Chapter 20 sedikit lagiii :0 siap2 si piiiip *sensor* bakal tampil di Princess Series. Awww :3.
Cuplikan Princess Series [2] : The Cherfull Princess
"Bintangnya sih indah..." gumam cowok itu.
Cewek yang bersamanya duduk tegak, dia menoleh menatap mata hitam itu yang juga menatapnya. Pandangan mereka bertemu. Tatapan si cewek seolah menuntut apa yang akan dikatakan cowok tersebut, sementara si cowok menatapnya geli karena wajah cewek itu sangat menggemaskan.
"Tapi sinarnya redup. Karena semua cahayanya berpindah di matamu." cowok itu mengedipkan sebelah matanya.
Pipi cewek imut itu bersemu merah, "Iiih gombal tauuuu."
"Aku sayang bangeeet sama Adekku yang satu - satunya iniii." cowok itu mencubit pipinya gemas.
"Kak, jangan gombal mulu deh," gerutunya yang kesal tapi senang. Eh kesal, tapi senang juga. Banyak senangnya malah.
"Hahaha buat latihan ngegombalin ke cewek di kelasku, Dek."
Cewek itu terpekur, tapi dia diam saja. Dia hanya mengangguk dan kembali menyandarkan tubuhnya pada dada si cowok. Hatinya sudah terbiasa sakit. Walaupun kebal, tapi tetap saja rasanya sangat sakit.
(bisa menebak siapa si cewek dan si cowok? :D)
-Princess Series-
Abel.
"Dia baik - baik saja," gue mencelupkan handuk kecil ke dalam baskom berisi air dingin. Lalu mengusap pipi Axel yang lebam karena terjerembab di pintu utama rumah Taylor. Huh, kenapa ni anak mau aja ditendang oleh Taylor sih? Biasanya dia bakal membalas orang yang melakukan kekerasan padanya.
Axel tidak merespon. Pandangannya kosong. Mungkin lebih tepatnya dia memandang lantai marmer kamarnya. Bibirnya pucat. Rambut cokelatnya acak - acakan. Gue mengira saat masuk ke dalam kamarnya, yang sedang terduduk lemas di ranjang itu setan.
Lima detik berselang, dia merespon. "Apa peduli gue? Huh?"
"Lo yang minta gue ngikutin ke mana Tay pergi tadi sore, lo pikun? Udah jadi kakek cangkul sekarang? Ganti profesi?" gue menggerutu sambil masih mengusap pipi lebam cowok ababil ini dengan handuk kecil.
"Apaan sih. Itu cuman tanggung jawab gue aja..." Axel menatap jendela yang tertutup di samping kirinya. Salah tingkah.
"Tanggung jawab? Baru kali ini gue tau lo punya rasa tanggung jawab sama orang laen. Dulu aja maenan gue dirusak sama lo. Tapi lo gak perduli." gue berhenti mengusap pipi Axel, meremas handuk kecil yang tergenggam erat di tanganku. Airnya menetes menuju lantai.
"Abel, apaan sih. Lo jangan mojokin gue gitu dong. Semakin umur bertambah orang bakal beda kan?"
Gue berdiri. Melempar handuk kecil itu tepat di wajah Axel. Lihat wajahnya. Galau. Nelangsa. Kayak gak makan tiga hari tiga malam. Kayak beruang keilangan induknya. Kayak bayi gorilla.
"Lo gak usah ngelempar anduk ke gue juga kali," Axel menggerutu menyebalkan sambil menepis handuk yang ada di mukanya.
"Iya lo beda sekarang. Lo suka kan sama Taylor?" gue melipatkan tangan di depan dada. Menatapnya dengan tatapan menuduh.
"Gue gak suka!"
"Lo suka."
"ENGGAK!"
"LO SUKAAA."
"ABEL DAMARYAN. GUE GAK SUKA SAMA TAYLOR."
"TRUS KENAPA LO NYURUH VIVIAN, SEPUPU KITA, BUAT NGAKU - NGAKU KALO DIA TUNANGAN LO?!! BUAT APA HAH? EMANGNYA GUE BISA DIBOONGIN SAMA LO?!"
Kali ini, bayi gorilla berrambut cokelat itu bungkam. Dia menatap sekitarnya lagi. Wajahnya persis seperti anak kecil yang ketahuan mencuri mangga. Gue menghela napas. Sebagai seorang kakak yang umurnya beda 2 menit dari dia, gue harus ngasih wejangan.
"Kalo lo suka, tunjukkin rasa itu. Jadi diri lo sendiri. Gue tau lo sering ngeledekin dia pas kita sarapan di Secret Cafe. Gue juga tau lo mati - matian belajar buat masuk kelas unggul. Kelasnya Taylor. Gue Kakak lo, gue tau semuanya tentang lo," gue menyentuh pundaknya pelan. Dia natap gue. Gue juga natap dia. Entah kenapa ini rasanya melankolis banget. Gue hampir nangis liat bayi gorilla gue sekarang udah gede. Udah bisa suka sama lawan jenis. Dulu gue khawatir dia penganut suka sesama jenis. Karena pas saat itu, dia ngeliat cewek yang ngedektin dia aja kayak ngeliat angin. Gak keliatan, tapi terasa.
"Dia... Dia benci gue," nada yang Axel keluarkan terdengar sangat lirih. Matanya mulai berair. Hidungnya yang seputih kertas itu mulai memerah. Bibir pinknya bergetar. Pandangannya seperti orang sakau.
Oh tidak. Jangan sekarang.
"Dia... Dia BENCI SAMA GUE! HUWEEE." Meledaklah tangis bombay dari bayi gorilla tersebut. Dia meraung - raung. Menepis sentuhan gue di pundaknya. Memukul kasurnya. Lalu memeluk kedua lututnya erat. Persis seperti cewek yang putus cinta. Kadang gue mikir, apa sebenarnya Taylor itu cowok dan Axel itu cewek. Seharusnya Taylor kan yang menangis meraung begitu saat gue dan dia bertemu di jalan raya tadi sore? Oh ya, ngomong - ngomong soal itu, gue ngerasa gak enak sama Taylor. Gue bohongin dia. Sebenarnya gue gak ada urusan sama Kak Michael. Itu sih akal - akalannya Axel aja. Dia bilang mungkin aja Taylor bakal seneng kalo ada gue. Sebagai kakak yang baik, gue nurut. Tapi Taylor terlihat sangat biasa saat berada di dekat gue. Gue jadi bingung, dia suka sama gue kan?
Uh, lebih baik gue fokus pada Axel yang mulai ingin melempar benda kristal pemberian Vivian padanya saat ulang tahun ke sepuluh bayi gorilla itu. "Axel, stop it!"
"Stop what?!" Astaga, matanya memerah menggelikan.
"Berhenti melakukan hal gila seperti itu. Lo mau gue seret ke pocong yang ada di rumah sebelah?" gue melancarkan ancaman sadis. Dia takut banget sama hantu. Dari mana juga gue tau kalo di rumah sebelah ada pocong? Entahlah.
Dan terbukti, dia diem. Diem. Diem. Diem. Gue ngerutin dahi. "Kok diem?"
"Gue takut sama setan. Makanya gue diem." dia menjawab polos, seakan itu hal yang memang harus dia lakukan.
Lama kelamaan, gue kesel juga. Gue menyerang dia. Membuatnya langsung terjengkang ke kasur. Gue memiting kedua kakinya. Lengannya bergerak kayak orang ayan berusaha untuk lepas dari cengkraman gue.
"Tickle!" tangan gue yang sudah terampil ini mulai menggelitiki perut Axel. Tubuh Axel bergerak seperti ikan koi saat dia mulai kegelian. Dia tertawa keras. Berusaha menghentikan tangan gue yang jail.
"Berhenti! HAAHAHAHHA. UH berhenti Abel bego."
"Berani bilang bego?" gue menyeringai. Lalu dengan semangat gue menggelitiki perutnya lebih cepat. Dia tertawa terbahak. Bahkan air matanya keluar lagi.
"ABEL BEGO ABEL BEGO."
"MAU YANG LEBIH HAH???"
"ABEL BE...KAGAAAK GELI GILA. BERHENTIII."
"KODENYA?!"
"ABEL... ABEL BEGO!"
"SIAP - SIAP AXEL..."
"MAKSUD GUE, ABEL GANTENG!"
Berhentilah semuanya. Dia menghela napas lega. Sementara gue berbaring di sebelahnya. Sisa tawa masih memenuhi ruangan bernuansa biru ini. Baguslah, dia gak sedih lagi. Gue seneng. Tapi...
Ada yang menjanggal di hati gue hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ST [1] - (Fat)e
Teen FictionDisclaimer: Cerita ini adalah cerita amatir yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Sisterhood-Tale [1] : Taylor Hana Anderson Setiap perempuan selalu menjadi putri yang menunggu pangeran sejatinya datang. Taylor percaya k...