27 PREMIUM

730 10 0
                                    

Rio sedang menikmati kopinya dan memandang ke luar jendela. Hujan masih turun di bulan Februari. Ia duduk sendiri memandangi rintik hujan yang membentur-bentur kaca disisi luar tempat dimana ia duduk.

Ada yang hilang.

Tentu saja ada yang hilang. Ia tahu benar ada sesuatu yang hilang. Kebiasaannya.

Ia tak lagi berhubungan dengan Imelda setelah waktu itu ketika Imelda pulang dari liputan Seratus Hari Indonesia. Mereka benar-benar bubar.

"Dan setelah seratus hari kamu pergi tanpa kabar sekalipun kemudian kamu akan pergi seribu hari berpesiar kemudian menyuruh aku menunggu dengan khawatir apakah kamu sehat atau tidak?!"

"Rio kamu enggak ngerti, ini.."

"Pergilah kalau kamu memang suka."

"Terima kasih."

Rio mengernyitkan dahi. Ia mengangkat bahunya dan bingung mau bicara apa lagi.

Mereka sama-sama diam.

"Rio."

Rio tidak menoleh. Ia hanya bersandar di tembok, tangannya dimasukkan kedalam saku.

"Aku akui, aku memang ambisius soal karir karena pekerjaanku jiwaku. Aku tidak memaksamu untuk menungguku, aku tidak memintamu untuk mengkhawatirkan aku, aku tidak memaksamu untuk sebuah ketidakpastian waktu yang kupunya karena duniaku. Aku pikir aku bukan gadis yang cocok untuk berpacaran. Aku tidak punya waktu banyak untuk itu. Aku minta maaf kalau kemarin aku sama sekali tidak memberimu kabar karena aku tenggelam dengan kesibukan dan kegembiraan yang mengalahkan rinduku. Aku juga tidak bisa berjanji kalau nanti aku akan memberimu kabar juga ketika berpesiar. Aku ingin hubungan kita tetap terjalin baik sebelum nanti akan ada kekecewaan karena status ini. Aku mengembalikan semuanya kepadamu Rio. Yang perlu kau tahu aku lebih mencintai duniaku dan mungkin kita lebih baik berteman saja karena tidak sehat untuk kita berdua kalau melanjutkan semua ini dengan kekosongan. Maafkan aku sebelum semuanya terlanjur jauh."

Saat itu Rio seperti diterjang badai dikala hatinya sedang mengalami kemarau terik.

Entah dia harus merasa lega untuk kembali memperjuangkan Bella atau sedih karena berarti dia harus kehilangan kebiasaan-kebiasaan dari seorang Imelda.

Dia hanya diam tanpa gerakan sedikit pun. Wajahnya terasa kaku dan otaknya mendadak kram.

"Terima kasih untuk selama ini. Aku akan selalu mengenangmu dengan manis." Imelda menggenggam kedua lengan Rio sambil tersenyum manis.

Rio menatap Imelda beberapa detik.

"Kamu terlalu mandiri Imel. Kamu terlalu kuat, superwoman." Ungkap Rio.

"Yah semua orang bicara begitu memang."

"Aku pasti selalu mendoakan kesehatan dan kesuksesanmu."

"Nah itu yang penting. Terima kasih Rio. Kamu memang jagoan yang baik."

Rio menarik nafasnya panjang.

"Jadi kamu masih mau makan malam bersamaku? Hmm kali ini aku yang traktir, hitung-hitung farewell party." Ajak Imelda.

"Oke. Aku mau order makanan rekomendid menu spesial yang harganya super mahal." Rio merangkul Imelda sambil menggodanya.

Mereka berjalan meninggalkan kos Imelda.

"Hahaaa...untungnya hanya sekali ini." Imelda balas merangkul Rio.

Yah mereka kembali berteman.

Rio merasa lega jauh didalam hatinya. Jiwanya seperti dilepas dari pasungan dan kini ia lebih bebas tertawa bersama Imelda. Tawa dan candaannya lepas, tidak sekaku ketika berpacaran.

Dokter cantik dengan cintanya yang rumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang