Part 24 : Bayangan Senja (Kisah Kehidupan Kurir)

985 54 4
                                    

"Sebentar, Viny!"

Tanpa Viny tahu, Veranda ternyata mengejar dirinya yang walkout dari meja makan. Masalah Ayah. Veranda biarkan Ibu yang memberi redaman untuk hati Ayah yang bukannya luluh mendengar apa yang Veranda ucap. Malah terlihat panas. Hingga bisa-bisanya beliau membentak Veranda. Karena tidak mau menerima apa yang putri sulung kebanggaannya ucapkan dalam memenangkan Viny. Putri bungsu ketidakbanggaannya.

"Ada apa lagi? Aku mau berangkat!" Wajah Viny menyeramkan.

"Biar Kak Ve antar kamu kesekolah. Kita berangkat sama-sama!" Veranda masih kukuh dengan keinginannya. Karena jelas dia takut pada apa yang akan terjadi hari ini.

"Gak perlu!" Singkat. Jelas. Padat. Tidak mau dapat lagi interupsi dari Veranda yang kukuh. Viny mengayunkan langkahnya untuk menjauhi Veranda.

"Kak Ve mohon. Biarkan Kakak yang anterin kamu kesekolah Viny. Kakak akan diam dimobil. Kalau perlu... kamu anggap saja yang mengantarkan kamu kesekolah. Yang duduk disebelah kamu, itu adalah Kinal!" Baaam! Kalimat terakhir Veranda sungguh suatu kesalahan. Suasana hati Viny yang sedang kusut semraut kayak jalanan yang lagi macet. Langsung memberikan respon kerungan marah mixing benci gak enak dilihat diwajahnya Viny yang kalau senyum begitu manis terlihat tjantik.

"Udah aku bilang. Aku bisa pergi sendiri gak perlu kamu antar. Dan kamu gak perlu bicara membawa-bawa Kak Kinal! Apa kamu tidak bisa mengerti dengan apa yang aku ucapakan, hah?" Veranda terkejut. Suara Viny yang penuh tekanan emosi. Lalu wajahnya yang meledak marah. Membuat Veranda hawatir. Bukannya takut dan mundur tidak perlu mengantar. Ini malah menjadi.

Veranda maju lebih mendekat pada Viny.

"Maaf. Kalau apa yang Kakak ucapkan salah. Kakak cuma mau ngantar kamu kesekolah. Dan nanti pulangnya seperti yang di rencanakan Ibu. Kali ini aja. Kak Ve mohon. Hanya sekali ini saja." Sorotan matanya Veranda bikin luluh. Tapi sayang tidak begitu untuk Viny. Dia tak merasakan sorotan sayangnya Veranda. Duh Viny.. Jendral yang kuat itu aja bisa luluh terus bersimpuh didepan Tenshi Veranda, pas di sorot sama mata indahnya itu. Nah kamu? ._. *naondeuimin

"Aku.. gak mau!" Viny melanjutkan lagi langkahnya yang di stop Veranda.

"Ini yang pertama dan yang terakhir, Dek!" Deg. Mendengar kalimat yang ini dari lembutnya suara Veranda seketika membuat langkah Viny kembali terhenti.

"Sulit memang. Meyakinkan hati yang sudah luka. Mengucapkan maaf atas kesalahan yang sudah diperbuat. Kalau memang kamu gak mau membuka hati buat Kak Ve. Dan gak mau maafin juga. Kakak terima. Tapi hari ini. Kakak mohon. Mohon sama kamu Viny. Biarkan hari ini Kakak mengantarkan kamu kesekolah. Dan menjemput kamu dari sekolah. Berikan kesempatan itu buat Kakak sekali ini saja. Kakak ingin merasakan bagaimana jadi Kakak buat kamu. Biarkan Kakak melindungi kamu. Hanya sekali ini saja!!" Rangkaian kata-katanya lebih berbau salam perpisahan ketimbang rangkulan pelindung. Veranda sebegitu khawatir dengan teror dalam box kemarin-kemarin, apalagi ditambah wejangan dari Ayah. Penasaran dalam takut tentang siapa peneror dan dari mana teror itu, terjawab sudah. Sekarang. Yang harus dirinya lakukan adalah... sebisa mungkin memberikan perlindungan dini pada Adiknya yang jelas dalam ancaman dan dialah yang akan dijadikan korban. Menanggung apa yang sedang Ayah jalani.

Perasaan Viny yang sedang kacau malah jadi tambah kacau dengan apa yang dia dengar dari Veranda. Dia sadar. Saat tadi Ayah membahas waspada dan tidak menghiraukannya. Ancaman yang pernah ia lihat mungkin sebentar lagi akan terjadi. Ancaman yang ternyata muncul dari dunianya Ayah (pikir Viny). Dan ia tahu kalau dirinya sendirilah yang kemungkinan akan menjadi korban. Tapi dia tidak mau perduli. Apapun yang akan terjadi hari ini. Terjadilah. Sekalipun dia harus selesai menapaki buminya kini. Karena apalagi yang bisa Viny lakukan? Kinal sudah membuangnya. Dia tidak mau melibatkan Veranda juga Ibu dalam teror sialan itu. Kalau memang dia yang akan menjadi korbannya. Biarlah dia sendiri yang menanggungnya. Biarlah Ibu dan Veranda hidup bahagia dengan Ayah. Tanpa adanya ia ditengah mereka. Puaskan?

Bayangan Senja (Kisah Kehidupan Kurir)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang