Genap sebulan berlalu, Jaden sudah pulih sepenuhnya. Setelah insiden itu, sepertinya tak ada lagi yang berani melawan Jaden. Bahkan untuk menatap saja, para mahasiswa sudah benar-benar mempertimbangkannya secara matang terlebih dahulu. Mereka takut tatapan yang mereka berikan membuat Jaden tidak nyaman. Terbukti bahwa cerita ketangguhan Jaden bukan isapan jempol belaka.
Penolakan Ny. Sofie untuk penjagaan oleh anggota kepolisian membuat Tn. Andreas mengambil langkah lain. Tuan Andreas mengirimkan sekitar dua puluh orang anggota kepolisian ke kampus dengan alasan untuk mengawal putranya. Padahal, Tn. Andreas meminta anggota-anggotanya itu untuk mengawasi jika ada pergerakan mencurigakan yang mungkin akan berujung teror.
Selama di kampus, anggota kepolisian itu berjalan mengikuti setiap langkah Jaden untuk lebih mendalami rencana. Bisa dibayangkan seorang pemuda berjalan diikuti dua puluh orang pria lain di belakangnya. Mungkin terlihat seperti sekelompok wisatawan dengan tour guide. Kelompok pengawal dari kepolisian itu akan berjaga di luar ketika Jaden mengikuti pembelajaran di kelas. Sebagian tetap di dekat kelas, sebagiannya lagi menyebar di lingkungan kampus.
Namun, itu tidak bertahan lama. Setelah seminggu berlalu, pemandangan unik itu sudah tidak terlihat lagi. Jaden lebih suka melewati hari dengan santai, bebas, dan tak perlu ada yang mengawalnya. Ia pun meyakinkan sang ayah bahwa ia dan teman-temannya yang akan mengawasi tindakan-tindakan tak wajar di kampusnya. Tuan Andreas pun sepakat dengan penawaran yang diberikan oleh putranya.
Pagi itu Jaden baru datang. Seperti biasa ia memasuki kelas dengan wajah yang penuh kantuk. "Hei, di mana semua wisatawanmu itu, Jaden?" Pertanyaan Emy sukses membuat seisi kelas tertawa.
"Kemarin sore sudah aku suruh pulang," jawab Jaden hendak kembali tidur sebelum kelas dimulai.
Tiba-tiba saja Tuan Fred dan beberapa staf masuk ke kelas mereka. Suasana yang sebelumnya penuh dengan tawa menjadi hening.
"Anak-Anak, aku mohon untuk duduk di tempat masing-masing," ujar Tuan Fred.
Tepat setelah para mahasiswa menempati posisi mereka, seseorang bertubuh tinggi besar berjalan masuk. Ia berdiri tegap beberapa langkah di sebelah kanan Tuan Fred. Pria itu diikuti oleh dua orang anggota kepolisian.
"Ayah?" Sebuah suara terdengar di antara sunyinya kelas. Pria yang dipanggil ayah oleh Jaden itu tersenyum dan memberikan sedikit lambaian tangan ke sumber suara itu berasal. Jaden membalas lambaian itu masih dengan tatapan bingung.
"Hari ini Tuan Andreas dan timnya akan melakukan pemeriksaan terhadap semua mahasiswa di kampus. Khusus kelas ini, Tuan Andreas akan mengawasi pemeriksaannya secara langsung," papar Tuan Fred.
Pemeriksaan berlangsung sekitar satu setengah jam. Dari semua orang yang ada di kelas, hanya Jaden saja yang tidak diperiksa. Jaden mulai berpikir bahwa ini masih berkaitan dengan kasus penyerangannya.
"Ayah, pemeriksaan apa ini?" Jaden menghampiri ayahnya yang hendak keluar dari kelas. Tuan Andreas lantas merangkul putranya itu keluar dari kelas bersamanya. Mereka berjalan sedikit menjauh dari pintu. Kini ayah dan anak itu berhadapan.
"Apakah ada sesuatu? Apa ini tentang penyeranganku kemarin? Karena jika ini hanya pengawasan, kurasa kita sudah sepakat untuk menyerahkan tugas itu kepadaku dan teman-teman." Jaden menyinggung soal keputusan yang sudah mereka sepakati.
"Ini di luar kesepakan kita, Jaden. Benar, ini tentang penyeranganmu di Gedung Bakat. Kemarin malam, orang yang menyerangmu sudah bisa keluar dari rumah sakit. Pelakunya sudah memberi keterangan. Ia menyampaikan bahwa ada warga kampus yang terlibat."

KAMU SEDANG MEMBACA
E37B
Mystery / ThrillerRencana penggusuran gedung Universitas Kaciles menjadi awal dari rentetan peristiwa pahit yang menghantui seisi kampus. Erick Bastian, mahasiswa paling berprestasi pemilik kursi E37B, disebut-sebut sebagai dalang di balik pembunuhan yang terjadi di...