Fate - 09

110K 7.4K 158
                                    

Kami digiring menuju ruang ketua yayasan dalam diam. Aku kesal sekali padanya, ini jadi yang ke tiga puluh tiga kalinya aku masuk ke dalam ruangan ini. Ruang ketua yayasan luasnya bukan main, di tengah ruangan terdapat meja cokelat tua yang besar. Aku hapal betul meja cokelat itu untuk apa, itulah meja yang dipakai generasi demi generasi ketua yayasan. Benar loh, setua apapun meja itu, gak akan pernah diganti. Kasian generasi penerusnya ya, mejanya nanti sudah lapuk mungkin.

Disamping itu tempat duduk ketua yayasan juga aku sudah hapal, pasti berwarna putih gading dan dapat digoyang. Benar kan, aku hapal semuanya.

Jika kau berbicara sekecil apapun suaramu di sana, pasti suaramu akan bergaung. Yah itu karena ruangan ketua yayasan sangat luas sementara barang - barangnya sedikit.

Setelah dipersilahkan, aku duduk di samping Axel. Berhadapan dengan ketua yayasan. Dahinya mengerut dalam, bergantian menatapku dan Axel.

"Jadi... siapa yang salah?" tanyanya tenang.

"Dia yang salah pak!" aku menunjuk Axel cepat - cepat.

"Dia yang ngelempar bangku!" Axel balas menunjukku.

"Dia ngejek saya!"

"Diem lo cewek gajah, tapi dia pak yang ngelempar - lempar bangku kayak king kong."

"Tapi--"

"STOOOOP! Kalian ini bertingkah seperti anak kecil." Suara ketua yayasan menggelegar, membuat aku dan Axel menunduk. Bisa - bisa aku di lempar dari jendela ruangan ini. Hiiiii. "Jadi siapa yang salah?"

"Dia!" kami berdua saling menunjuk satu sama lain, lalu mendengus kesal dan membuang muka.

Ketua yayasan menaikkan satu alisnya, "kurasa kalian partner yang cocok. Oke, kaliin berdua salah. Detensinya akan saya berikan nanti."

Aku mendongak, rahangku jatuh ke bawah. Uh, ini salah harusnya Iblis itu yang terkena detensi bukan aku! "Tapi pak--"

"Tak ada bantahan, sekarang kalian boleh pergi ke kelas masing - masing. Sekian."

Jelas cara mengusir yang halus.

Setelah pamit keluar dengan nada sinis, aku beranjak dan berjalan keluar dari ruangan neraka ini. Di tengah jalan, Iblis yang ada di belakangku mulai menggerutu. Dia memang Iblis, bisanya hanya menggerutu saja.

"Ini salah loe, gendut. Kalo lo gak ngamuk kayak gajah lepas dari kandang gue gak akan dapet detensi di hari pertama gue."

Aku rasa Iblis satu ini beda sekali dengan kembarannya, pantas saja sekolah mereka beda. Mungkin orang tuanya depresi memiliki anak Iblis begini.

"Emangnya aku perduli heh? Siapa suruh ngatain orang?" aku mendengus jengkel. Rasanya sekarang dengusanku ada nadanya, nada jengkel, nada sebal, nada marah, nada tak acuh, dan nada - nada lainnya.

"Pokoknya ini salah lo!"

"Udah deh jangan kayak anak kecil! Aku sebel tau gak sama kamu, JAUH - JAUH DEH DARI AKU!" setelah meluapkan amarahku, aku berjalan meninggalkannya yang terpaku di sana. Entah memikirkan apa, aku tak tahu.

Juga tak mau tahu.

-Princess Series-

"Hua...Hua...HUAHAHAHAHA!" tawa Carmen menggelegar di penjuru kantin, membuat siswa yang mendengarnya mengernyitkan dahi mereka dengan sebal.

"Carmen hentikan!" mohon Ammabel dengan wajah takut - takut saat melihatku cemberut.

"Ini tuh... Hahaha... lucu... hahahaha... pake... bangetss hahahahahahahahaha, ya gak Mik?" tanya Carmen meminta persetujuan pada Mikayla yang menyedot jus jeruknya dengan sedotan.

ST [1] - (Fat)eTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang