Part 21 : Bayangan Senja (Kisah Kehidupan Kurir)

1K 56 4
                                    

"Viny bangun Viny..?!!" Veranda panik. Iya dia panik. Sangking paniknya, dari tadi yang dirinya lakukan hanya mencoba membangunkan Viny yang sudah pingsan, dengan suhu dari tubuhnya diatas normal. Mencoba berteriak memanggil bantuan tapi hasilnya sia-sia. Rumahnya terlalu besar untuk diteriaki. Sekalinya menggema mungkin hanya ruangan sebelah atau ruang yang ada tepat dibawah ruangan itu yang bisa mendengar. Sementara posisi kamar Viny yang ada diatas, yang bersebrangan dengan kamarnya. Dan dibawahnya ruangan baca yang bersebelahan dengan ruang santai utama keluarga. Tidak sama sekali bisa membisikan gemaan dari suara teriakan yang telah dibuat. Kesudut lain yang ada penghuninya didalam rumah besar ini. Mau itu berteriak dalam mode apapun!

Veranda memegang kedua pergelangan tangan Viny, dalam rasa panik dan cemasnya yang sudah tidak karuan. Dia menarik pergelangan kecil itu hingga Viny yang terpejam bergerak mengikuti tarikan kedua tangan Veranda. Terlihat Viny sudah dalam posisi duduk, Veranda segera membelakangi dan lalu menarik lagi Viny sampai punggungnya merasakan badan Viny yang panasnya bukan main saling bersentuhan. Dalam rasa yang sudah bercampur, Veranda bangun membopong Viny. Wajahnya Viny tepat disebelah wajah kanan Veranda. Saat dia melangkah, bukan hanya punggungnya yang merasakan panas suhu tubuh Viny. Namun juga wajahnya, yang dimana pipi sebelah kiri Viny menyentuh pipi sebelah kanan Veranda. Karena adanya gerakan dalam langkah penyelamatan Viny. Dan Viny yang tidak sadarkan diri jadi ikut bergerak mengikuti irama langkahnya Veranda.

"Maafin Kakak, Dek!" Sementara Veranda berusaha membawa Viny keluar dari kamar untuk kemudian dibawa kerumah sakit. Ibu dan Ayah masih saling berhadapan dalam kalimatnya, di ruang tamu kedua yang tidak terlalu jauh dari dapur, dari jalan menuju garasi.

"Karena kita semua salah Yah. Aku, Kamu, bahkan Ve. Kita salah memperlakukan Viny seperti ini. Tidak seharusnya dia mendapat perlakuan seperti yang kita lakukan dengan cara kita masing-masing, selama ini!" Wajah Ibu sudah basah.

Beliau bicara dalam menahan perihnya rasa sakit didada pada Ayah. Bicara begitu lembut, tapi menusuk. Memberi gambaran pada Ayah bagaimana keluarga mereka dulu baik-baik saja. Tidak ada Ve yang begitu mereka sanjung karena kesempurnaannya, juga tidak ada Viny yang begitu mereka purukkan karena ketidaksempurnaan. Yang sudah Ibu tahu apa penyebabnya. Sudah Ibu tahu? Iya. Sudah Ibu tahu apa penyebab ketidak sempurnaan Viny yang membuatnya begitu terlihat.. terlihat sangat tidak enak dilihat. Entah itu untuk Ve, Ibu, terutama Ayah. Ibu tahu kalau Viny sakit Disleksia! Dari bicara basa-basi bernarasi, memulai uraian sebagai intro sebelum masuk chorus. Ibu terdengar begitu sangat amat sekali, sedih. Apa yang sudah beliau tahu mengenai penderitaan Viny, sungguh telah membuat dirinya mengutuk diri dan memberi label sebagai Ibu yang bukanlah Ibu. Membayangkan setiap gerakan yang telah beliau lihatkan pada Viny dalam hindaran halusnya untuk menjauhi Viny. Setiap ucapan yang telah beliau lantunkan pada anak bungsunya untuk tidak lagi perlu mengajarinya, karena kesulitan yang terlihat didiri Viny dalam daya tangkapnya. Setiap apa yang telah beliau lakukan dari yang baik kemudian bermetamorfosis jadi tidak baik. Setiap tingkah, polah, ucap, langkah, yang terasa sakitnya sekarang. Sakit karena penyesalan yang begitu membuat sakit. Ibu berusaha mencapai ending dari cerita yang tengah didongengkannya pada Ayah. Tapi tidak tahu kenapa, bibirnya malah terus menceritakan awal hingga tengah begitu panjang, dan terasa sulit untuk mencapai klimaks. Mungkin Ibu ingin membuat Ayah merasakan apa yang beliau rasakan saat tahu kalau Viny sakit. Saat setiap bayangan ketidakadilan beliau perlihatkan pada Viny. Saat setiap apa yang telah beliau lakukan pada Viny dengan cap anak yang sulit berkembang, sampai membuat Ibu dengan gampang (gak terlalu gampang juga sih) menyisikan Viny bahkan menyimpannya dibelakang tanpa segan. Dan Ibu saja yang memberikan perlakuan tidak se ekstrim Ayah merasakan sakitnya kebangetan dihati, bagaimana dengan Ayah?

"Sudahlah. Kamu tidak perlu berlebihan seperti itu, Bu. Apa yang Ayah lakukan semata-mata untuk kebaikan anak itu. Agar dia berpikir. Agar dia mau merubah diri menjadi anak yang bisa dibanggakan, bisa lebih baik, bisa,-"

Bayangan Senja (Kisah Kehidupan Kurir)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang