5

942 13 0
                                    

Kuliah kedokteran memang jurusan yang paling tepat untuk mengambil status jomblo. Bella pun memenangkan hatinya atas kegalauannya kepada Rio Bonansa Harianja. Pikirannya tentang Rio sudah mulai tergeser dengan ilmu-ilmu kesehatan yang dia pelajari. Tidak hanya Rio, intensitasnya berhubungan dengan Radith pun ia hentikan karena dia sama sekali tidak mau diganggu soal hati. Sampai suatu ketika Bella harus mengikuti sebuah program kesehatan untuk sebuah kegiatan kemanusiaan.

Malam itu Bella dan keenam calon dokter lainnya terbang ke Medan untuk sebuah misi sosial. Sesampainya di Polonia, mereka harus melanjutkan perjalanan selama kurang lebih lima jam untuk sampai ke sebuah daerah bernama Desa Tigalingga, Sidikalang. Malam yang melelahkan namun sangat menyenangkan bagi mereka yang jiwanya memang kental untuk melayani dan mensejahterakan kesehatan masyarakat. Hingga fajar tiba sampailah ketujuh calon dokter tersebut di sebuah balai desa yang percis bersebelahan dengan puskesmas.

Dingin dan kantuk adalah pasangan kata yang tepat untuk menggambarkan mimik para calon dokter tersebut. Hawa sejuk yang biasa mereka rasakan lewat AC kini dirasakan langsung dari alam. Dan lagi hanya sinar bulan yang menerangi mereka di jalan berbatuan yang lembab. Mereka pun memasuki balai desa sambil meniti koper besar kemudian kaget karena hanya ada sebuah meja besar dialasi tikar yang pinggirnya sudah koyak. Dipojok terdapat kursi tetapi bukan sofa atau kursi kayu melainkan bangunan yang memang sengaja dibuat sebagai kursi dan itu rasanya pasti dingin sekali karena terbuat dari semen. Didepannya terdapat sebuah meja besar yang mungkin sengaja dibuat warga karena bahannya adalah kayu dan paku yang terlihat jelas menempel, takut rasanya meletakkan tas-tas mereka di atasnya. Di atas meja tersebut sudah tersedia teh manis yang sudah dingin dan dua piring masing-masing berisi singkong dan ubi rebus. Ketujuh dokter tersebut hanya mengangguk tanpa mengucap satu kata pun karena mereka sudah paham dan harus menerima situasi yang pasti seperti ini mereka hadapi. Dan ini belum seberapa, karena pada saat nanti mereka harus PTT mereka harus menghadapi semua kemungkinan terburuk sendirian.


"Oke, dokter Ziza, Windi dan Bella tidur di tikar itu yah. Kami akan tidur di lantai ini." Ujar Dokter Pram sambil menggelar sebuah ambal besar yang sengaja ia bawa dari Jakarta.

"Persiapan Dokter Pram ini sudah hebat sekali." Sela Dokter Adam salut.


"Saya sudah pernah Dok, dulu saya hampir tremor, makanya saya tidak mau seperti ini lagi."

"Dokter Pram, kepala desa sudah dikabari kan?"

"Sudah saya kirim pesan ketika di mobil tadi. Mungkin kepala desa masih beristirahat, besok pagi saja kita bertemu beliau, sekarang istirahat saja. Silahkan dinikmati sajiannya."

Yang lain pun menyambut tawa kalimat terakhir Dokter Pram dan mereka pun beristirahat. Perjalanan yang panjang ternyata sanggup membuat mereka terlelap di malam yang dingin.


***


"Selamat Pagi Dokter." Sapa kepala desa dengan logatnya yang kental.


"Selamat pagi." Jawab para dokter ketika mereka sudah rapi di Puskesmas.

Ramah senyum warga membuat hati Dokter Pram dan yang lainnya seperti disambut istimewa sekalipun beberapa warga masih sungkan untuk tersenyum kala mereka keliling desa untuk kunjungan kebersihan dan kesehatan lingkungan rumah warga.

"Hari ini kita makan siang di rumah salah satu warga. Beliau dengan berbesar hati menyambut dokter sekalian dengan santapan makan siang. Untuk diketahui bahwa beliau adalah seorang Kepala Sekolah, anak-anaknya sudah sukses di Jakarta." Jelas Kepala Desa yang sekali-sekali berkelakar.

"Nah sudah sampai."

Sambutan hangat yang meriah. Tak disangka ternyata orang batak itu ramah juga sekalipun mereka tidak membutuhkan mic untuk membantu mengencangkan suara.

Dokter cantik dengan cintanya yang rumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang