Kesepakatan

1.4K 124 2
                                    

Ruang tari kini sudah layaknya kamar Jaden sendiri. Meski dirinya bukanlah anggota tari, tetapi ia bebas keluar masuk hingga berguling-guling di lantai panggung sesuka hati. Ia bahkan ikut akrab dengan anggota-anggota tari karena sebegitu seringnya ia menyambangi ruang tersebut. Mungkin jika dihitung-hitung, hanya satu sampai dua kali saja Jaden tidak berkunjung ke sana.

Hari ini suasana hati Jaden sedang sangat baik. Bagaimana tidak, ia terpilih menjadi salah satu anggota tim inti club kasti di kotanya. Untuk kali ini sepertinya Jaden ingin berterima kasih pada Ny. Sofie karena telah mendirikan Gedung Bakat, dan memasukkan kelas kasti sebagai salah satu pilihan pengembangan bakat.

Setelah puas merebahkan diri, Jaden memutuskan untuk melatih kemampuan bermain kastinya di ruang tari sambil menunggu Raph dan Aleesna. Sudah terbayang jelas rasanya, impian Jaden untuk menjadi pemain yang hebat dan terkenal hanya tinggal sejengkal lagi.

"Hmmm, sepertinya pemain kasti terbaik kita sedang berkhayal," ujar Emy yang baru saja masuk ke ruang tari dan melihat temannya itu sedang memukul angin dengan tongkat kastinya.

Jaden langsung menoleh ke arah Emy dan tertawa kecil. "Ah, aku senang sekali, Emy."

"Hahaha, sudah, sudah, duduk dulu, nanti saja berlatih lagi."

Jaden dan Emy kini duduk bersebelahan. Emy mengeluarkan sebotol air mineral dari dalam tasnya. "Ini, minumlah."

Bukannya menerima air pemberian dari temannya, Jaden malah menatap Emy dengan tatapan kebingungan. Lembut dan perhatian bukanlah ciri khas dari Emy yang Jaden kenal. Tentu saja perubahan mendadak itu membuat Jaden tak bisa menahan tawanya.

"Loh? Mengapa kau tertawa?" Emy balas menatap Jaden dengan bingung juga.

"Sejak kapan kau jadi perhatian seperti ini? Hahahahaha," tanya Jaden masih terpingkal.

Riuh tawa Jaden itu membuat Aleesna yang sebelumnya sedang melatih gerakan baru segera menghampiri. Ditegurnya Jaden yang entah menertawakan hal apa.

"Jangan berisik!"

"Hehe, iya maaf, Nona Haswel." Jaden pun berusaha menghentikan tawanya.

"Memangnya apa sih yang lucu?" tanya Aleesna.

"Ini, Emy mendadak perhatian padaku. Padahal kan yang selalunya perhatian pada semua orang adalah kau, sedangkan Emy sendiri biasanya sangat kasar. Tentu saja aku jadi tertawa," ujar Jaden bicara apa adanya.

"Ih, kau memang aneh. Seharusnya kau senang karena Emy memberikan perhatiannya kepadamu," balas Aleesna.

"Tidak, aku tidak aneh. Emy saja yang membuat ini lucu. Mengejutkan sekali ia yang biasanya selalu mengomel dan memukul kita semua menjadi orang yang lembut secara tiba-tiba."

PLAK! Emy memukul paha Jaden dengan cukup keras.

"Aduh, aduh. Nah, aku benar, Al. Sifat aslinya sudah muncul. Hahahaha." Jaden terpancing untuk kembali tertawa.

Emy kelihatan kesal. Ia merasa telah berbaik hati, tetapi Jaden malah mengejeknya seperti itu. "Huh, terserah padamu! Padahal aku sudah rela meninggalkan laboratorium walaupun sekarang sedang eksperimen. Aku melakukannya karena mengetahui kau terpilih menjadi tim inti. Kau benar-benar tak tau terima kasih." Emy bangkit dan akan melangkah pergi.

"Emy, jangan pergi." Aleesna mencoba membujuk Emy.

"Aku tidak ingin dengar apa pun lagi. Aku ingin pergi saja," balas Emy seraya berlalu meninggalkan ruang tari.

"Hahaha, dia sekarang malah jadi kekanak-kanakan." Tawa Jaden semakin nyaring terdengar.

"Jaden, hentikan." Aleesna pun menoleh dan berbicara kepada Rapholen, "Raph, jangan diam saja. Ayo bujuk Emy."

E37BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang