11

864 58 22
                                    

Mereka melihat keindahan kota shimla di dalam mobil. Segudang panorama impresif benar-benar menghiasi tanah di dataran tinggi ini. Beberapa lansekap yang setiap musim dinginnya selalu diselimuti gundukan warna lembut.

Selama dalam perjalanan Jodha lebih banyak diam. Dia melihat ke luar jendela dengan pikirannya sendiri. Justru Shivani dan Aryan yang banyak bicara. Sesekali mereka bercanda. Jodha sebernarnya agak gugup duduk di sebelah Jalal. Dia akan berbicara bila Jalal bertanya padanya. Selebihnya dia hanya diam saja.

Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah peristirahatan Mahatma Ghandi di Summer Hill. Menurut informasi yang didapat, tempat ini sering kali digunakan Mahatma Ghandi sebagai tempat peristirahatan setiap kali ia datang ke kota ini.

Mereka turun dari mobil dan mulai menyusuri tempat ini. Shivani berjalan dengan Aryan dan Jalal berjalan berdampingan dengan Jodha. Jalal berusaha mengajaknya mengobrol.

"Kamu sering kesini?"

"Jarang. Kalau ada waktu luang saja aku kesini."

"Pasti kamu kesini dengan pacarmu?" Jalal mencoba mencari tahu tentang Jodha.

"Aku belum punya pacar."

Oopss ...

Jodha keceplosan bicara dan tentu saja hal itu membuat Jalal tersenyum senang. Setidaknya dia tidak merebut pacar orang.

"Masa gadis secantik kamu tidak punya pacar?"

Jodha semakin salah tingkah. Dia mengalihkan pembicaraan dengan memanggil Shivani dan Aryan lalu menyusul mereka. Jalal tersenyum lebar.

Setelah berkeliling sebentar, mereka lalu menuju ke State Museum dan perpustakaan kota. Di sana disuguhkan berbagai benda sejarah hingga benda antik dan unik peninggalan zaman yang lalu.

Shivani tidak lupa membawa kameranya. Mereka berfoto-foto di dalam observatorium.
Shivani dan Aryan yang menjelaskan tentang tempat ini pada Jalal.

"Indah sekali. Benar-benar menakjubkan." Jalal mengatakan itu sambil menatap Jodha.

"Iya. Memang indah observatorium ini." Mereka memandang obyek yang berbeda sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda pula.

Jodha mencoba mengikat rambutnya karena tertiup angin dan menghalangi matanya. Namun Jalal melarangnya.

"Jangan!"

Jodha terkejut dan menoleh pada Jalal dengan heran.

"Maksudku, rambutmu jangan diikat. Biarkan saja seperti itu. Kamu terlihat lebih cantik jika rambutmu dibiarkan tergerai."

Wajah Jodha merona dan semakin salah tingkah. Shivani dan Aryaan tersenyum melihat mereka berdua.

Tak terasa waktu menunjukkan pukul 12 siang. Setelah berkeliling observatorium, mereka berempat mengisi perut yang sudah keroncongan. Mereka makan siang di cafe dekat tempat itu.

Shivani dan Aryan terlihat sangat senang. Makanan yang dipesan datang dan mereka mulai menikmatinya.

"Kak Jalal. Kapan-kapan kita jalan-jalan lagi ya. Aku senang jalan bersama denganmu."

"Tentu saja Aryan. Jika ada waktu luang, kakak pasti akan mengajak kalian lagi." Jalal berbicara sambil melirik Jodha.

"Asyik."

Mereka kembali menikmati makan siang mereka.
Setelah makan siang, mereka melanjutkan lagi perjalanan. Aryan terlihat yang paling antusias.

Mereka kini menuju ke Jakhu Temple, sebuah kuil Hindu yang didedikasikan untuk Dewa Hanuman dan rakyat-rakyatnya yang berupa monyet, letaknya tepat berada dipuncak bukit kota ini. Menariknya, tak hanya pemuda-pemuda yang masih terlihat fit yang naik ke tujuan ini, sepasang kakek nenek yang sudah renta juga tampak semangat menyusuri jalan menanjak di sepanjang menuju puncak bukit. Usia jadi tak menentukan seberapa sehat kita rupanya.
Pemandangan unik yang disuguhkan dari puncak bukit memberikan wangsa kehidupan layaknya rumah bagi beberapa jenis kera dan anjing yang berkeliaran sekitar Jakhu Temple. Pada dasarnya monyet-monyet disekitar Jakhu Temple.

Shivani dan Jodha terlihat takut dengan monyet-monyet itu karena mereka agresif. Jodha tanpa sadar memegang lengan Jalal karena takut. Jalal terkejut, tapi akhirnya tersenyum. Begitu agak jauh dari monyet-monyet itu, Jodha melepaskan tangannya.

"Maaf."

"Tidak apa-apa, Jo."

Mereka sekali lagi berfoto selfie di depan kuil. Aryan dan Shivani sudah banyak berfoto. Kini giliran Jodha dan Jalal. Shivani menyuruh Jodha untuk mendekat ke Jalal. Namun dia menolak. Aryan yang tidak sabar langsung mendekatkan mereka berdua. Shivani mulai mengitung mundur tapi Jodha tidak tersenyum.

"Ayo kak, lebih dekat lagi. Kenapa ekspresi kakak kaku begitu?"

Shivani menggerutu karena Jodha tidak tersenyum dengan lepas. Jalal yang juga tidak sabar, menarik Jodha dan memeluk bahunya sambil menghadap ke arah kamera. Jodha sontak kaget. Mereka berdua saling menatap dengan wajah yang begitu dekat.

Jodha merasakan desiran halus di tubuhnya. Sungguh, berada sedekat ini dengan Jalal membuat kinerja jantungnya tidak dapat berjalan dengan normal. Dan momen seperti ini tak dilewatkan begitu saja oleh Shivani. Dia langsung menjepret kameranya untuk mengambil foto mereka.

Mereka berdua menoleh ke arah kamera karena terdengar bunyi blitz. Setelah itu Jalal melepaskan pelukannya. Dia juga terlihat salah tingkah.

Jodha kembali tersipu dan berlalu dari sana untuk menyembunyikan rasa malunya.

"Perfect," ucap Shivani dengan senyum gembira.

Sore menjelang, mereka merasa lelah telah berkeliling seharian dan memutuskan untuk pulang.

LOVE FAITH (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang