Aleesna membawa teman-temannya itu ke salah satu ruangan untuk bersembunyi. Ia ragu untuk langsung menjalankan rencana lari keluar, mengingat pasti masih banyak pasukan setia yang berkeliaran.
"Kita diam saja dulu di sini. Aku yakin mereka akan segera menuju sumber listrik untuk kembali menyalakan lampunya."
"Oh, jadi kau yang memadamkan listriknya, ya," ujar Raph.
"Aku dapat bantuan dari beberapa pria berpakaian hitam itu. Ternyata ada orang-orang yang baik di antara mereka. Ini semua adalah rencanaku dan mereka," ujar Aleesna seraya duduk di lantai.
"Erick juga bilang soal pasukan yang baik. Omong-omong kau hebat sekali, Al," balas Jaden ikut duduk disusul dengan yang lainnya.
"Terima kasih," ujar Aleesna sambil tersenyum.
"Mengapa mereka tidak melawan saja? Mereka kan bisa menguasai senjata yang Shavero pesan dan menaklukkan penjahat itu," ujar Raph.
Erick menggelengkan kepalanya. "Tidak bisa seperti itu. Pasukan Hitam ada yang benar-benar setia kepada Shavero."
"Begitu rupanya, jadi nama mereka Pasukan Hitam, ya?" Rapholen mangut-mangut.
"Entahlah, nama itu aku yang mengarangnya," jawab Erick seraya mengangkat bahu.
Rapholen merespon dengan ekspresi datar yang memancing senyum Erick. Setelah itu, ia pun beralih bertanya kepada Aleesna. "Oh iya, bagaimana kau bisa sampai di sini, Al?"
"Kalau tidak salah, aku dengar soal seorang gadis menumpang kendaraan anak buah Shavero. Apa jangan-jangan itu kau, Al?" tanya Erick yang mendengar ketika anak buah Shavero datang melapor.
"Apa?" Jaden terkejut. "Apa itu benar?"
"Iya, benar. Aku hendak menyusul kalian. Kebetulan saat itu aku melihat ke arah supermarket di ujung jalan dan mendapati ada seorang wanita dibawa paksa oleh orang-orang yang datang dengan van. Aku merasa curiga. Aku pun mendapatkan ide untuk ikut dengan van itu." Aleesna memaparkan kejadian yang membawanya ke Gedung Bakat.
"Itu terlalu berisiko, Al. Namun, ternyata kau sangat hebat," puji Jaden merasa kagum dengan Aleesna.
"Tentu saja," balas Aleesna tersenyum bangga.
"Kalau begitu, kita bisa mengandalkan Aleesna untuk langkah selanjutnya," ujar Raph sudah menaruh harapan pada Aleesna.
Mendengar keyakinan Raph yang begitu besar, Aleesna hanya tersenyum tipis sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia merasa bingung sebab hatinya begitu ragu untuk melancarkan rencana selanjutnya.
Sudah berselang cukup waktu sejak masuk ke ruangan itu. Raph dan ketiga sahabatnya hampir tak mendengar pergerakan apa pun di luar. Selain itu, listrik di Gedung Bakat juga tak kunjung dihidupkan. Padahal sangat mudah bagi Shavero untuk melakukannya. Kesunyian tersebut membuat Erick merasa tidak nyaman. Ia curiga Shavero telah mendapatkan ide baru dengan memanfaatkan keadaan saat ini.
"Ini benar-benar aneh, aku hampir tidak mendengar apa-apa selain langkah kaki," ujar Raph.
"Aleesna, memangnya apa rencanamu jika kondisi sudah aman?" tanya Erick.
"Aku dan para pasukan yang membelot merencanakan agar kita berempat melarikan diri keluar dari gedung dan mencari bantuan. Namun, aku merasa itu akan sangat berbahaya jika kita langsung melakukannya tadi. Aku menduga pasukan setia masih lebih banyak jumlahnya daripada pembelot. Itu sebabnya aku membawa kalian bersembunyi ke sini terlebih dahulu," papar Aleesna.
"Keputusanmu sudah benar, Al. Pasukan Hitam tentu tidak semuanya ada di dalam ruang tari tadi. Kita bisa saja bertemu dengan pasukan yang setia jika langsung berlari keluar." Erick sependapat.

KAMU SEDANG MEMBACA
E37B
Mystery / Thriller⚠CERITA INI SEDANG DIREVISI⚠ Rencana penggusuran gedung Universitas Kaciles menjadi awal dari rentetan peristiwa pahit yang menghantui seisi kampus. Erick Bastian, mahasiswa paling berprestasi pemilik kursi E37B, disebut-sebut sebagai dalang di bali...