Rapholen c.s. bukanlah sebutan yang asing di telinga keluarga besar Universitas Kaciles. Sebutan tersebut merujuk pada sekumpulan mahasiswa populer di sana. Geng ini terdiri dari enam orang, yaitu Rapholen, Jaden, Aleesna, Emy, Kell, dan Shavero. Keenamnya memiliki ciri khas masing-masing yang membuat mereka mudah dikenali oleh orang-orang. Rapholen sendiri terkenal sebagai pehumor di perguruan tinggi tempat ia menuntut ilmu. Lelaki yang akrab disapa Raph ini sering kali diundang untuk menjadi penyiar tamu di radio kampus. Candaan ringan yang dilontarkan Raph selalu menarik perhatian pendengar. Tak heran jika nama Raph-lah yang dijadikan sebagai sebutan untuk gengnya.
Meski memiliki geng yang berisikan teman akrab, Rapholen c.s. selalu berbaur dengan mahasiswa lain. Kehidupan kuliah yang penuh tantangan, dapat dijalani dengan baik bersama teman-teman yang saling mendukung. Kini kelulusan telah berada di depan mata. Namun, semuanya tak semulus yang mereka bayangkan. Percayalah, sesuatu akan membuatnya sedikit berbeda.
******
Universitas Kaciles telah menjadi saksi dari pergantian 2 abad. Bangunan tua itu telah dipugar beberapa kali, ditambah dengan sejumlah revonasi berskala kecil. Meskipun telah mendapat sentuhan arsitektur modern, tetapi gedung itu tetap didominasi oleh pesona bersejarahnya. Bagian dari kampus yang paling disukai oleh para mahasiswa adalah tamannya, terutama yang berada di sisi timur laut gedung utama. Kursi taman tersebar di beberapa titik pada lokasi tersebut. Namun, yang paling spesial adalah kursi taman kembar. Rapholen c.s. biasa menempatinya untuk berkumpul. Pada awalnya mereka hanya asal duduk saja karena kursi tersebut memadai untuk menampung mereka berenam. Lama-kelamaan tempat duduk itu pun menjadi markas dari Rapholen c.s..
Sebelum masuk ke gedung kampus, Rapholen c.s. pasti selalu berkumpul terlebih dahulu di kursi kembar. Mereka akan menunggu satu sama lain hingga semuanya datang. Begitu pula dengan hari ini, Rapholen duduk menunggu di kursi itu bersama dengan seorang gadis. Biasanya Rapholen tidak datang terlalu pagi. Namun, karena ia berangkat bersama Aleesna, mau tidak mau dirinya harus mengikuti kebiasaan gadis cantik itu.
"Kau ada acara tidak malam ini?" tanya Rapholen mulai mengajak Aleesna mengobrol untuk mengusir rasa bosan selagi menunggu.
"Sepertinya ada. Aku masih harus memikirkan sesuatu yang menarik untuk ditampilkan pada acara wisuda nanti," jawab gadis yang bernama Aleesna itu. "Kau akan berpartisipasi juga, kan?" tanyanya kepada Raph.
"Dalam acara wisuda maksudmu? Untuk urusan itu ... apa menurutmu aku pantas? Rasanya aku tidak cocok untuk ikut acara seperti itu. Lagi pula wisuda pun masih cukup lama," jawab Rapholen dengan ragu-ragu. Jelas sekali ia berusaha menghindar.
"Apanya yang tidak cocok? Kau kan sudah terbiasa membuat lelucon di radio kampus," ujar Aleesna. "Ayolah, Raph, lakukan seperti yang sudah-sudah." Aleesna mulai membujuk Rapholen.
"Ah, keduanya berbeda, Al. Saat siaran kan aku hanya berdua dengan penyiar Kaciles Radio, Jeremy atau Scarlett. Jika tampil secara langsung di hadapan orang banyak, aku tidak percaya diri." Rapholen memberikan alasan lain untuk menolak.
"Lalu, apa kau tak mau mencobanya dulu? Sekali saja, Raph."
"Sudahlah, lupakan saja, Al," elak Rapholen tetap menolak.
"Kau ini payah. Kalau kau tak pernah berusaha mencobanya, bagaimana kau bisa berubah? Percayalah itu tidak seburuk yang kau bayangkan." Aleesna menghela napas kemudian kembali berbicara. "Begini saja, kalau kau tidak ikut berpartisipasi dalam acara wisuda nanti, jangan bicara lagi padaku!" tegas Aleesna memberikan ancaman.
Melihat Aleesna mulai kesal, Rapholen pun menjadi panik. "Aleesna, kau marah padaku, ya? Kumohon jangan begitu, Al. Ingat, kita sudah bersahabat sejak berusia tiga tahun. Apa kau mau persahabatan kita hancur hanya karena aku tidak ambil bagian dalam acara itu? Kumohon jangan marah, Al," bujuk Rapholen.
Aleesna tidak menghiraukan ucapan Rapholen. Menyadari hal tersebut, Raph bersiap membujuk kembali sahabat kecilnya itu. Namun belum sempat Raph bicara, matanya lebih dulu menangkap sosok lelaki yang berjalan beberapa meter dari posisinya dan Aleesna.
Seorang mahasiswa melintas dengan ekspresi wajah yang datar. Ia berjalan sendirian tanpa memedulikan siapa pun yang ada di sekitarnya. Semua orang dapat melihat kesan misterius melekat pada diri lelaki tersebut.
"Aleesna, lihat mahasiswa itu." Raph berbisik beberapa detik setelahnya.
"Berhentilah mengalihkan pembicaraan kita, Raph!"
"Hei, aku serius, Aleesna. Lihatlah mahasiswa itu!" ujar Raph meyakinkan Aleesna.
Aleesna menoleh dengan malas dan mulai mencari orang yang dimaksud oleh Raph. "Yang mana?"
"Itu, dia baru saja lewat, yang itu orangnya." Raph menunjuk ke arah mahasiswa tadi.
"Erick maksudmu? Ada apa dengannya?" tanya Aleesna seraya menurunkan tangan Raph agar tidak menunjuk Erick lagi.
"Dia aneh, ya. Aku tidak pernah melihatnya bergaul dengan siapa pun," jawab Rapholen.
"Jika ia nyaman seperti itu, kurasa tak masalah. Setidaknya ia sangat berprestasi," balas Aleesna.
"Berprestasi apa?" tanya Raph tidak mengerti.
"Ya, yang kudengar ia sering mewakili universitas kita dan berhasil mengumpulkan tiga puluh tujuh penghargaan. Ia bahkan diberi kursi khusus yang namanya ... ummm ... apa ya namanya?" Aleesna berusaha mengingat-ingat. "Ah iya, E Tiga Puluh Tujuh B!" sambung Aleesna.
"E Tiga Puluh Tujuh B? Aku belum pernah dengar soal itu. E Tiga Puluh Tujuh B itu apa, Al?" tanya Rapholen dengan wajah yang tampak kebingungan.
"Kau ini sebenarnya kuliah di mana, Raph?" Aleesna tak habis pikir dengan Raph yang seperti tidak tau apa-apa. "Begini, E untuk Erick, Tiga Puluh Tujuh untuk jumlah penghargaan yang ia raih, dan B untuk nama belakang Erick, yaitu Bastian," jelas Aleesna yang kemudian dibalas dengan "oh" panjang oleh Rapholen.
"Begitu, ya? Berarti setidaknya ia pernah ikut tiga puluh tujuh perlombaan," ujar Raph.
Aleesna menyambutnya dengan anggukan. "Benar."
"Memangnya pernah ada lomba?" tanya Raph lagi membuat Aleesna mengembuskan napas lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
E37B
Mystery / Thriller⚠CERITA INI SEDANG DIREVISI⚠ Rencana penggusuran gedung Universitas Kaciles menjadi awal dari rentetan peristiwa pahit yang menghantui seisi kampus. Erick Bastian, mahasiswa paling berprestasi pemilik kursi E37B, disebut-sebut sebagai dalang di bali...