Akhirnya aku landing dengan sempurna di Belanda. Setelah bergumul dengan waktu yg sangat panjang dipesawat dan melakukan 1 transit di Singapore akhirnya sampai jugaa!!!
Nathan menggenggam tangan kiriku. Aku pun tak menolak. Ini sudah hal biasa di Belanda.
Nathan tampak semakin tampan dengan kacamata hitam Marvey miliknya. Aku tersenyum melihatnya. Aku harus bisa menikmati hari-hariku disini. Aku harus bahagia bersama Nathan disini.Barang yang kami bawa hanya yang penting saja. Aku hanya membawa kameraku dan beberapa pakaian. Begitu halnya Nathan, hanya membawa beberapa pakaian.
"Bye Indonesia! And Hi Holand.." ujarku semangat yg disambut senyuman hangat Nathan.
"Niat banget ninggalin Indonesia." ujar Nathan sambil mencubit pelan hidungku.
"Di Indonesia banyak banget hal yang menguras air mataku Kak," ujarku pelan.
Sejurus kemudian aku bertegun. Nampak Nathan juga menghentikan langkahnya. Apakah aku mampu melupakan semua kenangan pahitku? Sebenarnya didalam hati ini masih ada luka tusukan yang menganga lebar. Apakah aku mampu melupakan Sunshine?
--oOo--
Mataku menerawang jauh kedasar air yang sudah menghitam. Sungguh, tempat ini begitu romantis bagi pasangan-pasangan yang ingin memadu kasih. Sangat indah dipadukan dengan lampu-lampu jalanan yang memberikan kesan temaram, damai dan tentram. Langit menghitam, bulan lah sekarang yang terlihat memamerkan kebolehannya. Cahaya bulan terukir jelas di hamparan River Amstel.
River Amstel adalah sebuah danau yang terkenal dengan kegiatan anak-anak muda di Holland yang suka nongkrong atau sekedar melepas penat di sebuah café di pinggir danau ini. Tepatnya dimana aku dan Nathan sekarang berada. Pohon-pohon Damteli begitu sempurna menambahkan kesan 'wah'.
Dan tak jarang semacam sekoci-sekoci kecil yang berlalu lalang disini. Aku belum pernah diajak Papa kesini, tapi untunglah Nathan menjadi penolongku. Kupandangi sosok bayangan anak muda yang begitu rapuh di bayangan air danau River Amstel. Matanya sedikit menghitam, pasti ini dampak dari tangisan tak penting yang tergelar beberapa waktu lalu. Yang terbodohi oleh namanya cinta!
Ku seruput Coffee Caramel Tothinta, yang terkenal dengan rasanya yang memanjakan lidah. Nathan memang pandai memilih kopi. Kulirik kearah sosok pria bule yang sedang asik membaca sebuah buku Biografi tentang seseorang yang aku tak tau pasti namanya. Dia terlihat begitu serius dengan bacaannya. Sejurus kemudian matanya menangkap ekor mataku yang sedari tadi memperhatikannya.
"Jangan terlalu melihatku, nanti kamu bisa tergila-gila padaku." candanya dengan sangat manis.
"Ihh, Kakak apaan sih." ujarku mengalihkan pandanganku.
Aku menghela nafas kecil, berharap mampu membuang semua kenangan pahit yg terjadi beberapa hari silam.
"Kak." ujarku yang disambut anggukan darinya.
"Kakak tau gak sejarah tempat ini kenapa bisa terbentuk sebegini indahnya?" tanyaku menatapnya dalam.
"Hmm." ujarnya sambil meletakkan buku yang dibacanya dan menyeruput Coffee yang sama denganku.
Sejurus kemudian dia membuka mulutnya
"Aku gak terlalu tahu seluk beluk tempat ini, tapi yang aku tau, tempat sekarang kita berada ini bernama The City Hall and Opera atau panggilan gaulnya adalah Stopera." ujarnya.
Aku mengangguk kecil.
"Apa ini salah satu tempat favorit Kakak?"
"Tentu. Semua orang menyukai tempat ini," ujarnya meyakinkan. "tempat ini sudah ada sejak tahun 1888. Dulu ini hanya sebuah tempat kumuh yang ditinggali oleh para gelandangan. Mereka mengais nafkah dari River Amstel ini. Sampai suatu saat seorang kolonial Inggris datang kesini dan takjub akan keindahan danau Amstel ini. Dan dia membangunkan tempat ini kemudian menjadikan tempat ini menjadi tempat untuk para bangsawan yang sekedar kumpul-kumpul." ujarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Sunshine
Ficção AdolescenteKarena ada sebuah ruang kosong dihatiku, tepatnya sebuah ruangan kecil yang diisi oleh Petra. Aku tau, sangat tau, bahwa aku juga.. mencintai Petra. Ruangan kecil itu, kini membuatku teringat kembali akan masa-masa pertama saat aku jatuh cinta pada...