Fate - 30

74.5K 6.1K 102
                                    

Akhirnya, rencana jahat yang kubuat bersama Axel pupus sudah.

Akhirnya, Mami menyewa trainer professional yang berhasil menurunkan 20 kg bobot tubuhku.

Akhirnya, nilai matematikaku mengalami peningkatan.

Akhirnya, tatapan mencemooh yang selalu kudapat dari para Bimboo semakin berkurang.

Akhirnya, jas Abel hilang secara misterius.

Akhirnya, aku sedikit bebas dari kehidupan jet set yang dirancang Mami. Mami kira, aku senang mengikuti pesta-pesta tersebut. Tapi begitu Mami tahu aku tidak suka, dia menghentikan semuanya.

Akhirnya, akhirnya, akhirnya.

Semudah itu.

Tidak sesulit yang terpikirkan.

Seperti pendeteksi detak jantung, hidupku tidak naik turun lagi, melainkan bergaris lurus, aku mati.

Meskipun jantungku berdetak teratur. Aku mati karena...

Aku tidak melihat batang hidung iblis itu lagi sejak malam dia menciumku.

SUDAH DUA BULAN DAN DIMANA DIA SEBENARNYA?!

Aku berteriak tertahan di kamarku sambil menancapkan ujung pulpen pada foto Axel. Di situ Axel sedang tersenyum, aku mendapat foto ini dari situs internet. Aku mencurinya diam-diam, mencetaknya, lalu menindas foto tidak bersalah ini.

Betapa seramnya gorilla yang marah.

Apalagi tak lama setelah itu, Abel menyusul jejak orang dungu itu dengan pergi ke mana entah aku tidak tahu. Namun beberapa hari kemudian, Abel kembali.

Tanpa Axel di sampingnya.

Oke, aku tahu dia pergi ke Medan. Tapi aku sama sekali tidak tahu dia dia berbuat apa di sana-Abel juga bungkam-. Mungkin dia sedang menggeret koleksi pacarnya untuk ke Jakarta, siapa tahu?

Aku tersenyum sinis, lalu menatap langit-langit kamarku.

"Aku kangen padamu, dasar dodol Amerika." Seiring ucapan itu keluar, aku tidak bisa menahan air mataku lagi.

-Princess Series-

"Taylor Hana Anderson! Lo budek ya?!" teriakan mengerikan seseorang membuyarkan lamunanku, aku tersentak, mendongak.

Mataku langsung bertemu tatapan marah milik Abel. Aku menunduk lagi, memainkan tempat pensilku. Ternyata hari sudah gelap, perpustakaan tempat Abel menjadi tutorku pun sudah sepi. Seberapa lama aku melamunkan Axel?

Akhir-akhir ini aku jadi pendiam. Ini semua karena cowok ingusan yang menyebalkan itu, sebelum dia datang, hidupku tidak seperti ini. Dimana Axel? Dimana batang hidungnya yang menyebalkan itu?

"TAYLOR!"

Astaga aku membuat masalah lagi.

"I-iya. Aduh, Abel. Jangan marah-marah gitu dong," aku mengerucutkan bibirku sebal.

Abel menghela nafas, "apa di otak lo cuman ada nama Axel Axel Axel aja?" gerutunya jengkel.

"Sok tahu. Sampai mana kita tadi?" meskipun begitu, aku tidak menyangkal pipiku memerah karena perkataan Abel tadi.

Abel menghela nafas lagi, kali ini terdengar gusar, "sudahlah, nanti saja. Lebih baik kita pulang!" Dengan gerak cepat Abel bergegas merapikan peralatannya dan memasukkannya ke tas.

Aku terlonjak, terlalu terkejut karena reaksinya yang berlebihan. "Kenapa sih? Kok marah?"

"Siapa si yang marah?"

ST [1] - (Fat)eTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang