Waktu terasa berhenti.
"..Di-disleksia?" Ternyata waktu tidak berhenti. Keterkejutannya sungguh teramat sangat. Veranda tahu tentang apa itu Disleksia, bahkan dia yang dasarnya memang senang membaca. Sempat membaca sebuah artikel tentang penyakit Disleksia..
Dia memalingkan pandangannya pada Viny. Suara Noella mengiang dalam telinganya bak sebuah Soundtrack yang mengiring sebuah film.
'Viny sakit. Dia mengidap Disleksia!'.
Dan pikirannya.. seketika itu dipenuhi bayangan masa lalu. Betapa buruknya perlakuan dirinya pada Viny yang ternyata... sakit. Bayangan itu seperti serigala yang memburunya dari belakang. Dan berhasil menerkamnya. Hanya dengan satu cabikan.. Veranda bisa merasakan sakitnya.. sakit teramat yang melukai. Hancur!
Veranda melihat Viny dengan raut wajah penuh sesal sakit hingga rasa kesalnya pada Noella seakan hilang.
"..Dek?" Suara Veranda mengalun pelan. Seolah meminta pada Viny untuk bicara atau apa menggerakan tubuhnya kalau apa yang dikatakan Noella itu benar atau mungkin salah.
"Apa benar? Apa.. apa yang dikatan Noella itu.. benar?" Wajah Veranda meminta dalam sesalnya.
Viny yang bisa mendengar jelas. Begitu jernih. Apa yang kelihatannya dibisikan Noella pada Veranda, memberengut kesal. Bagaimana mungkin Noella tahu tentang sakitnya? Dia tidak pernah memberitahukan mengenai hal ini. Hanya Shania dan Kinal juga Nabilah yang tahu tentang Disleksianya. Tapi kenapa Noella bisa tahu? Darimana dia tahu tentang semua ini? Argh.. Noella bikin gila!
"Viny jawab Kakak, Viny! Bohong. Noella berbohong kan tentang kamu? Kamu gak sakit kan? Jawablah Dek!" Viny yang masih belum bisa mengendalikan rasa kecewanya pada Noella. Hanya bisa menatapkan mata sipitnya pada Veranda. Pikirannya super-duper dilanda kebingungan. Sakit. Marah. Kesal. Sesal. Kecewa. Campur aduk tak berbentuk. Namun pasangan wajahnya masih tetap terlihat datar, meski tidak bisa dipungkiri jika melihat sorotan matanya.. ada sakit yang dia pendam. Yang ingin diledakan.
Noella menyaksikan adegan itu dengan memasang tampang tengil dalam hiasan senyum racunnya.
"Kenapa kamu biarin Kakak, Ibu sama Ayah memperlakukan kamu seperti ini. Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu.. kalau kamu sakit! Noella berbohong kan? Kamu gak sakit iyakan?" Berasa dirinya dan Viny ada dalam keadaan normal. Padahal badan masih terikat diatas kursi. Noella duduk manis sebagai sutradara. Veranda terus saja mengeluarkan sesak nafasnya dalam deretan kalimat tanya untuk Viny yang sedaritadi membisu tak menjawab. Sakitnya dimana, Veranda? Saat Viny memperlakukanmu seperti itu!
"Hooaaammm... Heemm.. kayaknya bakal ada drama nih." Sok-sok nguap ketje. Noella menyela.
"Gue tinggalin aja kali ya lu berdua. Biar bisa lebih bebas drama-dramaannya." Noella berdiri dari kursinya. Dia tidak langsung memutar balikan badannya untuk maju jalan meninggalkan Veranda bersama Viny. Namun berjalan dulu kearahnya Viny.
"Ini bukti.. kalau gue emang sahabat lu, Viny. Gue kasih tahu Kakak lu tentang apa yang gak bisa lu kasih tahu. Selanjutnya.. tinggal gimana lu bisa nerima maafnya Ve. Atau mengacuhkan saja seperti biasanya. Hahaha!" Dalam duduk bertumpu di lututnya. Noella bicara pada Viny. Setelah aksi bungkamannya berhasil ia eksekusi, ada aksi lain mengiring pelan. Melumpuhkan jiwanya Viny. Bukan hanya Veranda saja. Ckckck.. K3ren Noella!
"Lu pasti heran kenapa gue bisa tahu tentang sakit yang lu sembunyikan dari keluarga lu itu, iyakan!?. Gak perlu heran Viny. Seperti yang gue bilang.. gue tahu apapun. A..papun tentang lu. Dan itu serius! Kalau lu bisa ingat ucapan terakhir yang gue bilang saat didepan rumah lu tadi siang. Itu yang gak serius. Itu semua bohong!" Dengan senyum sinis Noella masuk lebih dalam di rasa sakit hatinya Viny.