Masih ingat bahwa Taylor hanya perempuan biasa yang terjebak dalam kehidupan luar biasa? Iya, kehidupan luar biasa. Sekarang saja dia sedang berada di salon terkenal di Jakarta dengan pelayanan full treatment. Sehabis itu dia harus mengganti baju dengan gaun ukuran XXLnya yang tadi dibeli. Lalu Taylor harus ikut Mami ke pesta kaum jet set. Luar biasa banget kan?
Kegiatan itu sudah Taylor lakoni semenjak dari kecil hingga sekarang. Ia sebenarnya tak suka, tapi sang Mami yang cantik itu selalu memaksanya. Lagipula Papinya sudah lama meninggal, mungkin Mami kesepian dan terus mengganggu Taylor. Mengajak pergi ke mall, tempat arisan Ibu – Ibu rempong, ke salon, kemanapun yang Mami inginkan selalu Taylor penuhi meskipun itu jam pelajaran sekolahnya. Gimana ya, Taylor terlanjur sayang banget sama Maminya yang super cerewet itu.
Lagipula di pesta dia tidak seperti kambing cengo kok, masih ada sahabat – sahabatnya yang juga dipaksa untuk ikut ke pesta kaum jet set itu. Sekarang Taylor sudah duduk manis di mobil sedan milik Mami. Ia tidak tahu hotel apa yang akan ia datangi kali ini untuk pesta.
“Miss Anderson, sudah sampai.” Kata supir dengan sopan, oh sudah sampai. Maminya saja sudah turun daritadi. Ternyata pikiran Taylor sudah melantur kemana – mana ya.
Dengan cepat Taylor turun dari mobil itu. Berlari kecil menghampiri Mami yang sudah masuk ke dalam aula tanpa memperdulikan Taylor. Kalau begini caranya Taylor tidak ikut deh! Pikirnya kesal.
“Sebal?” tanya Mikayla, sahabat sekaligus anak yang juga terjebak dalam kehidupan jet set ini. Taylor sudah masuk ke dalam aula dan langsung menghampiri sahabat – sahabatnya.
Tiffany menepuk tempat duduk di sebelahnya. Menggesturkan Taylor untuk duduk di sebelahnya. Taylor mengangguk dan ikut duduk di sebelah Tiffany. Keenam sahabatnya menatap Taylor penasaran. Mereka penasaran karena memang muka Taylor keliatan kesal banget sedari tadi masuk.
Ketujuh cewek itu sudah duduk melingkar, seperti yang biasa mereka lakukan jika para orangtua mengajak mereka ke sini. Cewek - cewek itu tidak perduli apa yang sedang berlangsung di pesta itu. Mereka hanya menganggap tempat ini untuk mengobrol dengan teman sebaya. Bukan tempat untuk mendengarkan ocehan para orangtua yang tidak mereka mengerti. Taylor mengambil jus jeruk yang sudah disiapkan di atas meja.
“Sudah tahu nanya!” geram Taylor, menyenderkan kepalanya di bahu Danies yang ada di sebelahnya.
“Kenapa sih?” tanya Ammabel lembut.
“Kayaknya dia lagi kesel banget,” ucap Mikayla heran.
“Kalo dia lagi kesal begini, pasti gak jauh – jauh deh dari cinta – cintaan,” ucap Keira semangat seakan Taylor ingin berkonsultasi padanya tentang masalah percintaan.
“Paling Maminya yang rempong itu ninggalin dia, tadi kan si Mami buru – buru pas masuk,” kata Carmen tak acuh.
Suasana langsung ricuh, untung saja Taylor buru – buru bertindak. “Guys, Aku gak apa – apa. Udah biasa Mami ninggalin aku kayak gitu, lagian…,” mata bulat Taylor menatap temannya satu persatu.
“Tadi siang aku lihat Abel di butik loh!” ceritanya semangat.
“Abel lagi… Abel lagi…,” kata Carmen malas. “Lo udah cerita tentang dia dari yang gak penting sampe yang gak penting banget! Tay, lo harus berani dong. Kalo lo suka, tembak dia. Jangan diem aja,” ucap Carmen berapi – api.
Keira langsung angkat bicara, “Gak boleh! Harus cowok yang nembak cewek, Car. Aku gak terima kalo ada cewek yang nembak cowok, itu namanya penghinaan dalam cinta!”
“Tembak - tembak aja ngomongnya, kamu kira Taylor ingin membunuh Abel?” tanya Ammabel dengan penuh wibawa.
“Sepertinya seru,” Tiffany manggut – manggut. Lalu menatap Taylor yang makin bete karena sahabat – sahabatnya ngomong ngelantur, “Tay, gue bisa bantu lo supaya Abel suka sama lo.”
Tiffany ngomong kayak gitu kayak dia penyihir aja! Pikir Taylor kesal.
“Aku gak ada niatan buat nembak Abel kok!” serunya, keenam sahabatnya yang bercekcok ria langsung menoleh padanya secara bersamaan.
“Loh, kenapa enggak?” tanya Carmen heran.
“Dia pasti gak nerima aku!” jawab Taylor makin bete.
Siapa sih cowok yang mau nerima Taylor? Cowok terjelek di sekolahnya pun, Taylor masih sangsi cowok itu mau menerimanya. Persoalannya dia itu gembrot, kikuk –meskipun itu hanya dihadapan Abel–, juga kurang percaya diri.
“Kalo dia nerima lo?” tanya Mikayla yang sedari tadi terdiam mendengarkan ocehan sahabat – sahabatnya.
“Tau ah,” Taylor cemberut.
“Sekali – kali kau harus memakai kacamata hipsterku, lalu menatap pantulan dirimu di cermin. Kau cantik, Tay,” ucap Danies seraya membetulkan letak kacamata hipsternya.
“Males ah, nanti aku keliatan gendut kalo pake kacamatamu,” tolak Taylor masih cemberut.
Keenam sahabatnya hanya bisa geleng – geleng kepala melihat krisis kepercayaan Taylor selalu menurun tiap harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ST [1] - (Fat)e
Teen FictionDisclaimer: Cerita ini adalah cerita amatir yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Sisterhood-Tale [1] : Taylor Hana Anderson Setiap perempuan selalu menjadi putri yang menunggu pangeran sejatinya datang. Taylor percaya k...