Selesai makan, Shavero mengajak Erick melakukan pemantauan ke beberapa ruangan Gedung Bakat yang sudah Shavero alih fungsikan. Upaya itu diharapkan dapat menarik minat Erick untuk bergabung bersama Shavero. Namun, yang ada di dalam benak dan batin Erick justru sebaliknya. Semakin ia melihat kekuatan Shavero, semakin ia enggan untuk terlibat.
Tur Gedung Bakat berakhir di ruang tari. Ruangan yang menjadi tempat pertama kali Shavero memberikan tawaran kepada Erick.
"Silakan." Shavero mempersilakan Erick duduk di salah satu kursi yang tersedia.
"Terima kasih."
"Minumlah," ujar Shavero menyodorkan sekaleng soda ke hadapan Erick.
"Hm," balas Erick.
Shavero tidak ikut duduk, melainkan berjalan menuju jendela terdekat dan memandang ke luar.
"Kau sudah memikirkannya?" tanya Shavero membahas tawarannya.
"Selalu kupikirkan," jawab Erick kemudian meminum sodanya.
"Kau pasti akan membuat keputusan yang tepat, kan?" Shavero mengodekan agar Erick memilih untuk bergabung dengannya.
"Tepat bagiku atau bagimu?" balas Erick.
Shavero terbahak. "Hahaha, tawaranku itu tepat bagi kita."
Dua orang pria berpakaian serba hitam datang menghadap Shavero untuk memberitahukan bahwa semua perlengkapan telah sampai. Mereka adalah orang-orang yang bertugas memeriksa barang-barang yang dibawa masuk ke dalam Gedung Bakat. Selain perihal senjata, mereka juga melaporkan dua gadis yang dibawa oleh regu penculik.
"Oh ya, tim hanya membawa dua orang gadis saja, Tuan."
"Tidak apa-apa," balas Shavero kembali meneguk sodanya.
Shavero kembali berbicara. "Di mana mereka menangkap dua gadis itu?" tanyanya, "aku dengar, warga kota sudah mulai geger semenjak penemuan mayat wanita. Apa mereka melakukannya dengan hati-hati?"
"Kami kurang tau mengenai metode penculikannya, Tuan. Mereka hanya memberitahu lokasinya saja. Gadis pertama diculik di dekat supermarket dan yang kedua di tepi jalan. Gadis nomor dua ini bisa dikatakan sebagai sukarelawan, Tuan," jawab salah satu anak buah Shavero.
"Sukarelawan? Sukarelawan apanya?" Shavero tak mengerti. Ia berbalik menghadap dua pasukannya.
"Iya, seorang gadis memberhentikan mobil tim penculik untuk meminta tumpangan. Namun, ia tak melawan ketika tau dirinya tidak diantar ke tempat tujuan," jelas pria itu dengan polos.
"Di mana gadis itu menghadang kalian?" tanya Shavero meletakkan kaleng sodanya.
"Bukan kami yang-
"Jawab saja pertanyaanku!" bentak Shavero langsung menyela.
"Tim bilang, di sekitar Jalan Peluru Perak, Tuan," jawab pria tadi sembari menunduk. Ia bingung mengapa bosnya ini mendadak marah.
"Peluru Perak? Rumah Jaden dan Kell berada di sekitar sana." Shavero menerawang. Laki-laki itu pun memarahi kedua anak buah di hadapannya. "Dasar bodoh! Bagaimana kalau gadis itu ternyata sudah tau mengenai tempat ini dan bersandiwara agar bisa masuk?"
"Maaf, Tuan. Kami tidak mengerti urusan itu," jawab pria yang satunya.
Napas Shavero terdengar berat saking kesalnya. Namun, ia berusaha mengendalikan diri. "Ya, ya, itu bukan salah kalian."
"Apa yang bisa kami lakukan untuk mengatasi masalah ini, Tuan?" tanya pria pertama berusaha untuk meredakan amarah Shavero.
"Pertanyaan yang bagus. Sekarang, kalian cari gadis itu. Aku juga akan pergi mencarinya," titah Shavero.
KAMU SEDANG MEMBACA
E37B
Mystery / Thriller⚠CERITA INI SEDANG DIREVISI⚠ Rencana penggusuran gedung Universitas Kaciles menjadi awal dari rentetan peristiwa pahit yang menghantui seisi kampus. Erick Bastian, mahasiswa paling berprestasi pemilik kursi E37B, disebut-sebut sebagai dalang di bali...