Fate - 32

95.9K 6.7K 189
                                    

Aku takjub dengan tempat rahasia Abel, kau bisa menebaknya? Di tempatku berdiri, banyak sekali cahaya berpendar warna-warni, mengisi kegelapan malam. Membuat semuanya tampak bercahaya. Orang-orang melintas di bawah tampak seperti semut.

Ya, ini lantai paling atas sebuah gedung bertingkat. Rooftop.

Tadinya aku bingung karena Abel menarikku ke pintu darurat, sekarang aku tahu jawabannya. Mungkin biar lebih ekstrim, dia tidak ingin menggunakan lift? Entahlah.

"Coba teriak," kata Abel yang berdiri di sebelahku.

"Teriak apa? Teriak I love you, gitu?" tanyaku iseng.

Abel diam sebentar, lalu tersenyum. "Kita sahabat."

Memang, sejak kejadian itu, kami bersahabat dekat. Bahkan para cewek populer di sekolah sampai terheran-heran melihat kami berjalan bersisian menuju kantin. Lalu, setelah sampai, kami saling melambai dan duduk di tempat masing-masing. Aku bersama sahabat-sahabatku. Dia bersama teman cowoknya. Aneh, bukan? Aku juga sama sekali tidak berpikir akan bersahabat dengan cowok yang dulu kusuka.

"Kita memang sahabat." Aku tertawa, lalu berdeham. "AKU DAN ABEL SELAMANYA SAHABAAAAAAAATTTTTT!" Teriakku sekencang mungkin, membuat Abel langsung tertawa terbahak.

Abel mengatur nafasnya, lalu menyangga pada pilar balkon. Dia menatap lurus ke depan, sementara aku mengamati wajahnya. Rambutnya berwarna hitam legam dengan mata bening. Pipinya tirus dan bibirnya tipis. Dia mirip ....

Tidak! Dia Abel bukan Si Dungu itu.

"Lo keinget Axel, Tay?" tanya Abel tiba-tiba.

Aku ikut menyangga pada pilar balkon, menatapnya bingung. Dia masih menatap lurus ke depan. Tapi, tak kusangka, dia melanjutkan pertanyaan aneh lagi. "Lo percaya cinta pada pandangan pertama?"

Dulu, aku percaya, karena aku jatuh pada pesona Abel. Jadi, aku mengangguk. Meski sedikit ragu.

"Lo percaya pada suratan takdir?" tanya Abel lagi.

Aku mengerutkan dahi bingung, tapi tetap mengangguk.

"Apa lo percaya, jantung gue cuman berdetak buat lo?"

Kali ini sukses membuatku ternganga shock. Aku berusaha berbicara walaupun rasanya seperti tersedak. "Aku ...."

"Foto yang dulu gak sengaja gue liat ... Itu foto lo 'kan?" dia bertanya lagi.

Itu memang fotoku, tapi itu Maddie, bukan aku. Aku mengerutkan dahi. "Itu fotoku, tapi—"

"Lo cinta pertama gue, Tay."

Tunggu, ada sesuatu yang harus diluruskan di sini. Ada yang tidak beres, aku tahu. Ini bukan obrolan santai. Aku menegakkan tubuhku dan menarik Abel.

"Kayaknya kamu salah sangka, Bel." Ucapku perlahan-lahan.

Dia menaikkan satu alisnya. Aku melanjutkan. "Itu fotoku. Fotoku. Tapi ...."

"Tapi?"

"Yang disana bukan aku. Tapi saudara kembarku," tukasku dengan nada serius.

Abel terkejut, mulutnya melongo dan matanya melebar. Dia tertawa kering. "Lo gak cocok akting, Tay."

"Enggak, percaya sama aku, Bel. Dia Maddie. Dia kembaranku. Dia—"

"DAN DIMANA DIA SEKARANG?!?!" Bentakan Abel membuatku terlonjak, aku mundur beberapa langkah dengan jantung berdentum-dentum.

Abel merasa bersalah, wajahnya penuh penyesalan, dia berdiri dan berujar salah tingkah. "Sori, Tay. Gue—gue emosi. Kar—karena ... Maddie ... perempuan itu ... cinta pertama gue."

ST [1] - (Fat)eTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang