh Bharmal dan diajak ke peternakan milik Bhairam.

Dia mengenalkan Jalal ke Bhairam. Setelah berkenalan, Jalal diajak berkeliling untuk melihat-lihat sapi dan kuda ternak.

Jalal terlihat senang melihat sapi dan kuda yang terlihat sehat. Dia menawarkan Bhairam untuk membantu memasarkan produk hasil ternakannya. Bhairam terlihat senang dan setuju dengan tawaran Jalal.

Tak berapa lama, Meena datang bersama Jodha. Diikuti oleh Aryaan dan Shivani. Mereka berbincang-bincang tentang tawaran Jalal dan Meena juga terlihat senang.

"Apa kamu sudah berkeliling ke tempat wisata yang ada di Shimla?" tanya Meena.

"Belum. Akhir-akhir ini saya sibuk bekerja. Lagipula tidak ada yang mengajak saya untuk jalan-jalan."

"Bagaimana kalau Jodha yang menemanimu jalan-jalan? Dia tahu daerah sini. Kamu mau kan Jodha?" Meena melirik ke putrinya.

Jodha berbisik ke Meena. "Ibu kenapa menyuruhku?"

"Dia mau mengantarmu nak Jalal."

Jodha melongo saat Meena mengatakan itu. Padahal dia tidak berkata seperti itu.

"Apa-apaan ibu ini?" batin Jodha.

Aryaan dan shivani tertawa melihat ekspresi Jodha. Bharmal dan Bhairam hanya tersenyum.

"Bagaimana kalau minggu besok? Aryan dan Shivani juga boleh ikut. Bagaimana Jodha?"

Jalal tentu saja tidak akan melewatkan kesempatan berharga ini untuk lebih dekat dengan Jodha. Dan dia mengajak Aryan dan Shivani agar Jodha juga ikut.

Jodha tersenyum kaku sambil berkata lirih. "Iya. Aku bisa."

Aryaan melonjak kegirangan karena dia akan diajak jalan-jalan. Begitu juga dengan Shivani.

---

"Ibu mengapa menyuruhku menemani Jalal? Padahal aku belum menjawab kalau aku mau."

"Memangnya kenapa? Apa kamu tidak kasihan padanya? Dia sudah lama disini tapi belum pernah kemana-mana."

"Tapi mengapa harus aku, Bu?"

"Lalu siapa? Apakah sapi milik pamanmu itu yang menjadi pemandunya?" Meena mencoba bergurau. Jodha berdecak.

"Lagipula Jalal itu pria yang baik dan kelihatannya dia menyukaimu."

"Kenapa Ibu bisa menyimpulkan seperti itu?"

"Terlihat sekali dari cara dia memandangmu. Dan kamu kapan mau membuka hatimu, sayang?"

Jodha diam. Entah mengapa setelah kejadian yang menimpa keluarganya di masa lalu karena Humayun membuat hati Jodha menjadi dingin. Sebenarnya banyak pria yang menyukainya. Namun, belum ada seorang pria pun yang bisa meluluhkan hatinya yang sedingin es karena benci.

*

Hari minggu pun tiba. Kali ini Jalal datang sendiri tanpa ditemani Abdul. Jalal memakai kaos dan ditutup dengan jaket, celana jeans dan sepatu kets.

Setelah tiba dirumah Jodha, Meena mempersilahkan Jalal duduk. Aryan dan Shivani kemudian datang dan menyapanya.

Tak lama Jodha keluar. Dia memakai baju anarkali berwarna pink. Rambutnya dia biarkan tergerai. Jalal terpesona melihat penampilan Jodha. Gadis itu selalu terlihat cantik memakai baju apapun.

Karena Jalal yang hanya diam terpaku, suara Jodha membuyarkan lamunannya. "Apa kita bisa berangkat sekarang?" Jalal tersadar.

"Oh iya. Tentu saja. Ayo kita berangkat."

Mereka bertiga berpamitan pada Meena dan Bharmal. Lalu menuju ke mobil Jalal.

Jalal duduk di kursi kemudi. Aryan dan Shivani menyuruh Jodha untuk duduk di depan. Awalnya dia tidak mau, tapi Shivani memaksa. Akhirnya Jodha terpaksa duduk di sebelah Jalal.

LOVE FAITH (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang