Kinal menyadari betul langkah kaki lenjangnya Veranda mengarah pada dirinya. Tapi dengan santainya dia acuh saja diam di dalam mobil seperti tak ada sedikitpun keinginan untuk keluar dari duduk nyamannya dimobil. Kinal tidak sedang ingin debat, adu mulut atau apalah yang bisa memicu emosinya. Saat dia harus dihadapkan pada Veranda. Tapi sepertinya keinginan menahan diri untuk tidak debat itu hanyalah keinginan semata. Karena nyatanya, Veranda tidak menghentikan langkah kakinya sedikitpun. Ia terus bergerak pasti dengan tujuan yang sudah pasti juga.
*tok.. tok..*
Punggung telunjuk dan jari tengahnya Veranda jadikan alat untuk mengetuk kaca samping mobil Kinal. Kinal melihat sekilas... tapi belum mau membuka jendela sampingnya. Dia pura-pura menyibukkan kedua matanya kearah sekolah, berharap ada sesosok Viny keluar dari gedung itu untuk bisa mengalihkan Veranda, dan tidak meneruskan ketukan di jendela mobilnya. Namun kembali. Apa yang sedang dibayangkan Kinal hanyalah sebuah bayangan yang ia buat sendiri. Bukannya Viny terlihat keluar dari sekolah. Malah ketukan dari jemarinya Veranda jadi agak keras volumenya. Menarik perhatian Kinal yang tidak sama sekali menggubris.
Akhirnya... Kinal melihat samping mobil dan dia bisa dengan jelas, sangat jelas melihat bagaimana pasangan wajah Veranda kala dia tengah mengetuk sedannya tersebut. Wajahnya tetap terlihat tenang. Meskipun ketukan jari-jemarinya mulai terdengar tak ramah. Percayalah! Kinal menggubris juga ketukan di kaca samping itu. Dia membuka kunci pintu mobilnya hingga terlihat Veranda mundur sedikit untuk memberi ruang pada Kinal agar bisa turun dari kendaraannya.
"Ada apa?" Tatapannya, suaranya, gimik wajahnya. Saat mengalirkan satu pertanyaan itu... Kinal seriusan terlihat tidak ingin beramah tamah pada Veranda (?)
"Aku minta sama kamu untuk lepasin Viny. Dan gak usah lagi nemuin dia!" Ucapannya, ekspresinya, bahasa tubuhnya... Veranda begitu to the point tanpa basa-basi, yang biasanya dia suka agak gugup jika menghadapi Kinal (?)
"Emangnya lu pikir lu itu siapa? Minta-minta sama gue!" Kinal masih terlihat menyebalkan. Sebelum-sebelumnya ia dan Veranda pernah bertemu empat mata membahas Viny. tapi, apa yang terlihat saat ini. Kinal sungguh sangat serius dan tergambar kejam berhadapan dengan Veranda. Beda dengan sebelumnya. Meski sama menyebalkannya, tapi wajahnya tidaklah seperti saat ini.
"Dan kamu pikir.. kamu itu siapanya Viny? Aku jelas Kakaknya Viny. Kakak kandungnya!" Veranda tak terlihat ciut di depan Kinal.
Karena sugesti keduanya untuk membawa Viny yang mereka pikir ada disalah satu pihak. Itu kenapa baik Kinal maupun Veranda, sama-sama terlihat pasang badan tak ciut, apalagi takut akan apa yang dilihat dari lawannya. Ketetapan hati dalam kesungguhannya semalam, sedang mereka realisasikan. Veranda berharap bisa membawa Viny pulang dengannya. Dan Kinal pun sama harapan. Ia ingin agar Viny bisa dirinya bawa dan bahkan tidaklah perlu lagi bertemu dengan keluarganya.
"Gue bosan denger apa yang lu ucapin tentang Kakak Kandung! Siapa perduli soal status lu ke dia? Status itu bisa gue rubah. Oh salah. Status itu udah lu.. semua rubah untuk Viny. Jadi menurut gue, Viny itu tidak ada status Adik, Anak, atau apalah dalam lingkarang kalian!" Kinal tidak ingin berputar sana-sini. Dia ingin langsung saja menyudahi percakapan tidak pentingnya dengan Veranda.
"Semalam.. gue udah salah. Ngelepasin Viny untuk lu bawa. Dan sekarang, gue tebus kesalahan gue. Dan gue pastikan tidak akan ada lagi jeda untuk gue ngelepasin Viny dari tangan gue! Jadi sebaiknya yang lepasin Viny itu lu, bukan gue!!"
Keningnya Veranda memang tidak terlihat mengerut. Tapi gimiknya sangat jelas dalam bayangan marah pada Kinal. Veranda ingat bagaimana Viny mencoba mengejar mobilnya Nabilah yang tidak bisa ia gapai, dan malah terjadi penumpahan emosi kesal pada dirinya. Yang berujung kepergian Viny dan tidak sama sekali bisa ia cegah. Selain hanya ingatan semalam. Veranda sama sekali masih belum ngeh dengan ucapan Kinal tentang Viny yang dia lepaskan untuk bisa dibawa oleh dirinya. Dia malah tersulut emosi yang dipantikan Kinal, karena menurutnya Kinal sedang mengolok dirinya dengan bicara melepaskan Viny untuk bisa dia bawa. Padahal sama sekali tidak sedang bersamanya dan tidak bisa dia bawa pulang.