WS 15

3.9K 216 4
                                        

Pikiranku kosong. Aku melirik jam berbentuk kubus berwarna hitam yang terletak diatas meja tidurku. Aku tak terlalu terkejut akan angka yang ditampilkan jam kecil itu. Aku tau ini sudah terlalu malam, tetapi pada kenyataannya aku tak bisa memejamkan mataku. Aku mengelap air mataku, yang setetes melesat keluar dari mata sipitku. Aku sedikit terusik dengan perdebatan kecilku dengan Mama tadi sore. 

Mungkin aku sudah pantas dikatakan dengan Malin Kundang. Tebak, aku menolak ajakan Mama untuk pindah. Tapi Mama sangat bersikeras akan rencananya mengikut sertakanku dalam proses perpindahannya. Tapi aku sungguh tak tertarik. Seandainya Mama menawarkanku untuk pindah ke Mars, maka aku akan sangat menerimanya. Tapi entah mengapa, aku tak tertarik sama sekali untuk Moving To Jakarta.

Dan satu lagi yang harus kubiasakan. Aku harus mandiri. kamu tahu? Mama tetap melanjutkan aksi 'Moving to Jakarta' tepatnya tadi sekitar 6 sore. Sebenarnya aku begitu berat melepas kepergian Mama. Tapi apa daya? Mamaku lebih mementingkan perkerjaannya disana. Aku jadi bingung. Mengapa Mama lebih berkehendak akan pekerjaannya dibandingkan denganku? Tidakkah Mama sadar bahwa aku masih hadir disini?

Dan saat melepas kepergian Mama, aku sangat ingin memeluk Mama. Tetapi aku masih sangat kesal akan keputusan Mama. Padahal aku berharap banyak akan peng-cancelan kepergian Mama.

Perpisahanku dengan Mama tersasa begitu mencekam. Tadi sore, tepatnya pukul 6, Mama pergi dengan berderai air mata. Aku juga ingin menangis. Tapi semua kutahan. Aku masih kesal akan sikap Mama, yang mementingkan pekerjaanya itu. Mama berangkat ke Jakarta bersama Om Fredy.

Mungkin aku harus banyak belajar dari Dharma about 'How to live alone'.

Aku menghela nafas dengan begitu berat. Hari kedepannya, rumah ini akan terasa begitu sepi. Susi akan merit. Aku bingung, apakah itu adalah berita baik atau buruk untukku. Susi akan kembali ke Nias karena sudah ada lelaki yang mampu membelinya seharga 100jt.

Sekedar informasi. Taukah anda? 'ke-matrean' sudah tak asing lagi dikota ini. (orang Nias, maapkan saya ). Kalau tak salah dengar, para perempuan Nias, bila ada pria yang mampu membelinya seharga 100jt, maka saat itu pula dia akan bersumpah dihadapan tuhan untuk menjadi pendamping pria tersebut. Lamaran juga tidak hanya berupa uang. Sebagian penduduk juga ada yang melamar dengan memberikan 50 atau sekian puluh ekor Babi dewasa yang harga per ekornya bisa mencapai 1 juta rupiah. Wakkksss. Aku jamin warga Nias akan terhindar dari bencana kelaparan. Jadi, jika anda ingin menikah dengan seorang wanita Nias, saya rasa anda harus merogoh kocek sedalam mungkin, ataupun harus menyediakan puluhan ekor babi. *sigh*

Now, kembali ke diriku yang masih saja terjaga. Aku pun mengenang kembali detik-detik perpisahanku dengan Mama.

FLASHBACK

"Kamu baik-baik dirumah ya." ujar Mama dengan sedikit terisak.

Aku tak bergeming. Aku marah. Bi Inah dan Susi menghapus air mata mereka. Mungkin mereka juga merasakan hal yang sama denganku. Tapi bedanya, aku tak mau menumpahkan air mataku untuk saat ini.

"Jangan nakal Dave." kali ini suara berat Om Fredy menasehatiku. Aku tidak akan nakal Om.

"Bi Inah, jagain Dave ya." ujar Mama sambil memegang erat tangan Bi Inah. Bi Inah mengangguk.

"Sus, Semoga pernikahanmu minggu depan akan berjalan sempurna." ujar Mama kemudian.

"Hmm, soal tiket, besok saya akan mengirimkannya, ataupun nanti bila perlu. Kamu harus berangkat esok kan?" tanya Mama lagi.

"Iya Bu. Makasih yah. Ibu memang orang yang sangat baik," Ujar Susi sambil menghapus air matanya.

Baik? Mama bukan orang baik. Bila Mama orang baik, dia tidak akan meninggalkan anaknya.

Without SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang