Setelah Shavero berhasil ditangkap, persidangan atas dirinya pun dilaksanakan beberapa hari kemudian. Para keluarga korban termasuk orang tua Emy hadir di sana. Semua barang bukti dan saksi didatangkan. Shavero menjalani sidang dengan ikhlas dan tenang. Ia pun mengakui semua perbuatan kejam yang dilakukannya tanpa berlama-lama. Tak lupa ia meminta maaf dengan tulus kepada keluarga dari korban-korbannya. Tampak sekali bahwa ia tak mempermasalahkan seberapa berat hukuman yang akan diberikan padanya. Sidang berlangsung dengan cepat dan penuh air mata.
Psikopat itu awalnya dijatuhi hukuman mati. Shavero pun tak protes sama sekali. Namun, tiba-tiba pihak keluarga korban ada yang meminta agar hukuman Shavero itu diganti. Setelah dilakukan pertimbangan yang matang, akhirnya disepakati bahwa Shavero akan dihukum penjara sampai akhir hayatnya. Alasan pihak keluarga korban meminta hal itu bukan untuk menyiksa Shavero. Mereka percaya bahwa Shavero bisa kembali menjadi orang baik. Mereka ingin memberikan Shavero kesempatan untuk menebus dosa-dosanya. Shavero berterima kasih untuk itu.
Sebelum ia dibawa ke penjara, Shavero memohon untuk bisa bertemu dengan Aleesna, Erick, Jaden, Kell, dan Raph. Di hadapan kawan-kawan lamanya itu, Shavero tertunduk.
"Maafkan aku, Teman-Teman. Aku sangat egois hingga aku pergi terlalu jauh dan aku tersesat," ujar Shavero mengutarakan rasa penyesalannya.
Jaden mendekat, ia meletakkan tangannya di bahu Shavero. "Shavero, kami tak pernah tau alasanmu pergi. Tapi apa pun itu, kami selalu menunggumu pulang."
Air mata menetes perlahan membasahi pipi Shavero. Lalu Raph mengusapnya. "Hei, jangan menangis, Shavero. Dengar aku, meski kau telah memperlakukan kami dengan buruk tempo hari, kami ini tetap sahabatmu," ujar Raph.
"Sebelumnya kita bukan sahabat, bagaimana kalau sekarang?" tanya Erick kepada Shavero.
"Seharusnya aku yang bertanya begitu. Aku akan sangat berterima kasih jika kau mau menjadi sahabatku," jawab Shavero.
Erick tersenyum. "Kalau begitu kita bersahabat sekarang."
"Apa ... apa aku boleh memeluk mereka? Sekali saja sebelum kami berpisah," pinta Shavero kepada polisi yang bersamanya.
"Semua orang di sini sangat baik hati, jadi aku juga harus begitu. Silakan, itu pasti sangat berkesan untuk kalian," jawab polisi itu.
Segera setelah mendengar jawaban itu, Raph langsung memeluk Shavero dan diikuti oleh Jaden. Erick bergabung juga dalam pelukan persahabatan itu.
"Hei, sisakan tempat untuk aku. Aduh, kalian ini, lelaki dengan tongkat juga ingin memeluk sahabatnya, tau," ujar Kell yang kini sudah tidak menggunakan kursi roda lagi.
"Ya, ya kemarilah," balas Raph.
Aleesna tersenyum menatap sahabat-sahabatnya itu. Ia sangat bangga karena bisa memiliki mereka. "Kalian hebat," puji Aleesna setelah pelukan itu selesai.
"Apa yang hebat?" tanya Raph dengan polos.
"Setelah semua teror itu kalian tetap bisa memaafkan tanpa mengurangi keadilan. Kalian tetap menghukum Shavero karena kejahatannya, tapi kalian menerima Shavero yang ingin kembali menjadi dirinya. Kalian benar-benar luar biasa," tutur Aleesna.
"Aah, kau ini lucu sekali. Kau juga hebat," sahut Jaden tersenyum pada Aleesna. "Oh ya, Shavero. Aku akan lebih serius dengan Aleesna. Doakan aku ya," ujar Jaden meminta doa dari Shavero.
"Pasti," balas Shavero mantap. Polisi lalu membawanya ke penjara. Sahabat-sahabatnya mengucapkan salam perpisahan seraya melambaikan tangan kepada Shavero.
Seperginya Shavero, Aleesna bertanya kepada Jaden mengenai apa yang dikatakannya kepada Shavero. "Serius macam apa yang kau maksud tadi, Jad? Memangnya selama ini kau hanya main-main denganku?" tanya gadis itu.
"Eh, bukan begitu, Al. Maksudku itu ya ... sesuatu yang baik dan lebih serius dari saat ini," jawab Jaden.
"Aku mulai mengerti." Aleesna mangut-mangut sambil berpikir.
"Ya, begitulah, ayo kita pergi," balas Jaden lalu berjalan lebih dulu menuju pintu keluar.
"Hei! Dasar orang ini. Jaden!" panggil Aleesna diikuti gerutuan.
"Kau bilang kau mulai mengerti maksud Jaden, kan? Yang kau pikir itu sudah benar, Al. Kita tunggu saja," sahut Erick dari belakang.
"Baiklah," balas Aleesna melengkungkan sebuah senyum.
"Ayo susul Jaden. Ini saatnya kita berkumpul lagi seperti dulu," ajak Kell melangkah mendahului yang lain.
"Iya, ayo, tapi kali ini aku yang pilih restorannya," balas Aleesna lalu membalap Kell yang berjalan pelan dengan tongkatnya.
"Ya, ya, kau boleh pilih semuanya," Erick pun mengimbangi langkah Aleesna.
Raph tersenyum menatap punggung sahabat-sahabatnya yang sudah berjalan menjauh. Awalnya ia sempat berpikir, mustahil rasanya untuk bahagia kembali. Namun, sepertinya hari itu telah tiba, tentu saja ia tak akan melewatkannya.
"Teman-Teman, tunggu aku!" seru Raph lalu berlari kecil.
"Hei, hei, jangan berlari! Aku tak bisa mengejar kalian," protes Kell yang menyadari Raph semakin dekat.
"Kurasa aku akan lari lebih cepat lagi," ledek Rapholen melewati Kell.
Kell kini menggerutu, lalu ia tersenyum dan menggelengkan kepala. "Dasar Rapholen."
KAMU SEDANG MEMBACA
E37B
Mystery / Thriller⚠CERITA INI SEDANG DIREVISI⚠ Rencana penggusuran gedung Universitas Kaciles menjadi awal dari rentetan peristiwa pahit yang menghantui seisi kampus. Erick Bastian, mahasiswa paling berprestasi pemilik kursi E37B, disebut-sebut sebagai dalang di bali...