Tok.. Tok.. Tok..
Untuk kesekian kalinya lamunanku buyar. Kali ini pelakunya adalah Ibu Shinta yang sedang berdiri diambang pintu yang disampingnya ada seorang siswi cantik namun kelihatan sedikit tomboy, tetapi tetap cantik (menurut insting priaku). Siswi itu menyandang ransel Polonya. Hmm? Untuk apa dia kemari? Apakah masih ada pertukaran kelas?
Perempuan berkulit putih mulus itu terlihat sangat Tomboy, karena dari cara berpakaiannya. Baju seragamnya dikeluarkan dari tempatnya semula. Aku saja, sampai sekarang belum berani seperti itu disekolah ini. Bila Ibu Rosi melihatnya, pasti bakalan berabe. Dan rok bikunya yang mini, mungkin mampu membuat mata kaum Straight tak berkedip sedikitpun. Mungkin sekali lagi, dia harus bersiap-siap berurusan dengan BK.
"Maaf Pak, menggangu" ujar Ibu Shinta sambil berjalan kearah Pak Tijang.
"Boleh minta waktunya sebentar Pak?" pinta Ibu Shinta.
"Ohh, tentu saja Bu, silahkan." ujar Pak Tijang mempersilahkan.
Sejurus kemudian Ibu Shinta lah yang berdiri ditengah perimpangan meja kami.
"Oke anak-anak Ibu sekalian, kali ini kita mendapatkan siswi pindahan dari Jakarta." ujar Ibu Shinta yang disambut dengan decak suara keheranan kami. Sungguh, kenaikan kelas sudah didepan mata.
Tetapi kenapa disaat ini kami harus mendapatkan murid baru? Ini sungguh sangat aneh. Padahal kelas 11 sudah menanti beberapa minggu lagi. Tidak bisakah Si tomboy cantik itu mempending perpindahannya. Ayolah, hanya beberapa minggu lagi loh. Pasti semua murid-murid dikelas ini juga beranggapan yang sama denganku.
"Masuk nak." ujar Ibu Shinta kearah siswi tomboy tersebut yang sedari tadi memutar-mutar ujung rambutnya dengan santai.
Hmm, Gue suke gaya elo.
"Oke, silahkan kamu memperkenalkan diri." ujar Bu Shinta kemudian.
"Hmm, oke semua, nama gue Nindy, dan gue pindahan dari SMA Santa Maria Jakarta." ujar Nindy dengan sangat singkat. Suaranya serak-serak gitu, tapi sangat enak didengar.
Beda dengan suara seraknya si Ratna yang begitu merusak pendengaran. Kata-perkata yang diucapakan oleh Ratna, semua sulit untuk dimengerti. Kita harus penuh konsentrasi mendengarkan Ratna berbicara agar kita dapat menangkap kata atau kalimat yang Ratna ucapkan. Mungkin kita harus lebih konsentrasi mendengar suara Ratna dibandingkan kita harus berhadapan dengan Kalkulus.
"Ohh, Nindy toh, tinggal dimana kau?" tanya Beto dgn genit yang disandingkan dengan logat bataknya yang sangat kental. Dan sontak seluruh isi ruangan menyoraki kerah Beto. Oh Beto, sungguh kau memang pria batak yang genit.
"Woii, biasa aja lah Lapet!" teriak Beto karena merasa diejekin oleh seluruh penghuni kelas.
Nindy tak menggubris pertanyaan Beto dia malah melihat kearah jam mahalnya itu. Hmm, tampak akan bertambah lagi deh orang-orang sombong disini.
"Yeee, kasiannya kau Beto, pigi sana ngelapor ama Mamakmu." teriak Ribka yang langsung disambut oleh tawa renyah kami semua, terkecuali Oscar dan Nindy.
Oh, benarkan? Nindy juga orang yang sombong.
"Sudah-sudah semua." ujar Bu Shinta menenangkan kebisingan kelas.
"Oke, Nindy, silahkan cari tempat duduk yang kosong." ujar Bu Shinta.
Di kelas ini ada 3 bangku kosong yang tersedia. Satu, disebelah Sanpi. Ya, jarang ada yang mau bergaul dengan Sanpi, you know lah, Sanpi kan sering banget kesurupan gak jelas. And, dipojokan paling kiri. Pasti Nindy tak akan mau duduk disitu, karena disitu sigunakan untuk menyimpan perkakas kelas. Last, disebelahku. Huft, memang berat rasanya ditinggal pergi Oscar. Tapi mau gimana lagi coba? Oscarnya aja udah muak nengok muka jelekku ini. Nindy tampak menimang-nimang pilihannya. Dan kemudian Nindy berjalan kearahku. Dan tersenyum kepadaku, wihh senyumnya menawan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Without Sunshine
Fiksi RemajaKarena ada sebuah ruang kosong dihatiku, tepatnya sebuah ruangan kecil yang diisi oleh Petra. Aku tau, sangat tau, bahwa aku juga.. mencintai Petra. Ruangan kecil itu, kini membuatku teringat kembali akan masa-masa pertama saat aku jatuh cinta pada...