Rapholen c.s. hanya bisa mematung, tak ada yang bergerak sedikit pun. Di dalam otak masing-masing, mereka sedang mencari alasan yang sekiranya masuk akal untuk disampaikan kepada orang yang memergoki mereka ini.
"Kalian sepertinya terkejut melihatku, ya?" tanya Erick tersenyum karena menahan tawa.
"Sedang apa kau di sini?" tanya Raph seraya menghampiri. Ia balas bertanya kepada Erick.
"Seharusnya aku yang bertanya, sedang apa kalian di sini?" balas Erick.
Tak membantu, langkah yang Raph ambil malah membuat mereka berempat semakin terpojok.
"Kalian sedang bekerja keras, benar, kan?" lanjut Erick lagi sambil menatap peti mati yang sudah tak tertutup tanah.
"Ini bukan apa-apa, kami hanya ... hanya ..." Raph bingung akan memberikan alasan apa.
"Hanya berusaha mencuri mayat?" ledek Erick.
"Tidak!" seru Kell dan Rapholen bersamaan.
"Kalau begitu apa?" tanya Erick lagi.
"Justru kami sedang berusaha untuk mencegah pencurian itu. Kami ingin memastikan jasad Shavero masih ada di tempatnya," tutur Jaden memberikan penjelasan.
Erick memegang dagunya. "Menarik. Mengapa kalian ingin melakukannya?"
"Karena Raph bilang, ia melihat hantu Shavero. Jadi kami pikir mungkin saja yang dilihat Raph itu jasad Shavero yang dicuri oleh Nyonya Sofie. Ditambah kami juga menemukan kotak permen kesukaan Shavero. Kami memang mengubur permen kesukaan Shavero bersamanya. Meski tempat Raph melihatnya kurang masuk akal, tetapi kebetulannya cukup meyakinkan." Jaden menjelaskan secara lengkap berharap Erick mengerti.
"Oh, jadi begitu. Sebenarnya aku menghampiri kalian untuk membantu. Aku memang selalu kemari setiap harinya. Ya, mengunjungi makam ayahku di ujung sebelah sana," jelas Erick seraya menunjuk lokasi yang ia maksud. "Baiklah, apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Erick lagi.
"Tunggu, kau mengunjungi makam ayahmu di malam hari?" Raph tidak habis pikir dengan apa yang Erick lakukan. Menurutnya, itu sangat berani.
"Iya. Memangnya kenapa?"
"Raph, jangan samakan keberanian kita dengan keberanian Erick. Tentu saja kita kalah," ujar Kell.
Erick tertawa kecil. "Hahaha, sudahlah. Ayo katakan, apa yang akan kita lakukan?"
"Kami juga tidak tau, Rick. Kami kesulitan membuka peti ini." Raph menunjuk peti mati itu menggunakan sekop. Nada bicaranya seperti orang yang putus asa.
Erick berjalan mendekati peti dan mengamatinya baik-baik. "Siapa yang memilih peti ini untuk Shavero?" tanyanya.
"Ayahku yang membelinya," jawab Jaden.
Erick mengamati sekali lagi lalu mengangguk-angguk. "Pantas saja."
"Maaf, apa maksudmu?" tanya Jaden tak menangkap maksud ucapan Erick.
"Iya, ini peti mahal. Bagiku, ini adalah peti bangsawan karena peti ini sulit untuk dibuka. Di wilayah tempat kita tinggal ini, yang biasa memakainya adalah orang-orang yang kaya raya. Mereka memakai peti mahal ini agar jasad keluarga mereka tidak dicuri atau semacamnya," papar Erick.
"Apakah sekali ditutup maka tidak bisa dibuka lagi?" tanya Raph.
"Tidak, bukan begitu," jawab Erick, "tentu saja ada cara untuk membukanya. Namun, itu cukup sulit. Peti ini baru bisa dibuka jika kita mengangkat penutupnya secara bersamaan dari delapan titik."
"Delapan titik? Apa maksudnya itu dari keempat sisi dan keempat sudutnya?" terka Aleesna.
Erick menjentikkan jarinya. "Tepat sekali."

KAMU SEDANG MEMBACA
E37B
Mistero / Thriller⚠CERITA INI SEDANG DIREVISI⚠ Rencana penggusuran gedung Universitas Kaciles menjadi awal dari rentetan peristiwa pahit yang menghantui seisi kampus. Erick Bastian, mahasiswa paling berprestasi pemilik kursi E37B, disebut-sebut sebagai dalang di bali...