28

762 7 0
                                    

Esok pagi lamaran akan digelar. Rumah Bella sudah didekor indah untuk menyambut keluarga Dokter Syah yang akan membawa seserahan. Bella berdiri di depan jendela dan cemberut menatap langit mendung di luar. Ia memang sudah terbiasa dengan cuaca langit Jakarta di musim hujan, tetapi itu bukan berarti ia menyukainya. Karena hanya mengingatkannya pada Rio tentang hari kemarin. Dan sampai saat ini dia benar-benar tidak bisa melepas Rio dari ingatannya. Hatinya gaduh.

Bella sedang melamun ketika pintu kamarnya terbuka.

"Mbak bawa teh hangat untuk kamu sayang."

Namun Bella tidak menjawab.

"Bella."

Bella masih melamun.

Mbak Tirta mendekatinya. Menyentuh bahunya.

Bella terkaget.

"Kamu melamun?"

Bella menelan ludahnya. Memaksa tersenyum.

"Mbak bawa teh."

"Ohh yah makasi Mbak."

Bella menyesap tehnya lalu kembali menatap Mbak Tirta.

"Apa Mbak setegang ini waktu dulu mau dilamar Mas Dimas?"

Mbak menggeleng. "Justru Mbak enggak sabar biar cepat-cepat sah."

Bella paham. Mbak Tirta dan Mas Dimas sudah pacaran lama sejak mereka dibangku SMA. Wajar kalau mereka sudah saling mencintai dan ikhlas percaya. Tapi dia dan Dokter Syah baru beberapa bulan dan masih ada Rio dihatinya.

"Kamu tegang?"

Bella mengangguk.

"Wajar. Solat yah."

Bella mengangguk.

"Mbak. Aku boleh bicara sesuatu?"

"Yah silahkan."

Bella lama mengatakan maksud hatinya.

"Tapi Mbak jangan marah dan biarkan ini berjalan terus ya Mbak. Karena ini sudah keputusan aku."

Mbak Tirta bingung.

Bella menelan ludah dan menarik nafas panjang. Ia sedang mengatur kata-kata.

"Sejujurnya aku masih mencintai Rio Mbak. Dan aku belum secinta itu sama Dokter Syah." Ucap Bella. Matanya berkaca-kaca.

Mbak Tirta kaget. Tetapi ditenangkan hatinya. Dia tidak mau emosi menghadapi kegalauan adiknya.

"Aku memang mengagumi Dokter Syah. Dia sangat ideal dijadikan suami apalagi dia taat Islam. Aku yakin dia bisa jadi Imamku. Itu alasan aku menerima pinangannya."

Bella masih ingin melanjutkan kalimatnya. Jemarinya menggenggam lengan kakaknya.

"Aku memang masih mencintai Rio Mbak. Tapi aku sadar itu tidak akan pernah bisa terjadi. Aku harus ikhlas meninggalkan masa laluku."

Mbak Tirta mengangguk setuju.

"Semoga besok lancar ya Mbak."

Mbak Tirta tersenyum. Ia pun memeluk adik satu-satunya ini.

"Keputusan kamu sudah bulat dan benar sayang. Semua orang punya masa lalu. Dan semua orang harus punya masa depan. Kamu sudah menentukan yang terbaik untuk masa depanmu. Mulailah masa depanmu dengan solat dan minta sama Allah hikmat untuk menjalani semua ini. Minta cinta yang bernafaskan Islami untuk kamu mengarungi bahtera rumah tangga bersama Syah."

Bella mengangguk dalam pelukan kakak satu-satunya.

Mbak Tirta melepaskan pelukan Bella ketika ponsel Bella berbunyi.

Dokter cantik dengan cintanya yang rumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang