Part 17 : Bayangan Senja (Kisah Kehidupan Kurir)

941 45 1
                                    

"So? Gimana tawaran gue, Lidya?" Shania menatap Lidya tanpa dosa dalam tatapan biasanya. Dia mempertanyakan tentang tawaran yang tadi sudah dirinya ajukan pada Lidya. Mereka berdua ada disebuah cafe. Ramai pengunjung? Tidak terlalu. Jadi yaa.. Shania cukup leluasalah. Mengatakan apa yang mau dirinya katakan pada Lidya yang dirinya 'ajak' ketempat itu.

"Lu pikir. Gue mau terima tawaran gila lu itu? Cihh. Jangan harap!!" Atmosfirnya terasa sengit. Lidya kukuh pendirian untuk tidak goyah dengan apa yang Shania tawarkan.

Shania tersenyum sedikit, dengan tangannya memutar-mutar sedotan yang ada dalam gelas juicenya.

"Yakin? Gak mau ambil tawaran dari gue? Hmm..."

"Denger ya. Penjahat kayak lu itu gak pantas ngajuin tawaran sama gue! Lu... cuma sampah yang ngotorin kota ini. Dan lebih besar dari itu. Lu udah ngotorin negara kita dengan kelakuan bejad lu!!" Lidya yang memang emosian begitu mudah tersulut.

Sementara Shania dengan santainya diam dalam pengamatannya pada Lidya. Yang dengan mudah bisa ia taksirkan bagaimana sikap, tingkah dan juga sedikit pemikiran dari Lidya.

"Harusnya. Malam itu dia biarin gue buat habisin lu. Atau setidaknya dia biarin gue buat bawa lu ke kantor, biar lu langsung bisa masuk penjara!" Dia? Apa yang sedang di sensor Lidya dalam ucapannya itu adalah Beby? Bisik hati Shania.

"Sebaiknya. Lu yang ikutin apa yang gue mau, Shania. Lu serahin diri lu terus kuak semua apa yang lu tahu, termasuk sindikat serupa kayak yang lagi lu jalanin. Dan gue pastikan, kalau hukuman yang nantinya akan lu dapat. Gak akan ngeberatin lu. Yaa.. itung-itung, itu sebagai reward karena lu udah mau kerjasama sama polisi buat buka semuanya!" Lidya masih dengan tampang sok-nya bicara panjang lebar pada Shania yang belum memberi tanggapan.

Benar. Orang ini kelihatannya terlalu egois untuk bisa bekerja dalam team. Apalagi sepertinya dia tidak begitu suka dengan Beby. Harusnya dia bisa dengan mudah gue manfaatin! Hanya suara hati yang Shania lantunkan untuk membalas ocehan Lidya.

"Kita percepat aja semuanya. Dan gue perjelas lagi apa yang gue mau tawarin sama lu, Lidya. Kalau lu tetap dengan apa yang lu mau. Fine! Kita lihat apa yang akan gue lakukan!!" Shania kali ini terlihat serius. Dia membenahi posisi duduknya, dan tangannya sudah tidak lagi memainkan sedotan melainkan ia simpan rapi diatas meja.

"Kalau lu masih mau hidup. Ma..u hidup! Sebaiknya lu ikut di sisi gue. Jadilah informan untuk kelompok gue seperti kebanyakan teman-teman satu seragam lu, yang udah lebih dulu ikut sama gue!! Gue jam,-"

"Udah gue bilang gue gak akan ma,-"

"Stop. Gue gak suka kalau gue lagi bicara. Lu potong ucapan gue!" Shania tidak membiarkan Lidya untuk bercerewet lagi. Karena dia sudah tidak mau buang waktu untuk duduk bareng dengan orang yang kini ada dihadapannya.

"Gue kasih lu jaminan lebih dari apa yang gue kasih pada rekan-rekan lu. Dan kerja lu juga gak akan seberat seperti mereka. Lu cukup jadi informan gue untuk Beby. Apapun. Gerakan sekecil apapun atau rencana sedetail apapun yang sedang Beby bahas. Lu kasih tahu gue! Simple bukan? Jadi mending lu gak usah bikin ini malah jadi ribet!!" Shania melihat pasangan wajah Lidya yang belum menampakan perubahan kalau dirinya akan siap ikut dengan apa yang ia tawarkan.

"Masih gak mau? Lu dapat apa dari satu kelompok dengan Beby? Gue tahu, 'dia' yang lu maksud tadi itu adalah Beby. Iya kan? Dan kalau gue gak salah tebak. Lu sepertinya tidak suka bisa satu kelompok dengan Beby yang..." Ada sedikit perubahan di air mukanya Lidya. Sedikit sekali saat Shania masuk dan mulai menusuknya dengan membawa Beby.

"..yang jelas lebih segalanya dari lu. Dia hebat. Dia pintar. Dia sangat disegani. Dan prestasinya.. bisa gue pastikan. Dia lebih diatas lu! Koreksi kalau gue salah!?" Perubahan sedikit itu perlahan melebar di wajahnya Lidya. Seperti di suntik sesuatu, Lidya langsung mengerungkan wajahnya.

Bayangan Senja (Kisah Kehidupan Kurir)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang