"Jangan ... kumohon ... jangan bunuh aku," lirih wanita itu memohon dengan ketakutan. Meski tak yakin ratapan menyedihkannya akan berbuah manis, wanita itu tetap merintih dengan pilu.
Pria dengan jubah hitam itu memang tak peduli dengan permohonan wanita di hadapannya. Jubah yang dikenakan oleh pelaku sudah basah dengan darah. Saking banyaknya darah yang dikeluarkan korban, jubah itu sampai bisa diperas.
"Aku memang lebih suka kau tetap hidup." Pria itu menyeringai dengan keji dan kembali menyerang korban dengan trisulanya. Senjata tajam itu ditusukkan secara brutal beberapa kali.
Suara erangan kesakitan terdengar amat pedih. Wanita itu terbaring lemah dengan darah yang menggenangi tubuhnya. "Tolong! Siapa pun tolong aku!" Wanita itu berusaha berteriak minta tolong. Meski suaranya bahkan tak lebih besar dari suara orang yang bicara normal.
"Bagus, berteriaklah! Kuharap ada yang datang dan akan mati juga sepertimu!" Pria berjubah hitam malah menantangnya.
Pria yang tidak memiliki rasa kasihan itu menyerang lagi, bertubi-tubi. Korban benar-benar sudah tidak berdaya. Ia hanya bertahan dengan sisa nyawa yang dimilikinya.
"Hentikan ... kumohon." Suara korban terdengar sangat pelan dan lemah. Tetesan-tetesan air mata yang jatuh dari mata wanita itu menangisi nasib sial yang harus diterimanya.
Ketika napas wanita itu sudah terdengar payah, pria berjubah hitam pun tertawa puas dan meninggalkan korbannya yang perlahan-lahan meregang nyawa.
***
Mentari tersenyum begitu cerah. Lembut sinarnya membuat pagi ini menjadi indah. Namun, sebuah kabar buruk membuat keindahan itu sirna. Pembunuhan terjadi kemarin malam dan menewaskan salah seorang mahasiswi Universitas Kaciles. Kabar duka menyebar dengan cepat di kalangan mahasiswa. Kasus itu pun mendampingi kematian Shavero yang sampai saat ini belum ada jawabannya.
"Selena John, mahasiswi Fakultas Kedokteran, ditemukan tak bernyawa dalam kondisi mengenaskan di sekitar halaman parkir timur. Beristirahat dengan tenang, Selena. Tertanda, kami yang berduka." Rapholen terlihat amat serius membaca isi majalah online kampus yang ia lihat melalui ponselnya. Yang lain tak ada yang merespon, setidaknya hingga beberapa menit.
"Ah iya, aku tau berita itu," sahut Kell. "Katanya, korban ditemukan penuh luka dan pakaiannya terkoyak. Nyonya Sofie bilang, kemungkinan korban diserang oleh hewan buas atau semacamnya. Sayangnya ketika dimintai keterangan lebih lanjut, Nyonya Sofie enggan berkomentar."
"Aku tidak percaya kalau itu adalah serangan hewan buas. Jika benar ada hewan buas di sekitar sini, sudah pasti di televisi banyak berita tentang monster berkuku tajam yang lepas berkeliaran. Lagi pula kampus kita ini tidak dekat dengan hutan. Tidak mungkin ada hewan buas yang berjalan-jalan sampai ke sini," balas Raph. "Kalau menurutmu bagaimana, Jad?" Kini Raph meminta pendapat dari Jaden.
Jaden mengangkat kepalanya tegak setelah sebelumnya ia tundukkan. "Kurasa ini kasus pembunuhan."
"Pernyataan Jaden dan Raph sama-sama benar. Ini bukan serangan hewan buas, melainkan sebuah pembunuhan. Namun, mengapa Nyonya Sofie menutupinya?" ujar Kell menyetujui ucapan kedua sahabatnya.
"Karena ia tidak mau dituntut, tidak mau disalahkan. Pasti semua orang akan mengaitkan ini dengan kasus Shavero juga," ujar Rapholen yang kemudian memasukkan ponselnya ke ransel yang ia taruh di mejanya.
"Hei, bisa saja ia hanya tidak mengetahui kebenarannya dan bukan bermaksud untuk menutupi ini semua," sahut Emy yang sepertinya sedikit berbeda pendapat dengan yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
E37B
Mystery / Thriller⚠CERITA INI SEDANG DIREVISI⚠ Rencana penggusuran gedung Universitas Kaciles menjadi awal dari rentetan peristiwa pahit yang menghantui seisi kampus. Erick Bastian, mahasiswa paling berprestasi pemilik kursi E37B, disebut-sebut sebagai dalang di bali...