It's longer than usual:'). Sorry I'm not perfect writer. Just amateur. So, don't blame me. Oiyaa di chapter 19 mau Axel POV apa Abel POV? Axel POV kayaknya mantep. Hahaha.
PS : Princess Series [2] : The Cherfull Princess. COMING SOON! Be prepare, Reader!
-Princess Series-
Cewek pirang-mata biru-langsing-mungil-unyu itu masih memeluk Axel erat. Padahal sepertinya Axel sudah kehabisan nafas, lihat saja mukanya berubah menjadi warna ungu. Aku hanya melihat pasangan itu dengan dahi berkerut bingung.
Axel punya tunangan? Secantik itu?
Bagaimana cewek itu mau dengan Axel?
Huh. Bukan urusanku kan? "Uhm, bisakah kalian keluar?" tanyaku dengan nada ketus. Keduanya menoleh bersamaan. Vivian menatapku seolah aku pengganggu yang harus dimusnahkan. Sementara Axel menatapku bengis. Mungkin dia mengira aku tidak ingin menolongnya dari jeratan cewek pirang-mata biru-langsing-mungil-unyu itu. Aku mengedikkan bahu, lalu menatap pintu utama yang masih terbuka lebar.
"Rumahnya Axel lima langkah juga nyampe," kutunjuk rumah Axel yang bisa dijadiin Rumah Yatim Piatu itu karena saking besarnya, lalu menatap mereka kembali. "Jadi kalo mesra – mesraan gak ada yang liat." Oke aku tidak tahu kenapa nadaku menjadi dingin seperti itu.
Axel menaikkan satu alisnya saat mendengar perkataanku yang terakhir. Tapi aku tidak perduli. Aku hanya ingin dua pengganggu ini keluar dari rumahku sekarang juga. Aku sama sekali tidak menyangka Axel membuat rencana aku menjadi pacarnya supaya Abel berpaling padaku sedangkan dia sebenarnya mempunyai tunangan. Jujur aku kecewa, sangat.
"Gue bisa jelasin semuanya, Tay." Axel berbisik padaku, seolah dia dengan sok taunya bisa membaca pikiranku. Bah.
"Jelasin apaan? Semuanya udah jelas kan?" tanyaku. Nadaku bergetar. Entah kenapa.
Vivian melepaskan pelukannya pada Axel, lalu berkacak pinggang di hadapanku. "Hey Faty Girl, jangan mencoba mendekati tunanganku ya!" peringatnya dengan nada angkuh dan sombong. Dia menekankan kata 'tunangan' di kalimatnya. Aku memutar bola mata.
"Penampilan menipu yah." Komentarku. Dia mendelik, "apa maksudmu?"
Aku menyeringai menyeramkan, tandanya aku sangat marah. Aku jarang menyeringai seperti itu, mungkin. "Kau sangat cantik, tapi lidahmu seperti ular." Ujarku setengah berbisik, mempelankan suaraku supaya otak Vivian yang lemot mengerti.
Maksudku, dia salah tanggap kan? Tadi saja aku sama sekali tidak menggoda Axel. Tapi dia dengan angkuhnya memperingatiku. Hal apa lagi yang bisa dikatakan selain dia memiliki otak yang lemot dan berproccesor rendah?
"Kau..." wajah Vivian merah padam, aku menaikkan daguku. Menatapnya bengis. Mau ngajak berantem? Jambak – jambakan? Sini aku ladeni, kemarahanku sudah mencapai ubun – ubun soalnya. Siapa sih yang gak marah dibilang Faty Girl? Cih.
Mami berdiri dari sofa di ruang tamu dan mendekati kami. Axel dan Mami berusaha meleraiku dan Vivian yang sama – sama ingin mengeluarkan gunung meletus sekarang juga. Kurasa Axel dan Vivian SANGAT cocok, keduanya sama – sama membuat gunung meletus di kepalaku keluar dengan dahsyat. Membuatku menjalankan detensi menyebalkan dari ketua yayasan.
"Taylor sabar," Mami memperingatiku. Aku mengangguk dan mundur teratur. Melangkah sedikit menjauh dari pintu utama. Aku menunjuk lagi ke luar pintu utama dengan tegas.
"NOW, GO AWAY!" teriakku kencang, membuat Vivian dan Axel terkejut.
"Taylor, what the hell? She's my fiancé. Why you so rough?" tanya Axel sedikit berteriak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ST [1] - (Fat)e
Teen FictionDisclaimer: Cerita ini adalah cerita amatir yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Sisterhood-Tale [1] : Taylor Hana Anderson Setiap perempuan selalu menjadi putri yang menunggu pangeran sejatinya datang. Taylor percaya k...