Jaden tidak menghabiskan waktu yang lama di rumah sakit. Hanya dua puluh empat jam saja. Itu pun sudah hasil bujukan dari dokter. Jaden pribadi ingin langsung pulang setelah selesai diobati.
Selain bujukan dari dokter, ada sebuah janji yang diberikan oleh orang tua Jaden sehingga ia mau menurut. Perjanjiannya adalah selama masa pemulihan di rumah, Jaden akan ditemani oleh keempat sahabatnya. Sayangnya, Emy dan Kell berhalangan untuk ikut serta. Tersisalah Aleesna dan Raph yang menginap di rumah Jaden. Bahkan bukan hanya mereka berdua saja, tetapi juga orang tua dari Aleesna dan Raph. Di antara Raph c.s., yang sudah bersahabat paling lama memanglah Aleesna, Jaden, dan Rapholen. Jadi tak heran jika orang tua mereka juga ikut akrab.
Saat ini di rumah Jaden seperti tengah diadakan kumpul keluarga. Bersatu dengan ibunya Aleesna dan Rapholen membuat Ny. Rooclas bak kembali ke masa mudanya. Ketiga ibu itu sering kali asyik melakukan kesibukan layaknya remaja. Hal tersebut membuat Ny. Rooclas sering terlupa menyuapi Jaden obat dan itu sangat menyenangkan bagi si sakit.
Di samping itu, Jaden juga senang dapat melihat Aleesna hampir dua puluh empat jam dalam sehari. Ya, lelaki idaman para mahasiswi itu jatuh hati pada sahabatnya sendiri.
"Jaden, ayo minum obatmu." Tampak ibunya datang dengan membawa nampan berisi makanan.
"Ibu kenapa tidak mengobrol bersama ibunya Aleesna dan Raph saja?" keluh Jaden berharap ibunya lupa membawakan obat. "Lalu nampan itu, sepertinya aku dengar Ibu bilang soal obat?" Jaden sedikit memprotes ibunya.
"Obatnya untukmu, makanannya untuk Raph," jawab Ny. Rooclas.
Mendengar namanya dikaitkan dengan makanan, Rapholen yang sebelumnya sibuk menggantikan Jaden bermain video game langsung mendekat tanpa perintah. "Wah, ini pasti lezat sekali. Terima kasih, Bibi." Kini tangannya menggenggam semangkuk sup krim.
"Sama-sama, Raph." Ibu Jaden lalu kembali mengurusi putranya yang pasti akan menolak untuk minum obat. "Ayo, Sayang, minum obatnya," bujuk Ny. Rooclas memberikan sebutir obat dan segelas air.
Jaden menggelengkan kepalanya. "Nanti saja," tolaknya.
Ny. Rooclas menatap Jaden seperti tidak yakin. Jaden pun mengembangkan senyum untuk meyakinkan ibunya. "Ibu, aku pasti akan minum obatnya. Ibu kembali menjadi anak muda saja bersama ibunya Aleesna dan Raph, ya."
Ibunya tersenyum, lalu mengusap kepala Jaden. "Kau ini bisa saja. Ya sudah, tapi jangan sampai tidak diminum, ya." Ny. Rooclas meninggalkan kamar Jaden setelah mengecup kening putra semata wayangnya itu.
"Jaden, kau masih suka dicium oleh ibumu, ya?" ledek Raph.
"Hei, Raph. Kasih sayang orang tua tak akan berubah meski kau sudah mulai dewasa. Bahkan untuk selamanya," balas Jaden.
"Dan kau juga tak pernah berubah. Tetap keras kepala," ujar Aleesna yang baru saja masuk. Ia menghampiri Jaden dengan wajah masam.
"Ada apa, Al?" tanya Jaden basa-basi. Padahal ia sudah tau hal apa yang membawa Aleesna kemari.
"Jadi kau tidak mau minum obat, ya?" ujar Aleesna dengan tatapan tajam. Tepat seperti dugaan Jaden.
"Untuk apa minum obat? Aku kan tidak mengalami luka dalam," jawab Jaden dengan santai.
"Tetap saja diminum, ini kan untuk menjaga daya tahan tubuhmu." Aleesna bersiap memberikan obat untuk Jaden.
Jaden berusaha menghindar. "Tidak, aku tidak perlu obatnya, kau di sini saja sudah cukup"
"Apa?"
"Eh? Iya, maksudku kau cukup taruh saja obatnya di telapak tanganku ini. Aku akan meminumnya." Jaden menengadahkan tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
E37B
Mistério / Suspense⚠CERITA INI SEDANG DIREVISI⚠ Rencana penggusuran gedung Universitas Kaciles menjadi awal dari rentetan peristiwa pahit yang menghantui seisi kampus. Erick Bastian, mahasiswa paling berprestasi pemilik kursi E37B, disebut-sebut sebagai dalang di bali...