Sakura someiyoshino. Life goes on..
9 tahun kemudian...
Taman Shinjuku-gyoen, Jepang.
Daun-daun maple tampak berguguran diseluruh taman. Ini April, musim semi yang indah. Hidungku terasa beku. Dinginnya Jepang pada musim gugur dan semi tak mengurungkan niatku untuk melakukan Hanami. Banyak pula keluarga-keluarga yang sudah melakukan proses hanaminya. Daun maple yang memerah berterbangan disekitarku. Awan dilangat tampak begitu cerah. Namun terasa dingin. Aku mempererat syalku.
"Kamu kedinginan?" ujarmu.
Sungguh, aku sangat rindu dengan suara beratmu itu.
Sama seperti janjimu 9 tahun yang lalu. 'kamu akan berada bersamaku di Taman Shinjuku-gyoen untuk menikmati keindahan sakura.
"Tidak Prof... aku hanya kurang nyaman," dustaku.
Aku melihat kewajahmu. Kau banyak berubah. Kini kerutan tampak jelas didahimu. Kacamata minus sudah kau kenakan, itu jelas menunjukkan dirimu 'sang jenius yang berhasil mendapat gelar Prof dari MIT'
"Aku kurang nyaman jika kamu panggil begitu..," ujarmu.
Satu hal yang tak berubah, kau selalu tampan.
"Well, seharusnya kamu berbangga dengan gelarmu itu.. Prof. Oscar Aditya,"
Keadaan sekitar mulai ramai. Semua keluarga tampak berkumpul untuk melanjutkan piknik mereka.
"Bagaimana dengan kabar Garen? Kamu tidak pernah menunjukkannya kepadaku.." tanyaku akhirnya.
"Garen susah diajak berpergian. Dia lebih memilih untuk bersama Mommy di Cambridge dari pada ikut bersamaku dan istriku berpergian," ujarmu pelan.
Sedikit rasa aneh yang kembali menjalarku..
Istri.
Ya, kau sudah bukan Oscar lajangku lagi. kau sudah mengikat janji bersama wanita beruntung itu, Nesya Gerallo. Aku rindu Oscar yang remaja dulu...
"Any way... bagaimana keadaan Dr. Nesya? Apakah bidang anatomi tak membuatmu khawatir??"
Kau tersenyum.
"Tidak sama sekali,"
Lalu semua kembali hening. 15 menit kita bertahan dalam kecanggungan.
"Oh iya.. bagaimana dengan kekasihmu itu?" tawa renyahmu berkumandang.
"Sebentar lagi dia akan datang.." ujarku.
"Baiklah.. aku rasa aku harus kembali. Pesawatku akan terbang sebentar lagi. Nesya lebih dulu berangkat ke Amerika. So..."
"Oh baiklah...," aku bangkit berdiri dan menyerahkan salamku kepadamu..
Oscar melihat suatu yang janggal. Matanya tertuju kepada cincin Ruby yang terpasang dengan sempurna dijari manisku. Lalu air mukanya berubah menjadi sendu.
"Aku duluan.." ujar Oscar lirih.
Lalu jabatan tangan kami bersatu. Aku tersenyum.
"Titipkan salamku kepada jagoanmu, Garen." ujarku sambil melambaikan tangan.
"Tentu.." ujar Oscar pelan.
Lalu Oscar menyeret kopernya. Bayangan itu menjauh bersamaan dengan hembusan angin gugur yang berarak menerbangkan daun maple. Oscar lenyap dalam pandanganku.
Dan sekarang disinilah aku...
Seorang seniman musik yang bekerja di Jepang. Dan menunggu keluarga kecilnya ditaman indah, taman pengharapan,dan taman cinta. Aku teringat akan dulu janji cinta masa laluku, bahwa dia akan bersama ku ditaman ini -sudah tergenapi- baru saja.
Butuh waktu yang sangat lama untukku. Hampir setiap tahun pada musim semi dan gugur, aku menanti kedatangan cahaya itu. Namun kamu tak kunjung datang. Aku terus bersabar, dan pada akhirya.. ruang dan waktu itu memberikan sedikit kesempatan untuk melakukan perbincangan, perbincangan singkat.
Aku sedang menanti-nanti kehadiran keluarga kecilku.
'Nahh.. itu mereka..' ujarku dalam hati.
"Papa!!!" Junior berlari kearahku.
Aku menangkapnya dan membawanya dalam pelukanku.
"Hei, bagaimana dengan latihan melukisnya?" tanyaku sambil mencium pipinya.
"Hari ini Mrs.Keiko mengajarkanku bagaimana membuat sketsa mata itu Pap. Dan satu hal, aku membayangkan matamu,"
"Really??" tanyaku bahagia.
"Dan tebak.. aku dapat nilai A," ujar Junior panjang lebar.
"Benarkah itu sayang?" tanyaku kesosok pria yang sudah mengisi kekosongan hatiku selama 4 tahun belakangan ini. Sebelum, kejadian naas menimpa istrinya-sahabatku pula.
"Iya sayang.." ujar Petra sambil merapikan dan meletakkan seonggokan makanan-makanan cepat saji diatas gelaran tikar kami -prosesi Hanami.
"Petra.. sudah kukatakan bahwa makan cepat saji itu tidak baik untuk Junior," aku menjewer pelan kuping Petra.
"Papa... jangan!! nanti kuping Om Petra merah," ujar Junior.
Aku menghentikan penyiksaanku.
"Lain kali, aku gak akan membeli makanan cepat saji.." ujar Petra.
"Itu pula yang kamu katakan pada Hanami tahun lalu dan tahun-tahun lalunya," aku terkekeh.
Petra tersenyum. Lesung pipinya kembali muncul.
Kini, Petra tak berkaca mata lagi. sudah berapa kali kukatakan bahwa, aku akan sangat kehilanagan sinar-sinar cahaya Moonlight itu. Tapi, aku mensyukuri segalanya sekarang. Keluarga kecil yang berbahagia. Keluarga yang harmonis. Yang semua didasari oleh cinta.
Nindy, aku sudah menepati janjiku untuk bersama Petra, seperti yang kau katakan. Semoga kau tenang dialam sana, bersama bayi yang pula kau bawa...
"Papa.. tadi aku bertemu dengan seseorang yang seperti daddy. Tapi aku gak yakin," ujar Junior sambil berbaring dan melukis gambar-gambar bunga sakura.
"Itu bukan daddy..." ujarku sambil mengelus kepalanya.
Angin musim gugur menyapu dan menambah kehangatan keluarga ini. Aku menikmati segalanya. Menikmati jalan takdir yang sudah terlukiskan untuk kami.
Demi cinta dari segala cinta abadi..
Aku mencintainya, masih akan selalu mencintainya, sama seperti janjiku bertahun- tahun silam. Aku akan selalu mencintai sang cahaya, Sunshine.
THE END
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Sunshine
Teen FictionKarena ada sebuah ruang kosong dihatiku, tepatnya sebuah ruangan kecil yang diisi oleh Petra. Aku tau, sangat tau, bahwa aku juga.. mencintai Petra. Ruangan kecil itu, kini membuatku teringat kembali akan masa-masa pertama saat aku jatuh cinta pada...