Kell terbaring lemah di ruang ICU, ia baru selesai menjalani operasi. Dokter bilang, kondisinya masih kurang stabil. Raph dan Aleesna berlari kecil lalu berhenti di depan pintu ruangan tersebut. Mereka melihat Jaden duduk bertopang dagu di kursi tunggu, ia melamun amat serius.
"Jaden," panggil Raph tanpa berpindah posisi.
Jaden melirik orang yang memanggilnya. "Oh, kalian." Jaden mengubah posisi menjadi bersandar. "Kell belum siuman," ujar Jaden memberikan keterangan singkat mengenai kondisi Kell.
Aleesna dan Raph memang tak berharap banyak setelah dihubungi Jaden mengenai Kell yang dikeroyok oleh beberapa orang. Mereka kembali merasa kehilangan harapan. Itu sebabnya mereka juga meminta Erick dan Mike untuk pulang saja dan tidak ikut pergi ke rumah sakit. Mereka takut Erick dan Mike akan celaka juga. Keduanya pun berjalan pelan dan duduk di sebelah Jaden berurutan.
"Bagaimana ini bisa terjadi?" Raph nampak putus asa. Baru saja berhasil mengantongi sebuah bukti, mereka malah kehilangan seorang saksi.
"Pelakunya beberapa orang remaja. Ada yang seumuran dengan kita, ada juga yang lebih tua. Mereka adalah pendatang yang tengah berlibur ke kota kita. Mereka diberikan banyak uang sebagai bayaran, tentu mereka tergiur. Itu sebabnya mereka mau menyerang Kell. Sama seperti penyerang kalian hari itu, pelaku utamanya memakai perantara untuk mengajak remaja-remaja itu bekerja sama," jelas Jaden.
"Dari penjelasanmu itu sepertinya mereka sudah tertangkap, ya? Di mana kau menangkapnya?" tanya Raph lagi. Jaden memang tidak bilang soal hal tersebut ketika di telepon.
Jaden mengangguk. "Hm, benar. Kell memang cerdas, aku salut padanya. Ia benar-benar mengatur ponselnya seperti yang kukatakan. Itu sebabnya aku dan beberapa anggota ayahku cepat menuju ke rumah Kell."
"Oh, itu berarti pelakunya belum sempat kabur, ya?"
"Mereka bahkan belum selesai memukuli Kell saat aku datang," jawab Jaden.
"Kau pasti marah sekali. Kau tidak menghajar pengeroyok itu kan, Jad?"
Jaden tersenyum. "Tentu tidak," jawabnya, "sebenarnya hampir saja."
Di tengah obrolan itu, Tn. Andreas datang tanpa diduga-duga. Bahkan Jaden pun terkejut melihat ayahnya bisa ada di sini. "Loh, Ayah di sini?" tanya Jaden.
"Pertanyaan macam apa itu, Jad? Kau tidak senang Ayah datang?" gurau Tn. Andreas.
"Tidak, bukan begitu, Ayah kan sedang ada urusan," jawab Jaden.
"Lupakan itu. Saat Ayah dapat kabar dari salah satu polisi yang bersamamu, Ayah langsung datang ke sini," ujar Tn. Andreas
Mendengar itu, Aleesna dan Rapholen saling menatap. Dengan menunduk, Raph tiba-tiba menyampaikan permohonan maaf. "Paman Dre, maaf kami selalu merepotkanmu."
"Iya, kami tidak bisa menyelesaikan masalah kami sendiri," timpal Aleesna menambahkan ucapan Raph.
Tn. Andreas mengerutkan dahinya lalu tersenyum dan duduk di sebelah Raph. "Mengapa kalian minta maaf, Nak? Apa karena Jaden bilang aku sedang ada urusan? Ah, kalian jangan dengarkan anak itu. Ia tidak tau bahwa ayahnya ini bisa membagi waktu dengan baik."
Jaden malah ikut menunduk dan menghela napas kecewa. "Ini memalukan. Maaf aku tidak bisa menjadi seperti Ayah yang dapat dengan mudah menyelesaikan masalah."
Tn. Andreas kebingungan, niat hati menghibur Raph dan Aleesna, ia malah secara tidak sengaja membuat putranya bersedih. "Jad, bukan seperti itu."
"Memang seperti itu. Gagal jadi tentara, menolak menjadi polisi, aku malah lebih suka bermain kasti. Aku pasti membuat Ayah kecewa." Jaden kembali menghela napas karena merasa gagal.
KAMU SEDANG MEMBACA
E37B
Misteri / Thriller⚠CERITA INI SEDANG DIREVISI⚠ Rencana penggusuran gedung Universitas Kaciles menjadi awal dari rentetan peristiwa pahit yang menghantui seisi kampus. Erick Bastian, mahasiswa paling berprestasi pemilik kursi E37B, disebut-sebut sebagai dalang di bali...