4

911 9 0
                                    

Sepanjang kuliah Bella tidak konsentrasi mendengarkan dosen menjelaskan. Pikirannya terus berputar tentang hubungannya yang kian dekat dengan Rio. Apalagi malam minggu kemarin, mengingat bahagianya mereka berdua Bella semakin terusik tentang salah dan benar rasa yang ia punya karena perbedaan. Ia tahu Rio memang yakin akan terus berjuang demi kebersamaan mereka namun Bella takut itu hanya bualan kala di mabuk cinta bukan logika yang sebenarnya.


Jari-jari Bella terus bergerak mencoret nama Rio di selembar kertas kosong didalam bindernya. Matanya terpaku ke depan namun kosong. Sesekali ia melirik jam dinding rasanya jam berputar lama sekali, ditengoknya dosennya yang semangat mengajar didepan namun tak diindahkannya karena tidak mengerti apa yang sedang dijelaskan. Ia pun memperhatikan teman-teman sekelasnya ternyata ada juga yang lebih parah dari dia bahkan tertidur di kelas, Bella pun menggeleng sambil tertawa kecil. Kemudian ia kembali menyibukkan diri dengan pikirannya tentang Rio sampai bel berbunyi. Demikianlah hari-hari Bella selama dua minggu ini.

Berkali-kali Bella mengedipkan matanya. Kelopak matanya terasa ada yang mengganjal. Sekali-sekali ia menggosok matanya yang kelihatan merah. Sudah seharian ia bermalas-malasan di akhir pekan ini, biasanya hari-hari sebelumnya ia pergi berdua dengan Rio. Namun kali ini ia tidak boleh lagi menemui Rio, benar yang dikatakan Rasti dan Keke perbedaan yang mereka miliki terlalu mencolok dan inilah sebuah alasan terkuat untuk melupakan Rio sebelum ikatan itu terjalin kuat dan rasa itu semakin dalam. Sekalipun dalam hatinya ia tak tahu apakah sanggup menggugurkan bunga-bunga cinta yang sedang bersemi.

Rio bingung apa yang terjadi dengan Bella. Sudah dua kali akhir pekan Bella tidak memberi kabar apalagi mengajaknya bertemu. Padahal pertemuan terakhir mereka tidak ada masalah, justru sangat mesra. Ia coba untuk mengirim pesan dan menelepon tetapi nomornya selalu tidak aktif. Rasa penasarannya besar sekali, tak diragui lagi Rio semakin mengerti kalau ia merasa sunyi tanpa Bella.

Sedang asyik melamun tiba-tiba ponsel Bella berdering, "Ladies Keke" tertera nama Keke pada layar ponselnya.

"Bella."

"Ya Ke."

"Kenapa?"

Bella hanya diam.

"OK I see. Rio penasaran kenapa lo hilang sudah dua minggu dan enggak ada kabar ke dia."

"Gw enggak mau terus-terusan begini Ke. Toh akhirnya enggak bisa sama-sama kan?"

"Bella."

"Lo bilang aja gw sibuk kuliah, Bella kalo lagi belajar enggak bisa diganggu."

"Yakin?"

"Hanya itu kan alasan yang tepat supaya Rio enggak sakit hati."

"Untuk sementara okelah, enggak mungkin begini terus, kasian Rio. Lo harus ngomong berdua."

"Tunggu sampai gw siap Ke."

"I see

Bel. Yaudah gw coba kasih Rio pengertian. Take care ya Bella."

"Thank you Ke."

***


Ini minggu keempat Bella mendiamkan Rio, hatinya memang kuat, ia berusaha maksimal untuk tidak bergantung pada Rio supaya rasa yang pernah ia punya hilang. Beruntungnya dia sibuk praktik dan ikut beberapa seminar kesehatan jadi pikirannya tidak melulu Rio. Toh dua bulan lalu Rio memang belum ada dihidupnya jadi tidak sesulit itu.

"Jadi Rio game over?" tanya Nade ketika janjian ketemu Bella.

"Iya lah Nad."

"Udah terbiasa?"

"Udah maksimal banget pokoknya."

"Hmmm...."

"Tapi lo gapapa kan sama Rasti?"

"Ah ya gapapa lah Nad. Gw pertimbangkan juga kok omongan Rasti kemarin, ada benernya."

"Sounds great dear. Gw awalnya takut lo masih ngambek gara-gara Rasti."

"Apaan sih Nad. Ini soal menata hati."

"See."

"Liburan yuk. Aska ngajakin Sharena. Anak-anak pada bisa tinggal lo doang yang belum confirm."

"Audy?"

"Liburannya masih lama sih, tiga bulanan lagi, jadi Audy bisa ikut."

"Oke gw ikut."

"Wahh senangnya."

***

Dokter cantik dengan cintanya yang rumitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang