WS 12

3.9K 247 9
                                    

Akhirnya, aku mendarat dengan sempura di Bandara Polonia, Medan. Thanks God!

Aku merasakan sedikit lelah. Aku sudah tak sabar lagi untuk kembali kerumahku. Hahha. Rasanya aku mulai asing disekitar sini. Apakah keadaan Holland mampu merubah ingatanku?

Ya, ingatanku tentang Sunshine.

Hmm, aku rasa sedikit lebih membaik dari 3 bulan yg lalu. Yah, walaupun masih ada segurat cinta dihati ini. Aku pun melangkah keluar dari Polonia. Aku pun menuju keluar dan menyetop taxy, dan menuju kerumahku.

Sekitar 1 jam aku didalam taxy ini. Dan hari sudah menunjukkan malam. Hmm, aku berada di pesawat sekitar 15 jam.. Woow... Perjalanan yang panjang. Aku pun sampai didepan rumahku. Aku terkejut. Ada apalagi ini?! Aku pun meraih bendera kuning yg terpampang jelas di rumahku.

Ini.. Ini...

"Tidak..!!"

Aku berlari masuk kedalam rumah. Dengan segala kekhawatiran yg berkecamuk dihati. Jangan sampai semua ini terjadi. Aku pun terpaku didepan pintu rumahku. Suara isak tangis Susi sungguh memekik ditelingaku. Aku berjalan gontai. Aku menuju kearah Susi yg terus menangis. Kenapa ini? Mengapa Susi menangis? Padahal keadaan rumah sangat sepi. Bahkan TV ia biarkan menyala. Kemana Bi Inah?

Susi sedang duduk di ruang tamu dengan banyak tisue yg berserakan dimana-mana. Kasian Susi. Sebenarnya apa yang terjadi? Aku tak melihat sesosok raga yang tak berjiwa lagi. Bahkan tak ada sekumpulan orang yang melakukan doa kabung dirumah ini. Lalu? Apa arti bendera kuning didepan? Siapa yang meninggal? Aku yakin mama baik-baik saja. Karena saat di Polonia tadi aku menelpon Mama.

Susi juga salah satu pembantu dirumah ini. Sebenarnya, dia hanya lebih tua 2 tahun dariku. Dia adalah orang Nias. Aku cukup akrab dengan Susi. Dan dirumah ini Susi terkenal dengan mulutnya yang tak pernah diam. Hampir setiap saat dia berbicara. Bahkan terkadang aku sering melihat dia berbicara sendiri. Dan salah satu saat yg menurutku sangat lucu adalah saat Susi menonton sinetron yang terkenal saat ini, Cinta Fitri. Dia akan mengomel, nangis, pokoknya menggila deh.

Ya, Cinta Fitri. Sinetron yang episodenya sudah beranak cucu ini, bahkan sudah bermusim, sangat terkenal dengan ceritanya yg seru (pengakuan Susi, karena aku tidak suka sinetron). Aku pun mendekat kearah Susi dan mematikan TV yg sedari tadi menyala.

"Jangan dimatikan monyong!!" teriak Susi dengan logat Niasnya yang kental.

"Ke.. Ke.. napa?" tanyaku kikuk.

"Aku lagi nonton CinFit!!!" teriaknya sambil menangis.

Cinfit? Cinta Fitri kah maksudnya?

"Micsha Jangan!!!" teriak Fitri mengagetkanku, aku pun beralih menatap kearah TV dan memutar bola mataku.

Lagi-lagi semua karena Cinta Fitri musim 100 ini.

"Jangan bunuh anak saya!!! Dia tak berdosa Misca!" teriak Fitri sambil berlutut dihadapan Misca.

"Kamu diam saja! Kamu gak pantes bahagia! Karena semua kebahagian saya sudah kamu renggut!" ujar Mischa dengan gaya yang mencekam.

Misca pun mengarahkan pisau itu ketubuh anak bayi yang sedang ia gendong.

"Huaaaaaaaaa!!!!!!" teriak Susi sambil terus terisak.

Arrghh!! Damn it!!!

Aku memutar bola mataku. Susi memang sudah menjadi korban sinetron. Sejurus kemudian aku mematikan TV tersebut.

"Sus! Apa maksud semua ini? Taukah kamu?! Karena ulahmu ini aku hampir mati jantungan!" ujarku meninggi.

"Heh!! Jangan dimatikan! Itu lagi adegan yang paling seru!" teriak Susi sambil meraih remote dan menghidupkan kembali TVnya. Kemudian dia kembali menangis.

Without SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang