"Kompetisi Sains"
Pengumuman yang tertera pada kertas di papan informasi itu sukses membuat Emy berteriak senang. Akhirnya setelah menekuni dunia sains sejak kelas satu sekolah menengah, ada kompetisi sains yang dapat ia ikuti. Ia tak menyangka setelah ia terpaksa mengambil Jurusan Hukum karena mengikuti perintah orang tuanya, ternyata ada kesempatan untuknya menjadi diri sendiri.
"Kalian semua harus hadir dan menemaniku mengikuti kompetisinya, ya," pinta Emy pada kedua sahabat di hadapannya.
Hubungan persahabatan antara Emy dan Jaden juga Rapholen memang masih sedikit renggang. Jaden memilih untuk bergaul bersama tim kastinya. Sementara Rapholen menghilang entah ke mana. Hanya Kell dan Aleesna yang masih tetap sama.
"Aku akan ajak Jaden dan Raph," kata Aleesna bangkit dari duduknya.
"Huh, memangnya mereka mau dengar? Mereka itu egois!" ketus Emy.
"Hei, tidak boleh bicara begitu, mereka kan sahabat kita." Kell menegur Emy yang menurutnya sudah keterlaluan.
"Tapi mereka hanya mementingkan diri mereka sendiri, memang mereka egois!"
"Siapa yang egois? Kau? Iya, kau memang egois!" sahut Jaden dengan emosi, Raph juga bersamanya. Mereka baru saja datang.
"Oh, kalian? Apa sudah selesai bersenang-senang tanpa sahabat?" ujar Emy yang jelas memancing pertengkaran.
Kell dan Aleesna saling menatap, mereka mengangguk. Keduanya sama-sama memperkirakan adu mulut akan segera terjadi dalam tiga ... dua ... satu.
"Apa salahnya jika aku bergaul dengan semua orang? Kau sama sekali tidak punya hak untuk melarangku!" kata Jaden dengan sorot mata yang tajam.
"Ya, Emy, yang dikatakan Jaden benar. Kami bisa bergaul dengan siapa saja, dan itu bukan berarti kami melupakan kalian." Raph mengangguk menyetujui ucapan Jaden barusan.
"Kalian berdua itu sama saja. Sama-sama egois dan tidak tau diri!" sahut Emy tak kalah emosi.
"Kau yang egois, Emy! Semua orang harus menuruti keinginanmu. Jika kami tak melakukannya, kau akan marah. Jadi siapa yang egois?"
"Ya! Jaden benar lagi! Kau yang egois!" kali ini Raph bicara sambil menunjuk Emy.
Aleesna dan Kell kembali saling menatap. Apa yang harus mereka lakukan? Mereka tak bisa membela atau mencela salah satu pihak. Ketiga orang yang bertengkar itu adalah sahabat mereka juga. Namun, jika dibiarkan, mungkin semua akan semakin parah.
"Teman-Teman ...." Aleesna mulai berusaha untuk menengahi.
"Kau jangan ikut campur, Al! Kau tidak mengerti masalahnya!" Emy seperti tidak mau dilerai.
"Jangan kasar pada Aleesna, ya! Apalagi di hadapanku seperti itu!" bentak Jaden.
Emy makin gusar menghadapi kenyataan di mana orang yang dicintainya itu membela perempuan lain. "Kalian pergi saja!" seru Emy dengan keras.
"Pergi? Baiklah! Aku menyesal telah mengajak Jaden untuk berbaikan denganmu. Bahkan kau sendiri tidak menghargai kedatangan kami."
"Ayo kita pergi, Raph. Mungkin tanpa kita, dia akan bahagia." Jaden kemudian merangkul Raph. Mereka berdua pergi.
Setelah langkah kedua laki-laki itu sudah menjauh, Emy pun ikut berlalu. Aleesna dan Kell lantas mengejarnya. Sepanjang jalan, Emy terus saja menggerutu dan mengutuk Jaden serta Rapholen. Ia bahkan membuka pintu kelas dengan kasar.
"Memangnya siapa yang butuh mereka? Siapa pun itu, jelas bukan aku orangnya," ketus Emy lalu duduk. Perlahan emosi Emy mereda setelah ia duduk dengan nyaman. "Hei, kursi ini nyaman juga." Ia pun melihat ke sandaran kursi.

KAMU SEDANG MEMBACA
E37B
Misterio / Suspenso⚠CERITA INI SEDANG DIREVISI⚠ Rencana penggusuran gedung Universitas Kaciles menjadi awal dari rentetan peristiwa pahit yang menghantui seisi kampus. Erick Bastian, mahasiswa paling berprestasi pemilik kursi E37B, disebut-sebut sebagai dalang di bali...