Pizzaria

6.3K 309 2
                                    

Hehe

Di restoran pizza Bayu memilih bangku panjang berjok. Aku pun duduk dan Bayu duduk disebelahku. Duh kenapa dekat-dekat begini ya.

"Dinda mau piza yang mana?"

"Apa saja deh, yang enak ya" jawabku sekenanya masih mengatur napas.

"Meatlover?"

Aku mengangguk.

"Minumnya?"

"Coke saja, icenya sedikit aja"

"Oke-oke kita pesan dulu"

Setelah memanggil mbak-mbak yang tadi bertugas di meja kami dan memesan piza dan minumannya, tangan Bayu memegang tangan kiriku dan melihat jari manisku.

"Dinda, kamu masih mau menerimaku sebagai tunanganmu kan?"

Aku mengangguk pelan sambil tersenyum.

"Thanks sayang."

"Bayu..."

"Iya sayang.."

"Kamu bener-bener tunangan ya ama aku?"

"Kenapa Dinda?"

"Habis telpon jarang banget sejak malam itu. Tapi emang kamu jarang telpon juga sebelum-sebelumnya."

"Giliran ketemu lagi ketemunya di kampus. Bahkan aku baru tahu kalo kamu kuliah di situ juga."

"Ih kayaknya kita belum saling kenal yah." Lanjutku curhat.

"Jadi kamu ga yakin nih soal lamaranku kemarin?"goda Bayu.

"Ya..gimana ya ga kayak di novel-novel gitu. Jadi ga tahu deh."

Bayu cuma tertawa.

Kucubit lengannya yang tidak tertutup lengan kaosnya.

"Ampun Dinda.... abis kamu lucu sih... masa dunia nyata disamakan dengan novel." Ledek Bayu lagi.

Bibirku mengerucut dan wajahku kubuat kesal ke dia.

Jari telunjuknya tiba-tiba menempel di bibirku.

Aku kaget... dan kuangkat kedua tanganku menutupi mulutku.

Bayu tertawa lagi...."Ha..ha..ha... Aku ga akan gigit kok"

Terasa pipiku makin memanas. Malu ah.

"Puas mentertawai aku. Emang aku badut." Aku bertambah malu dan kesal ditertawai.

"Sudah... sudah... habis kamu memang lucu dan menggemaskan sih."

Aku merasa orang-orang disekitar kami melirik ke arah kami.

"Hsssth jangan keras-keras suaranya. Malu tahu."

"Eh itu pizanya datang... makan dulu yuk."

Aku menoleh ke arah yang ditunjuk Bayu. Dan memang piza pesanan kami sudah datang.

Perutku pun langsung protes minta diisi.

Dengan muka memerah kumakan piza itu. Mumpung masih hangat biar kejunya meleleh.

Nikmat!

"Rabu ini jadwal sidang skripsiku. Besok mau aku jemput ga? Jam berapa kuliah pertamanya?"

Kaget aku ketika ditanya saat menyuap piza ke mulutku.

"Mmmh... Sidang skripsi ya, sukses ya. Emh.. jam 9. Tidak usah kan kamu mau siap-siap sidang skripsi nanti merepotkan lagi."

"Tidak apa. Aku sudah tidak ada jadwal kuliah kok. Lagian semua bahan sidang nanti sudah aku pelajari. Aku butuh refreshing, boleh ya?"

Aku teringat hari terakhir waktu masa orientasi. Gadis itu yang menarik lengan kemejanya yang minta perhatiannya.

"Apa ga ada yang cemburu?" selorohku.

"Lho masa yang punya aku cemburu sama diri sendiri?"

"Itu kakak yang sedang ngobrol dengan kamu waktu aku dipanggil Kak Dewi. Apa dia tidak cemburu?"

Bayu tersentak kaget... Tapi sejurus kemudian dia tertawa lagi....

"Oh ada yang cemburu kemarin ya... hahaha"

"Aduh aku jadi tambah sayang deh sama Dinda..."

Melihat mukaku yang serius, Bayu pun berhenti tertawa.

"Dia cuma teman kuliah kok."

"Tapi kulihat gerak-geriknya mendambakan cintamu yah... Apalagi waktu kamu mengalihkan perhatianmua" kataku sok berpuitis sambil tetap sebal.

"What?! Dinda jangan cemburu dulu dong. Sayangku kan cuma ke kamu."

Kalimatnya kok seperti rayuan gombal ya.

Aku diam mencoba berpikir tenang dan tidak emosi.

Kupandang Bayu dengan penasaran akan reaksinya.

Hmmm .... kuganti saja topiknya, sepertinya hanya itu reaksi Bayu.

"Bayu ... aku kan baru masuk kuliah. Boleh ga aku nikmatin dulu masa kuliahku?"

Entahlah kenapa Aku malah ngomong seperti itu.

...
Bayu POV

Aduh ... kenapa Dinda ngomong begini... bingung aku dengan jalan pikiran Dinda.

"Apa maksudnya Dinda?" tanyaku.

"Emm ... " Cuma itu yang keluar dari mulutnya sambil menyeruput coke dengan santai.

Aku berpikir keras mencoba mencerna pertanyaan Dinda. Dari dulu Dinda memang tipe yang tidak banyak bicara dan tidak suka basa-basi. Kadang aku gemas dengan gayanya yang sok jaim atau perfeksionis itu. Memang Dinda itu termasuk murid yang pintar. Sepertinya Dinda lebih memilih untuk serius belajar dibanding hang-out dengan teman-temannya.

Bunda cerita Dinda belum pernah mengajak teman sekolahnya. Belum pernah pacaran!!!

Dinda seolah ingin bertanya kenapa aku senyum-senyum sendiri.

"O iya Dinda, kayaknya aku bakal sibuk siapin ujian skripsiku. Kamu ga papa kan kalo kita ga bakal sering ketemu di kampus?"

"Ga papa, kebetulan aku kan baru masuk kuliah. Aku juga perlu adaptasi nih. Pura-pura aja kalo kita belum tunangan ya." Balas Dinda dengan nada sedikit kesal.

"Maksudnya?" aku juga sedikit kesal dengan jawaban Dinda.

"Kan ga enak, temen-temen baruku nanti mencibirku gara-gara aku sudah tunangan. Aku malu Bay"

Aku tertawa kaget... ternyata Dinda ini masih aja jaim ya.

Kulihat Dinda sedikit merengut.

Lalu aku pegang tangannya. "OK, kita pura-pura belum tunangan dan ga saling kenal di kampus. Tapi aku boleh apel ya ke rumahmu nanti kalo urusan skripsiku beres."

"Itu harus ..." Seru Dinda lega sepertinya.

Aku dekatkan kepala Dinda dan kukecup keningnya. Aku sayang banget sama Dinda ga tahu sejak kapan. Mungkin sejak SMP dulu.

"Tentu sayang...." Kuelus rambut hitam Dinda dan kukecup puncak kepalanya.

"Udah sore nih kita pulang yuk... besok kan aku harus kuliah. Masih mau bobo nih.."

Aku mengangguk. Dan segera kugenggam tangan Dinda menuju meja kasir untuk membayar.

...

Ayo dong vomment biar aku semangat nulisnya...

Hehehe... penasaran nih apa ceritanya garing atau seru...







Dinda (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang