Fate - 25

85.3K 6.9K 865
                                    

Lagu di chapter ini berjudul Invisible. Karya Jason Chen. Artis Youtube, salah satu idola Penulis karena sudah menciptakan lagu-lagu inspiratif.

Jujur Penulis di chapter ini merasa benar-benar... melankolis...

Ps: Penulis benar-benar berterima kasih yang sudah comment dan vote di cerita ini. Bener-bener seneng. Tiap ada yahoo mail masuk, sering senyum2 sendiri kayak orang gila. Wkekekekeke. Tentu Penulis juga banyak mengucapkan rasa syukur pada Allah SWT. TanpaNya, Penulis gak mungkin bisa ngelanjutin cerita ini. Hihihihi.

Enjoy reading :)

-Princess Series-

Salah satu hal yang membuat aku percaya bahwa Axel orang paling gila di kehidupanku adalah; dia menjawab teleponku di dini hari layaknya hewan nokturnal. Lalu dia bertingkah cuek saat aku mengancamnya. Dan terakhir dan paling utama.

Dia sekarang berdiri di halaman depan tepat berhadapan dengan balkon kamar.

Ini seperti adegan dimana Romeo bertemu Julietnya. Axel mungkin Romeo, tapi aku adalah Juliet Endut.

Axel memakai baju tidur sutra berwarna hitam. Celananya pun hitam. Rambut cokelatnya acak-acakan, poninya yang biasa miring ke kanan-aku tahu itu gaya alay zaman sekarang, tapi rasanya jika Axel yang memakai gaya itu, semua orang pasti akan melihatnya beberapa waktu lebih lama dari sewajarnya- itu sudah tersingkap. Kulihat keseluruhan wajah Axel.

Terlalu sempurna.

Kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku celana. Sementara kepalanya mendongak. Membuat sinar lampu yang ada di balkon menyinari wajahnya. Matanya tampak kuyu. Bibirnya sedikit pucat. Dia kenapa?

Masih hening.

"Ehm." Dia berdeham akhirnya. Memecahkan kesunyian kami.

"Jadi... Lo gak loncat? Gue nunggu loh," kata Axel sambil menyeringai ke arahku.

Kurasakan pipiku memerah secepat aku menyedot minuman milkshake cokelat. "Kamu tuh ya! Beneran mau aku loncat?!" tanyaku sedikit berang.

Axel mengedikkan bahunya, dia lalu bersedekap sambil menatapku sengit. "Silahkan. Tontonan gratis. Gue nunggu loh," dia lagi-lagi memperingati.

"Kamu..." aku menatapnya dengan kebencian meluap. Dia ini ishhh aku kan cuman ngancem. Masa dia ngira aku serius? Ih seriusan nih harus loncat ke bawah? Ya kali dia tangkep? GAK! Kamu mikir apaan sih Tay...

"Gue menunggu." Axel menyeringai padaku sekali lagi lalu duduk dengan nyamannya di rumput rumahku. Dia masih mendongak menatapku yang keki setengah mati.

Sudahlah, kurasa tidak terlalu sakit juga jika jatuh dari sini. Tidak terlalu tinggi... Dengan keberanian secuil biji jagung aku menggeret bangku belajarku. Jas Abel yang masih tersampir di bangku itu hampir jatuh. Aku menangkapnya dan menyampirkannya di pilar balkon. Aku menatap Axel begitu menaiki bangku belajarku. Posisiku benar-benar siap meloncat.

"Aku mau loncat. MINGGIR JANGAN DI SANA DASAR KECOA BUSUK." Aku mengumpat tepat sambil menunjuknya dengan ganas.

Axel berdiri, lalu menyingkir dari tempat aku ingin meloncat. Oke tinggi dari sini sampai ke sana hanya dua meter... Atau lebih? Kutelan ludahku dalam-dalam. Rasanya jantungku bisa keluar dari tempatnya saking keras suaranya berdentum. Adrenalinku memacu. Jika aku meloncat... Aku orang bodoh di dunia ini yang tersulut tantangan Axel. Jika aku tidak meloncat... SEUMUR HIDUP Axel akan senang dan dia mempunyai bahan hinaan baru selain hinaan cewek gendut, gentong, badut, dan baru-baru ini dodol Amerika.

ST [1] - (Fat)eTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang