Kegiatan perdana mahasiswa akhir di Gedung Bakat jatuh pada malam ini. Menurut informasi yang beredar, jadwal kelas seni mahasiswa Kaciles berbeda-beda sesuai dengan angkatan masing-masing. Nyonya Sofie juga menetapkan bahwa mahasiswa akhir menjadi angkatan yang pertama menggunakan Gedung Bakat.
Aleesna turun dari kendaraannya. Ia tersenyum melihat halaman parkir yang sudah hampir penuh. Jajaran kendaraan di depan mata Aleesna menunjukkan bahwa teman-teman seangkatannya menepati kesepakatan yang mereka buat dengan Nyonya Sofie.
"Oh iya, teman-temanku sudah datang belum, ya? Coba aku hubungi mereka," ujar Aleesna kemudian membuka tas hendak mengambil ponsel.
Bersamaan dengan itu, sebuah motor sport berhenti di sebelah Aleesna. Pengendara motor itu mengangkat kaca helm dan mengedipkan sebelah matanya kepada gadis yang memperhatikannya dengan bingung.
"Apa yang kau lakukan, Jaden? Ini bukan tempat parkir untuk kendaraan roda dua," tegur Aleesna diikuti gelengan kepala.
"Aku hanya menuruti keinginan motorku saja. Katanya, ia ingin mengobrol dengan mobilmu," jawab Jaden.
Aleesna mengembuskan napas dan mengalah. "Baiklah, terserah kau saja."
"Tadi kau sedang mencari apa di tasmu?" tanya Jaden membuka obrolan lain.
"Oh, aku ingin mengambil ponselku untuk menghubungi kalian."
"Kebetulan tadi Raph sempat meneleponku. Katanya, ia sudah sampai di sini. Raph memberi tahu kelas yang diambil oleh teman-teman kita. Shavero dan Kell sama-sama mengambil kelas seni rupa, tetapi konsentrasinya berbeda. Shavero mengambil gambar dan lukis, sementara Kell tertarik pada kelas patung. Emy memilih kelas yang berhubungan dengan lab, aku lupa namanya. Aku sendiri akan mendaftar di kelas kasti," jawab Jaden sembari melepaskan helm dan perlengkapan bermotornya.
"Itu berarti kita yang datang paling akhir, Jad?" tanya Aleesna.
"Sepertinya begitu." Jaden tertawa kecil. "Oh iya, aku malah melewatkan Raph. Dia ikut kelas tari. Kau kelas tari kan, Al?"
"Waw, anak itu ambil kelas tari? Baguslah. Ya, aku kelas tari. Namun, setauku laboratorium bukan seni. Apalagi kasti, itu kan olahraga. Iya, kan?" tanya Aleesna lagi.
"Entahlah, jika tidak diperbolehkan, mengapa mereka mencantumkan kelas-kelas tersebut? Satu lagi, nama tempat ini kan Gedung Bakat, bakat tak hanya seputar kesenian saja. Benar, kan?" balas Jaden.
"Iya, benar, tapi kan Nyonya Sofie sendiri yang terus bicara tentang bakat seni. Ya sudah, aku mau mendaftar dulu. Apa kau mau aku menunggumu atau aku pergi duluan saja?" tanya Aleesna kepada Jaden yang belum selesai merapikan atributnya.
"Kau duluan saja. Sebelum menutup telepon, Raph juga berpesan agar kau langsung ke ruang tari. Kau diminta membuat koreografi untuk mengisi acara wisuda."
"Begitukah? Baiklah, aku pergi dulu ya, Jad," ujar Aleesna seraya melambaikan tangannya.
***
"Wah ternyata peminat kelas tari lumayan banyak. Raph ada di mana, ya?" ujar Aleesna tepat ketika ia sampai dengan napas yang masih terengah-engah. Gadis itu baru saja menaiki tangga hingga lantai lima. Hal tersebut karena lift di gedung baru ini belum siap beroperasi. Memang terdengar kurang profesional mengingat Ny. Sofie sudah benar-benar memaksa para mahasiswa pindah ke gedung ini.
"Aleesna," panggil seseorang dari belakang.
Aleesna menoleh. "Oh, ternyata kau, Raph. Kukira tadi Jaden hanya bergurau tentang kau masuk kelas tari," balas Aleesna.
"Dia tidak berbakat dalam hal itu, Al. Ia terlalu gagah untuk membuat lelucon," jawab Rapholen.
Aleesna tertawa kecil. "Benar juga."

KAMU SEDANG MEMBACA
E37B
Mystery / ThrillerRencana penggusuran gedung Universitas Kaciles menjadi awal dari rentetan peristiwa pahit yang menghantui seisi kampus. Erick Bastian, mahasiswa paling berprestasi pemilik kursi E37B, disebut-sebut sebagai dalang di balik pembunuhan yang terjadi di...