Fate - 15

82.4K 6.7K 97
                                    

HAIHAAAAI^^ Keroropi here. Cuman mau kasih tau (ngebet buat ngasih tau) di chapter 20 nanti, akan ada sesuatu yang baru. *nah loh apaan tuh?*

So stay tuneeeeeeeeeee (padahal gatau artinya)

-Princess Series-

"Axel? Taylor? Kalian pacaran?"

Mati aku, telan aku ke dasar bumi sekarang juga.

Kulirik Axel yang masih terpaku di belakangku. Ia ikut melirikku. Terjadilah telepati mata dadakan. Sungguh menakjubkan.

Axel Anak Kece: "Udah cepet jawab!"

Aku : "Kamu aja!"

Axel Anak Kece: "Kalo gue, dia gak bakal percaya."

Aku : "Aku harus jawab apa?!"

Axel Anak Kece: "Yastaga... Bilang aja gue pacar lo."

Aku : "Ogah, aku gak mau jadi pacar kamu!"

Axel Anak Kece : "RENCANA BOSS RENCANA..."

Aku : "NOOOOOOOOOOOOOO!"

Axel Anak Kece : "Apa si susahnya?! Gue ganteng, proporsional gak kayak loe, baek, kece. Bilang aja 'IYAAAA' susah amat sih."

"Ehem," dehaman Abel menghentikan telepati mata yang berakhir panas itu.

Aku menggaruk puncak kepalaku dengan bingung. Jangan suruh aku menjawab pertanyaan Abel, pasti nanti aku tergagap! Itu sama sekali gak lucu. Aku harus jawab apa...

"Axeeel, Taaay. Kalian pacaran?"

Dan kenapa harus disituasi seperti ini Abel memanggil namaku dengan benar? Kenapa tidak dari dulu? Kenapa dia selalu mengejekku? Kenapa dulu dia menolakku? Kenapa dia tidak pernah menganggapku ada? Kenapa... persetan.

"Aku pacaran dengan Axel, sudah dulu ya."

Dengan cepat aku berlalu dari hadapan Abel yang memasang wajah terkejut. Kutundukkan kepalaku untuk menutupi air mata yang mendesak keluar. Entah kenapa. Hatiku sesak.

"Oh gitu, congrats ya kalian."

Cukup. Seharusnya dari dulu aku tahu bahwa Abel tidak akan pernah punya perasaan khusus untukku. Aku hanya angin lalu baginya. Walaupun aku nanti kurus, aku sangsi dia ingin melihatku. Seharusnya dari dulu...

Tapi aku malah menyembunyikan realita itu dan nyaman pada khayalan tingkat tinggiku. Berharap suatu saat dia melihatku, tersenyum padaku, dan menerimaku. Itu khayalan, dan tidak akan pernah terwujud.

Kubuka pintu rumah dan terduduk lemas di situ. Bahkan aku tidak ingin melihat wajah Axel saat aku menjawab pertanyaan Abel. Aku pun tidak ingin dia melihat wajah terlukaku.

Aku merasa benar - benar buruk sekarang. Entah kenapa.

-Princess Series-

Tring.

Private number : Lo gak apa - apa kan?

Mengerutkan dahi bingung, aku membalas pesan yang masuk dalam ponselku.

Me : Ini siapa?

Sambil menunggu jawaban, aku menghempaskan tubuh ke kasur dan menatap layar ponsel lagi. Semilir angin malam dari jendela kamar yang terbuka membuat bulu kudukku sedikit merinding. Kubuka pesan - pesan lain yang menunggu diperhatikan. Lalu kubalas satu persatu.

Ammabel : Besok ada acara minum teh sore di rumah Mikayla. Kamu ikut kan Tay?

Me : Ikut dong! Hehehehe suntuk di rumah.

Carmen : Sorry Tay, novel lo kecebur sama Ryu kunyuk itu! Maap ya nanti gue ganti.

Me : Bilang sama temen kamu yang konyol itu, GANTI RUGI!

Mikayla : Kau ikut acara minum teh sore kan? Kakakku, Michael datang. Dia... akan membawa pacarnya.

Me : Aku ikut. Er...Yang sabar ya Mik.

Tiffany : Taylor, bilang pada yang lain aku tidak ikut acara minum teh. Ada urusan.

Me : Kenapa setiap hari minggu kau selalu ada urusan? 8-|

Kiera : Sedang apa? Aku bosen nih! Pete sedang pergi bersama Kakak - kakaknya T_T.

Me : Sedang tiduran, abis mandi. Pacarmu itu juga ingin pergi keluar kali sama cowok - cowok. Jangan dikekang, Kiera.

Danies : KACAMATAKU DIRUSAK Daltoooooon!!!

Me : Aha! Beli yang warna cokelat saja. HAHAHA.

Cepat - cepat aku melihat pesan dari private number itu. Jujur aju penasaran siapa yang mengirimnya.

Private number : Axel.

Deg.

Aku salah lihat kan? Iblis satu itu tidak mungkin mengkhawatirkan... bodoh mungkin dia hanya penasaran. Mungkin dia ingin tahu wajah jelekku seperti apa saat menjawab pertanyaan Abel. Mungkin dia...

Terlalu banyak mungkin.

Ya sudahlah, aku tidak perlu membalas pesan bodohnya itu kan? Kutaruh ponselku di sebelah kepalaku dan menutup mata sejenak.

'Just give me a reason, just a little bit enough. Just a second we're not broken just bent. And we can learn to love again...'

Dering ponsel tanda panggilan masuk mengejutkanku. Dengan cepat aku mengambil ponselku lagi dan melihat siapa yang meneleponku malam - malam begini.

Private number calling...

Iblis itu? Serius nih? Bohong ah, kutolak panggilan tersebut dan menaruhnya di samping kepalaku lagi. Buat apa si iblis nelpon malem - malem begini? Mau nyantet aku ya?

'Just give me a reason, just a little bit enough. Just a second we're not broken just bent. And we can learn to love again...'

Duuuh si Pink sama Nate jerit lagi kan, lagi - lagi kutolak panggilan tersebut dan mengubur ponselku dalam - dalam di balik bantal. Masih bisa kudengar suara Pink yang lagi teriak 'CLEAAAAN'.

Itu artinya dia nelpon berkali - kali. Pantang menyerah, kayak banteng yang ngejer - ngejer kaen merah. Padahal banteng itu lagi dimaenin sama semua orang. Bantengnya aja yang bego sampe gak nyadar. Duuuh kenapa jadi ngomongin banteng.

'Just give me a reason, just a little bit enough. Just a second we're not broken just bent. And we can learn to love again...'

'Just give me a reason, just a little bit enough. Just a second we're not broken just bent. And we can learn to love again...'

'Just give me a reason, just a little bit enough. Just a second we're not broken just bent. And we can learn to love again...'

"BAWEEEEEL!"

Karena kekesalan yang memuncak, kulempar ponsel yang masih teriak gak jelas tersebut. Dengan mulus tanpa hambatan seperti di jalan tol, ponsel itu mencium dinding kamarku.

Trak!

Sing...

Hening.

Setelahnya aku menangis sesegukan karena ponsel itu hasil dari tabunganku. Taylor bego. Begoooooo. Ponselkuuuu!

Axel nyebelin! Liat aja nanti, aku bejek - bejek dia jadi tahu gejrot. ISSSSSH NYEBELIN!

ST [1] - (Fat)eTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang