1 bulan kemudian....
Mataku masih begitu berat untuk dibuka. Badanku terasa remuk. Sungguh, badanku terasa sangat lelah, mungkin karena pergulatan hebatku bersama Nathan semalam. Ahh, dia sungguh sangat pandai mengirimku ke langit ketujuh. Sudah berjuta adegan panas yang kami lakukan. Sangat sering.
Hampir seperti kegiatan wajib kami sehari-hari. Bahkan melebihi porsi makan kami. Makan kami mungkin sekitar 3x sehari. Tetapi, perbuatan dosa itu tak terhitung berapa kali kami lakukan perharinya.
Sekarang tubuhku tak lagi kesusahan menerima serangan benda tumpul milik Nathan. Sudah sangat klop rasanya. Tidak ada lagi rintihan kesakitan yang ku kumandangkan, kini berganti menjadi erangan kenikmatan. Nathan terus memeluk erat tubuhku yang mungil. Aku teringat kata-katanya tempo hari yang sangat membuat gundah.
"Aku mencintai dirimu."
Ahhh, aku belum bisa menerima Nathan. Setiap hari Nathan mengatakan bahwa dia mencintaiku. Aku bingung akan persaanku sendiri. Apakah aku mencintai Nathan?
Terkadang aku merasa diriku sangat jahat. Ya,... karena aku tak mencintai dirinya yang sudah tulus mencintaiku. Tapi aku bingung membedakan rasa ini. Terkadang pula, benakku berkata bahwa Nathan hanya mencintai tubuhku. Nathan hanya mencintaiku sebatas nafsunya. Tapi terkadang pula pernyataan itu dengan sangat mudah runtuh bila kutatap kedua matanya yang berwarna biru gelap itu. Di mata itu kutemukan sebuah ketulusan yang mendalam. Aku belum siap menerimanya. Hatiku masih terpatri untuk seseorang yang menyakitiku 'SUNSHINE'. Sekeras apapun aku mencoba melupakannya, tapi semua percuma.
Bila dibandingkan dengan rasa sakit yang kuterima darinya, mungkin itu sudah cukup kuat untuk membuatku ingin membunuhnya. Aku selalu terbayang wajahnya dalam setiap mimpiku. Bahkan saat Nathan sedang menjamahku, aku selalu membayangkan Oscar lah yang melakukan itu. Mungkinkah aku sudah gila?! Mungkin...
Kutatap lekat-lekat wajah Nathan yang sedang tertidur sambil memelukku.
'Kapan aku dapat mencintaimu?' ujarku dalam hati.
Aku sudah berusaha mencintai Nathan dengan sangat. Tapi, aku hanya mampu mencintainya hanya sebatas teman pembuat dosa, tempat curhat, dan koki andalanku. Aku sudah banyak bercerita panjang lebar tentang seluk belukku. Bahkan sampai kepada rasa cintaku kepada Oscar. Dia menjadi pendengar yang baik.
Nathan tak pernah memaksaku untuk mencintainya. Aku terkadang malu dengan ucapannya. Seolah aku hanya berharap dia menusukkan senjata tumpulnya kedalamku.
"Udah bangun sayang?" ucap Nathan yang mungkin menyadari bila aku sudah terjaga dan memberi kecupan hangat dibibirku.
"Hmm.." anggukku.
"I love you." ucapnya lagi.
Ahh! Mengapa Nathan selalu mengucapkan kata-kata itu. Nathan, tahukah kamu? Bila kamu mengucapkan kata-kata itu, aku selalu merasa bersalah atasmu. Tolong, berhentilah mencintaku. Cintamu terlalu besar untukku. Aku tak pantas menerima cinta itu.
Aku hanya terdiam. Menyusun kata-kata dalam pikiranku. Nathan bangkit dari tidurnya. Dia berdiri dan masuk kedalam kamar mandi. Beberapa detik kemudian sudah terdengar suara shower yang dinyalakan beserta siulan Nathan. Aku pun bangkit berdiri. Aku membuka jendela besar yang terletak tepat disampping TV Flat hitam. Hembusan angin menyambutku dengan sangat lembut. Kicauan burung terasa menambah kesan pagi disini.
Kulihat orang sudah banyak berlalu lalang disini. Memulai aktifitas mereka. Aku sudah tak terlalu asing lagi disini. Aku sudah banyak menemukan teman-teman baru. Yah, walaupun semua lebih tua dariku.
Aku bergidik. Ahh, angin sepertinya sudah mulai bermain denganku. Atau akulah yang sedang melakukan obral besar-besaran. Ahh! Dasar bodoh!
Sejurus kemudain kuraih selimut dan kugulungkan ditubuhku yang tak tertutup oleh apapun. Aku tak mau melakukan obral besar-besaran disini. Seolah menyuruh para pejalan kaki yang sedang berlalu lalang di depan rumah ini untuk menyaksikan seorang pria sedang melakuakn diskon besar dengan berpose bugil didepan jendela. Aku tak mau sebodoh itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Sunshine
Novela JuvenilKarena ada sebuah ruang kosong dihatiku, tepatnya sebuah ruangan kecil yang diisi oleh Petra. Aku tau, sangat tau, bahwa aku juga.. mencintai Petra. Ruangan kecil itu, kini membuatku teringat kembali akan masa-masa pertama saat aku jatuh cinta pada...